Home BERITA Mgr Ignatius Suharyo: Bukan Karena Prestasi Saya

Mgr Ignatius Suharyo: Bukan Karena Prestasi Saya

MIRIFICA.NET – Kamis siang, (05/09/19), bertempat di Gedung Karya Pastoral KAJ Lt.2, telah diselenggarakan konferensi pers Ketua KWI-Uskup Keuskupan Agung Jakarta-Uskup TNI/POLRI, Mgr. Ignatius Suharyo tentang pengangkatannya menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus.

Didampingi oleh Vikaris Jendral KAJ, Rm. Samuel Pangestu dan Pastor Kepala Paroki Katedral, Rm. Hani R. Hartoko, SJ, mulai pukul 11.00 wib. Berikut ini pernyataan Mgr. Ignatius Suharyo selengkapnya (transkrip audio – dari Live Streaming – Hidup Tv) :

Para kawan-kawan wartawan yang terkasih, saya ingin menceritakan satu dua hal, yang pertama, saya baru tahu bahwa saya ditunjuk menjadi kardinal oleh Paus Fransiskus…lebih lambat daripada umat  tahu; waktu itu handphone saya ramai sekali tetapi karena saya tidak tahu nomornya tidak saya angkat, baru ketika Nuncio, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia menelepon saya, saya tahu nomor beliau; saya diberi tahu bahwa saya ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi Kardinal, tentu saya terkaget-kaget karena tanpa pemberitahuan apapun sebelumnya; berbeda ketika saya ditunjuk sebagai uskup; itu ada diskusi yang panjang; diberitahu bahwa ditunjuk, kemudian diundang setuju atau tidak; kalau setuju tidak ada diskusi, kalau tidak setuju itu lalu ada diskusi panjang. Waktu itu ada diskusi panjang akhirnya saya setuju.

Itulah cara Vatikan untuk mengangkat orang-orang, bukan masalah kekuasaan bukan masalah apa-apa, tetapi masalah pelayanan yang diharapkan semakin luas. Sejauh saya tahu, yang diangkat oleh Bapa  Paus pada tahun ini ada 13 kardinal. Tiga diantaranya sudah berusia lebih dari 80 tahun. Silahkan membayangkan orang 80 tahun diangkat… Itu artinya ketika pribadi itu dihargai karena peranan mereka di dalam kehidupan Gereja Katolik. Yang sepuluh di bawah 70 tahun seperti saya, “kan kelihatannya belum delapan puluh tahun yah.” Tiga dari antaranya adalah pejabat di Vatikan, mereka adalah pimpinan-pimpinan lembaga di Vatikan, tujuh di antaranya adalah uskup-uskup diosesan seperti saya, Uskup Keuskupan Agung Jakarta. Yang menarik, siapa yang diangkat itu; dua orang dari Eropa: dari Luxembourg dan dari Italia masing-masing satu. Kemudian dua orang dari Amerika Latin dan yang diambil itu dari negara-negara yang tidak besar-besar amat seperti Brasilia dan sebagainya; tetapi dari Kuba, kita bisa membayangkan Kuba seperti apa dan dari Guatemala. Dari Afrika dua yaitu dari Republik Demokrasi Kongo dan dari Maroko. Satu dari Indonesia, saya dari Asia. Pemilihan ini kalau membaca siapa-siapa yang dipilih, diangkat oleh Paus untuk menjadi Kardinal kali ini menunjukkan beberapa hal yang menarik, sekurang kurangnya itulah tafsiran saya; saya belum bertanya kepada paus; tidak mungkin untuk bertanya tetapi inilah tafsiran saya.

Yang pertama: Gereja Katolik ingin menunjukkan Kekatolikannya, karena Katolik itu artinya umum; bukan apa-apa; Katolik itu artinya umum universal. Kalau dulu kardinal-kardinal itu kebanyakan dari Eropa dan dari negara-negara sebelah utara, sekarang semakin jelas bahwa ada internasionalisasi Dewan Kardinal di Vatikan… jumlah bisa menunjukkan hal itu.

Yang Kedua: adalah keterlibatan Gereja terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia; misalnya soal lingkungan hidup, soal pengungsi, soal kemiskinan, dialog antar iman; jadi salah satu yang diangkat adalah pimpinan Dewan Kepausan untuk hubungan antar agama… jelas sekali, arahnya ke mana. Yang kedua salah satu yang juga diangkat adalah sekretaris disalah satu Dicasteri, kalau di sini Kementerian yang mengusahakan perkembangan manusia integral-integral human development, seksi pengungsi, migran dan perantau, jadi jelas sekali arahnya.

Yang ketiga, pengangkatan atau Konsistori ini akan dilakukan pada tanggal 5 Oktober, waktu Vatikan memulai Sinode Khusus untuk Amazon. Kita semua tahu, Amazon maksudnya apa; pastinya berkaitan dengan lingkungan hidup; padahal biasanya konsistori ini dilaksanakan pada bulan November; dimajukan. Seperti halnya pemimpin-pemimpin sering membuat tindakan-tindakan simbolis; Paus juga membuat tindakan simbolik; sebelum memulai Sinode tentang Amazon diangkatlah kardinal-kardinal itu.

Mengenai Indonesia sendiri, sejauh dapat saya pahami; pengangkatan saya itu pasti bukan karena prestasi saya; tetapi karena tentu Gereja Katolik di Indonesia dan yang kedua adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa demikian? Yang pertama ada satu dua alasan yang ingin saya sebut:

Yang pertama: beberapa kali saya bertemu dengan Paus Fransiskus dalam berbagai macam kesempatan dan pembantu-pembantunya; yang selalu saya dengar adalah bahwa pimpinan Geraja Katolik di Vatikan sangat menghargai harmoni kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di dalam lintas iman; itu sangat-sangat dihargai; bahkan sekarang ini ada usaha-usaha bagi Vatikan untuk semakin memahami; Indonesia adalah negara yang penduduk muslimnya paling besar di dunia; tetapi Islam Indonesia belum begitu dikenal di Eropa; yang lebih dikenal adalah Islam Timur Tengah. Ada gerakan yang sangat jelas, saudara-saudara kita di Eropa ingin mengenal lebih baik, Islam di Indonesia karena memang berbeda.

Alasan yang kedua: tentu karena umat Katolik, sejak sebelum kemerdekaan sudah mempunyai peranan yang berarti bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia; saya selalu menyebut tonggak pertama yang tertulis adalah pada tahun 1922; ketika seorang misionaris Belanda menyatakan dengan tegas bahwa Gereja Katolik berpihak pada bangsa yang ditindas; yang mengatakan itu orang  Belanda,  misionaris Belanda tetapi dia dengan tegas mengatakan bahwa Gereja Katolik di Indonesia berpihak kepada orang-orang yang ditindas; artinya orang-orang Indonesia belum ada, waktu itu istilahnya adalah orang-orang pribumi; oleh karena itu pengangkatan saya, pelantikan saya nanti sebagai kardinal itu saya pahami dengan penuh syukur bukan karena saya.

Tetapi pertama: karena Gereja Katolik yang hidup di Indonesia ini; dengan segala macam usahanya untuk terlibat di dalam kehidupan bangsa; dan yang kedua adalah penghargaan terhadap realitas kehidupan di Indonesia ini; yang dapat… inilah yang harus diusahakan terus menerus dan banyak tantangannya kehidupan harmonis yang bisa menjadi tempat belajar bagi negara-negara dan komunitas lain, bahwa perbedaan itu tidak harus sama dengan perpisahan; tetapi perbedaan itu adalah kekayaan yang memperkaya sejarah; itu beberapa hal yang menurut saya perlu untuk disampaikan supaya perhatiannya tidak tertuju pada saya; salah kalau begitu! tetapi tertuju pada satu, Gereja Katolik Indonesia dan yang kedua kepada Bangsa Indonesia; itulah simbol, simbolik yang ditunjukkan oleh Paus dengan mengangkat saya menjadi kardinal (ada di) lingkungan Paus, yang setiap saat kalau dipanggil harus berangkat;  karena salah satu tugasnya, tentu adalah membantu memberikan saran-saran kalau diminta kepada Paus di dalam pelayanan baik Gereja Universal maupun Gereja setempat yang saya layani di Keuskupan Agung Jakarta ini; itu saja yang sementara yang dapat saya sampaikan. Terima kasih.