Beranda KWI KOMSOS KWI Bukan Media Cetak yang Kurang Diminati Tapi Minat Baca yang Rendah

Bukan Media Cetak yang Kurang Diminati Tapi Minat Baca yang Rendah

PERKEMBANGAN teknologi Informasi yang didukung perkembangan internet  telah menggeser minat baca masyarakat terhadap ativitas membaca buku. Hal ini terjadi tidak hanya di dalam negeri namun hampir di semua belahan dunia. Tumbangnya beberapa media cetak di tanah air menjadi bukti bahwa media cetak saat ini kurang diminati oleh masyarakat kita.

Namun pendapat ini dibantah oleh Budi Sutedja penggagas Indonesia Menulis. Menurutnya, tumbangnya beberapa dia cetak tanah air ini semata-mata bukan karena minat baca masyarakat kita beralih ke internet, namun karena memang minat baca masyarakat kita yang sangat rendah.

“Membaca hanya dimaknai sebagai rangkaian kata-kata yang dibunyikan. Tidak ada pemahaman menyeluruh tentang apa yang dibaca tersebut” ungkap suami Maria Herjani di sela-sela kegiatan pelatihan menulis produktif di Seminari Tinggi St. Mikhael Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (21/01/16).

Bahkan menurut Budi, minat baca masyarakat saat ini telah bergeser ke media online lebih karena media online menawarkan ragam hiburan.

Tak heran sebagai seorang dosen di Duta Wacana Yogyakarta, dia sangat prihatin karena minat baca mahasiswa sangat rendah. Ini dibuktikan dengan kebiasaan hanya membaca keyword saat mahasiswa harus membaca buku sebagai referensi bahan skripsi. Akibatnya, skripsi hanya dibuat dengan model menjahit pendapat dari beberapa tokoh saja.

“Tentu saja ini berakibat pada kualitas kelulusan mahasiswa” jelasnya

Rendahnya kebiasaan membaca masyarakat Indonesia, memacu Budi untuk membuat gerakan Indonesia Membaca. Diharapkan dengan pelatihan membaca maka minat baca masyarakat akan meningkat, pengetahuan mereka pun bertambah lalu mereka dapat menuangkan pengetahuan dalam bentuk tulisan dan berbagi kepada orang lain.

Jadi, menurut Budi, tak dimungkiri bahwa masyarakat akhir-akhir ini lebih gemar membaca media online dan menonton televise dibandikan membaca buku atau Koran. Ini karena tv dan media online mampu mennawarkan beragam tayangan menarik sehingga menyita perhatian.

Inilah yang tidak dimiliki oleh media cetak seperti buku dan koran.  “Penyebabnya adalah karena masyarakat lebih menyukai audio visual, ”jelas peraih penghargaan MURI dalam bidang tulisan.

Apalagi aktivitas membaca membutuhkan kemampuan konsentrasi tinggi daripada menonton TV atau membuka media sosial, sehingga menjadikan aktivitas membaca terkesan lebih berat dan sulit.

Namun demikian Budi optimistis bahwa buku akan tetap ada dan digemari oleh generasi yang akan datang, sekalipun isu ekologi seperti paperless telah diembuskan oleh banyak negara maju.

“Negara maju sengaja mengembuskan isu paperless kepada negara-negara berkembang, supaya mereka bisa berjualan teknologi komunikasi. Ini hanya permainan saja” tegas Budi.