Home BERITA CATATAN PRESS 2: Selalu Ada Ruang di dalam Tenda

CATATAN PRESS 2: Selalu Ada Ruang di dalam Tenda

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KWI, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Keluarga Katolik, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Pewartaan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, FABC, Sinode Para Uskup, Sidang Sinode Tahap Kontinental Asia

Ekaristi Pembukaan, Misa Roh Kudus dipimpin oleh Uskup Agung Tarcisio Isao Kikuchi SVD, Uskup Agung Tokyo dan Sekretaris Jenderal FABC; dan didampingi oleh Virgílio Cardinal do Carmo da Silva SDB, Keuskupan Agung Díli dan Louis Cardinal Marie Ling Mangkhanekhoun, Vikaris Apostolik Vientiane, Laos.

Dalam sharingnya Uskup Agung Kikuchi membagikan pengalaman pastoralnya ketika menjadi seorang misionaris di Afrika. Ia melihat situasi keputusasaan dan ketidakpedulian yang menghancurkan roh manusia dan jiwa kemanusiaan, dan situasi harapan dan cinta – keajaiban Ghana yang membawa kehidupan dan kegembiraan, yang dirayakan dalam semangat solidaritas.

Ekaristi Kudus diakhiri dengan pemberkatan Lilin yang diberikan kepada para moderator kelompok untuk diletakkan di atas meja mereka. Lilin-lilin ini, yang dinyalakan selama diskusi, melambangkan Terang Kristus yang menginspirasi dan mendorong diskusi menjadi sebuah refleksi perjalanan Sinode.

Mario Cardinal Grech, Sekretaris Jenderal Sekretariat Sinode, dalam pidato pembukaannya, mengingatkan para delegasi bahwa ‘kita semua adalah orang yang sedang belajar dalam Sinodalitas’ – . Ia mendorong kita untuk lebih memperhatikan suara-suara di dalam Gereja, terutama suara-suara yang mengggugah dan juga kepada mereka yang ‘tidak berbicara’. Kardinal Grech menekankan, “Gereja Sinode adalah Gereja yang mendengarkan” dan menekankan bahwa keberhasilan proses bergantung pada partisipasi aktif umat Allah dan para gembala (yang juga merupakan anggota Umat Allah). Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa pelaksanaan Sinodalitas yang benar tidak pernah menempatkan umat dan gembala dalam persaingan tetapi menjaga mereka dalam hubungan yang terus menerus, memungkinkan keduanya untuk memenuhi peran dan tanggung jawab mereka sendiri. Kardinal Grech menambahkan, “konsultasi di Gereja telah memungkinkan umat Allah menerapkan cara yang benar untuk berpartisipasi dalam fungsi Kenabian Kristus.”. Sebagai penutup, Kardinal Grech menekankan pentingnya mendengarkan.; mendengarkan Roh Kudus yang berbicara kepada Gereja dan bahwa frasa “Gereja sinode adalah Gereja yang mendengarkan: tidak boleh direduksi menjadi frasa retoris tetapi harus menggambarkan kebenarannya. Kardinal Grech memohon Roh Tuhan Yang Bangkit untuk membimbing budi para delegasi dan memberi mereka keberanian untuk menempuh jalan Sinode, yang merupakan jalan yang dibuka oleh Tuhan bagi Gereja milenium ketiga.

Ib Christina Kheng, dari Komisi Metodologi Sinode, memberikan wawasannya tentang perjalanan Sinode sejauh ini. Ia menekankan bahwa setiap orang yang hadir di Sinode adalah peserta dan bukan penonton. Ib Christina menekankan, “Tujuan Sinode, dan oleh karena itu konsultasi ini, bukan untuk menghasilkan dokumen, tetapi ‘untuk menanamkan mimpi, mendekatkan nubuat dan visi, mengembangkan harapan, menginspirasi kepercayaan, membalut luka, menenun bersama relasi, membangkitkan fajar harapan, belajar dari satu sama lain dan menciptakan budi yang cemerlang yang dapat mencerahkan pikiran, menghangatkan hati, memberi kekuatan pada tangan kita”, berdasarkan Dokumen Persiapan 32. Dia juga mengartikulasikan bahwa para peserta tidak diharuskan untuk hanya menghasilkan dokumen tetapi dibutuhkan untuk saling bertemu, berdialog, membangun relasi, bertumbuh sebagai komunitas yang cerdas dan mengalami berjalan bersama dalam Roh sebagai umat Allah di Asia.

Sinode sebagai proses refleksi dan para delegasi diperkenalkan dengan spiritualitas disermen. Hal ini diungkapkan oleh Fr. Anthony James Corcoran SJ, Administrator Apostolik untuk Kyrgyzstan. Fr. Anthony membantu para delegasi memahami bahwa disermen adalah sebuah perjalanan yang dibimbing oleh Roh Kudus, kematian yang diikuti oleh kebangkitan. Hal itu berarti melepaskan rencana, kepastian dan agenda seseorang, dan membiarkan diri dibimbing ke dalam kehidupan baru oleh pimpinan Roh Kudus yang tidak dapat diprediksi. Mengutip Evangelii Gaudium n. 51, “Adalah tepat untuk mengklarifikasi [disermen] apa yang bisa menjadi buah Kerajaan dan juga apa yang merugikan rencana Tuhan”, Fr. Anthony mengatur jalannya diskusi pada hari ini.

Fr. Clarence Devadass  menggarisbawahi proses dan perjalanan yang dilakukan oleh Satuan Tugas Sinode FABC untuk menghasilkan Draft Framework. Dalam presentasinya, Fr. Clarence menyoroti fakta bahwa Draft Framework adalah kertas kerja terbuka, yang disusun untuk membantu para delegasi melakukan perjalanan bersama melalui doa untuk mencermati, berdiskusi, dan berunding. Fr. Clarence menyoroti 5 bidang yang dibahas dalam draf makalah ini; Resonansi Asia, Ketegangan Asia, Realitas dan Divergensi Asia, Kesenjangan yang Diidentifikasi dalam Tanggapan Asia dan Prioritas dari Tanggapan Asia. Fr. Clarence menekankan bahwa Rancangan Kerangka dimaksudkan untuk memicu proses disermen, sehingga hasil akhirnya benar-benar mewakili mimpi, harapan, aspirasi dan rasa sakit yang menggema di Benua Asia.

Fasiltator hari itu adalah Uskup Stephen Chow SJ, Uskup Hong Kong, Ib. Susan Pascoe, Anggota Satuan Tugas Sinode untuk  Tahap Kontinental dan Joy Candelario, Peserta Sidang Kontinental Asia tentang Sinodalitas dari Konferensi Para Uskup Filipina.

Para delegasi diundang untuk merenungkan, dalam doa pribadi, atas tiga pertanyaan: Apa pengalaman mereka tentang Proses Sinode? Apa yang mereka lihat seturut tugas mereka di dalam Sidang ini? Apa pendapat mereka tentang proses ‘Percakapan Rohani?’

Setelah makan siang, para delegasi bertemu dalam kelompok, berdiskusi dan melaporkan pengamatan mereka pada bagian pertama Draft Framework.

Newsletter No.1-4 – Synod Asia Assembly