Home KWI KOMSOS KWI Gaya Khas Masing-masing Keuskupan Layani Pekerja Migran dan Perantau

Gaya Khas Masing-masing Keuskupan Layani Pekerja Migran dan Perantau

Ketua Komisi JPIC, Migran dan Perantau Keuskupan Ruteng (berbaju putih) dan Sr Lidwina, RGS menceritakan karya pastoral bagi migran di Keuskupan Ruteng / Foto : Erick Ratu Pr

SETIAP keuskupan memiliki penekanan yang khas dalam melayani para pekerja migran dan perantau sesuai dengan situasi dan konteks wilayah masing-masing. Keuskupan Larantuka, contohnya. Mereka membantu perekonomian para buruh migran dan keluarganya dengan mengajak bergabung dalam koperasi.

“Tidak hanya keluarga-keluarga yang ditinggal, kami juga telah mulai dan sedang mengajak para migran di tanah rantau untuk gabung di koperasi,”kata Rm. Gusti Iri, Pr mewakili Komisi Migran dan Perantau Keuskupan Larantuka dalam acara sharing pastoral migran dan perantauan antarkeuskupan di Mataloko, Flores, NTT, Selasa (03/10/2017).

Tak hanya itu, keuskupan di Flores Timur itu juga membuka biro travel untuk membantu para migran pergi atau pulang ke kampung halaman.

“Kami mau membantu mereka yang sering diperas di pelabuhan ketika hendak pulang kampung. Coba bayangkan, mereka dengan susah payah mencari uang. Lalu sampai di pelabuhan mereka harus keluarkan uang sampai satu juta untuk mengangkut barang saja,”cerita Gusti.

Sementara di Keuskupan Ruteng, Sinode III merekomendasikan pendekatan pastoral integral dan kontekstual termasuk dalam menangani isu migran dan perantau. Dengan pendekatan itu, Ketua Komisi JPIC (Justice and Peace and Integraty of Creation ) Migran dan Perantau Rm. Marten Jenarut menguraikan, pelayanan pastoral bagi para migran dan keluarga yang mereka tinggalkan dikeroyok oleh komisi-komisi terkait.

Di Keuskupan Agung Ende, ada desa ramah migran yang unik. Melalui desa ini, perangkat pastoral bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat memberi layanan bagi perantau dan keluarga.

Selain itu, Keuskupan Agung Ende juga mengembangkan kerja sama dengan keuskupan-keuskupan transit dan tujuan migrasi. Salah satunya dalam mengurus administrasi pelayanan sakramen, asistensi natal dan paskah.

“Sejak 2015 Keuskupan Agung Ende mengutus tujuh pastor untuk pelayanan Paskah dan Natal di Keuskupan Sandakan Malaysia. Kami juga sudah mulai kerja sama dengan Keuskupan Agung Kuala Lumpur sejak natal 2016,”jelas Ketua Komisi Migran dan Perantau keuskupan Agung Ende Rm. Edu Raja Para.

Ketua Komisi Migran dan Perantau Keuskupan Agung Ende Rm. Edu Raja Para, Pr/ Foto : Erick Ratu Pr

Apa pun penekanan dan keunikannya, karya pastoral bagi para migran dan perantau menyentuh tiga aspek utama, yaitu karya pastoral bagi para migran di tanah rantau, pelayanan bagi keluarga yang ditinggalkan, dan gerakan bersama gereja kaum migran dan perantau. “Pastoral migran dan perantau sebenarnya tentang tiga hal itu,”kata Rm. Edu Raja Para.

Sharing Tiga Hari
Sejumlah keuskupan yang bergabung dalam kerja sama tripartit migran dan perantau membahas karya pastoral bersama bagi para migran, dalam pertemuan di Kemah Tabor, Mataloko, Flores, selama tiga hari (2 – 5 Oktober 2017).

Ketua penyelenggara Rm. Edu Raja Para, Pr. menjelaskan, pertemuan pastoral ini sebagai bagian dari kerja sama segitiga antara keuskupan asal, transit, dan keuskupan tujuan perantauan.

Keuskupan-keuskupan asal para migran yang hadir dalam pertemuan yaitu Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Larantuka, Ruteng, dan Denpasar. Sedangkan Keuskupan transit yang bergabung dalam tripartit yaitu Tanjung Selor. Sementara, keuskupan-keuskupan di Malaysia yang menjadi tujuan migrasi meliputi Keuskupan Sandakan, Keningan, dan Kota Kinabalu.

Kerja sama tripartit migran dan perantau, lanjut Romo Edu, sudah berjalan lebih dari lima tahun. Selain pertemuan-pertemuan yang mendiskusikan isu-isu pastoral migran dan perantau, kerja sama ini diwujudkan dengan pengutusan imam dari keuskupan-keuskupan di Flores untuk pelayanan Natal dan Paskah para migran di Malaysia.

Pertemuan di Mataloko merupakan kali kelima dalam kerja sama tripartit ini. Pertemuan ini mengangkat tema “Menjadi Gereja yang Semakin Peduli Terhadap Kaum Migran dan Perantau.” Tema ini, jelas romo Edu, diambil sejalan dengan seruan Paus yang mengajak umat untuk peduli pada sesama yang lemah.

“Dewasa ini semakin banyak orang yang tidak peduli dengan kehidupan sesama, terutama orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang kecil, orang-orang lemah. Sejalan dengan seruan Paus Fransiskus, agar kita menjadi gereja yang memar, gereja yang terluka, maka kami memilih tema Menjadi Gereja yang Semakin Peduli Terhadap Kaum Migran dan Perantau,” kata Romo Edu.