Beranda OPINI “Geliat Study Tour” di Negara Singapura (Revolusi Mental – Pendidikan Karakter –...

“Geliat Study Tour” di Negara Singapura (Revolusi Mental – Pendidikan Karakter – Pemanusiaan Manusia)

SMA dan SMK Asisi Siantar mengadakan study tour di Singapur.

Prolog

Kita pantas mengakui Ki Hajar Dewantoro sebagai “Nabi” besar Indonesia yang membawa pencerahan (aufklarung) bagi dunia pendidikan Indonesia. Asli karakter pendidikan yang telah dirintis Ki Hajar Dewantoro yakni pendidikan menjadi sarana untuk memanusiakan manusia, pendidikan merupakan medan hidup manusia. Di satu pihak, pendidikan terbentuk dari realitas manusia sebagai makhluk rasional yang secara individual dan kolektif mengekspresikan dirinya dalam berbagai daya kreasi dan actus akhlak mulia. Di lain pihak, pendidikan membentuk manusia menjadi pribadi utuh yang memiliki keutamaan-keutamaan tertentu.

            Mengapa Ki Hajar Dewantoro gigih memperjuangkan pendidikan di Indonesia? Bila ditilik secara terminologis, term pendidikan itu sendiri berarti membebaskan. Orang yang hidupnya terkurung dalam tirai ketakberdayaan, tersekat di dunia yang sempit, gelap dan pengab, dihantar keluar (e-ducere) menuju dunia yang luas, cerah, terang, bebas dan lapang. Titik perjuangan Ki Hajar Dewantoro berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi negara Indonesia yang waktu itu terkungkung di bawah penjajah asing, dimana orang-orang pribumi hidup di dalam dunia yang sangat tersekat dan terbatas ruang geraknya. Lewat dunia pendidikan, beliau ingin membebaskan bangsanya dari penjajahan, kemiskinan dan kebodohan. Perjuangan demi perjuangan, setelah mengalami etape pembuangan, yang sempat dieksodus ke negeri Belanda bersama rekannya Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesumo, karena kritikan tajamnya lewat tulisan : Als ik eens Nederlander was, andaikata aku seorang Belanda, maka akhir tahun 1921 setelah masa pembuangan, beliau terjun secara utuh dalam dunia pendidikan guna mewujudkan impian luhurnya, dengan mendirikan Taman Siswa yang bertujuan menghimpun kaum muda Indonesia untuk menuntut ilmu. Melalui Taman Siswa, maka pendidikan yang ingin dikembangkannya adalah pendidikan yang sanggup mengakui hak anak didik atas kemerdekaan untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan karakternya. Lewat dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantoro memberikan landasan yang kokoh sebagai basis mengembangkan tiga pilar pendidikan ke depan yaitu : Ing-Ing-Tut. Pertama; Ing Ngarso sung tulodo; Kedua; Ing Madya mangun karso; Ketiga; Tut Wuri Handayani. Dengan ajarannya ini, dapat kita simpulkan bahwa walaupun telah tiada namun nama sosok Ki Hajar Dewantoro masih hidup diantara kita dalam bentuk ide, gagasan, nilai-nilai hidup, prinsip hidup dan way of life yang pernah diletakkan di Indonesia.

Jokowi : Revolusi Mental Menuju Indonesia Pintar

Masih segar dalam ingatan kita ungkapan Presiden terpilih Joko Widodo saat menjalani masa kampanye dan debat capres yang mengatakan bahwa jika dirinya terpilih menjadi Presiden RI, maka akan mengeluarkan empat Kartu Sakti untuk mewujudkan visi dan misinya dalam membangun Indonesia. Keempat Kartu Sakti itu antara lain : kartu ”Indonesia Pintar”, “Indonesia Sehat”, “Indonesia Kerja”, dan “Indonesia Sejahtera”. Program Indonesia Sehat dan Cerdas harus bersentuhan langsung dengan masyarakat Indonesia di seluruh pelosok tanah air, terutama pembenahan infrastruktur vital di daerah-daerah harus menjadi sasaran prioritas Jokowi – JK dalam masa pemerintahannya.

Banyak visi dan misi serta program yang telah ditetapkan. Adalah satu program dari visi dan misi pasangan Jokowi – JK yang sangat menyentuh dunia pendidikan yakni KARTU INDONESIA PINTAR. Bahwa hal penting yang harus dibangun adalah pembangunan manusia. Pembangunan manusia sangat ditentukan oleh dunia pendidikan agar menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berdaya saing di dunia internasional. Untuk mencapai mimpi besar ini, pendidikan karakter itu penting. Dan supaya pendidikan karakter itu dibangun dengan baik, diperlukan adanya revolusi mental. Mental manusia Indonesia harus diubah dengan pendidikan karakter. Pasangan Jokowi – JK mampu memberikan langkah kebijakan sebagai solusi dengan memprogramkan KARTU INDONESIA PINTAR dan mengusung pendidikan karakter.

 Pendidikan : Pembentuk Karakter Bangsa

Sejatinya, pendidikan merupakan sarana pembentuk karakter bangsa. Mengapa? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dan usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan, Karakter artinya cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Jadi, pendidikan berkarakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sarana yang penting dalam pembentukan karakter setiap warga dalam suatu bangsa. Peranan pendidikan akan dapat mempengaruhi kokohnya keimanan dan secara tidak langsung juga moralitas dan karakter bangsa. Fakta historis telah menunjukkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimulai secara nyata dari adanya kecerdasan. Kecerdasan dapat berfungsi setelah disentuh oleh pendidikan dan para penyentuhnya adalah para guru di sekolah. Kecerdasan adalah asset utama untuk melestarikan bangsa itu sendiri. Apapun yang dimiliki oleh suatu bangsa tak akan berarti bila pengelolaannya tidak dilandasi oleh kecerdasan. Akhirnya dengan sedikit spirit kecerdasan yang kita miliki mari sekali lagi kita mengucapkan proficiat buat bapak/ibu guru yang adalah pahlawan tanpa tanda jasa.

 Pendidikan Karakter : Pembentuk Budaya Sekolah

Sebuah term yang perlu dijelaskan adalah term “budaya”. Secara harafiah, pengertian budaya (culture) berasal dari kata Latin Colere, yang berarti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Ashley Montagu dan Ghristoper Dawson mengartikan kebudayaan sebagai way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, budaya adalah :”keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar” (Supriyadi & Guno : 2009 : 4).

Pendidikan  karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas. Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah yang ada di Indonesia, baik negeri maupun swasta.  Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.

 Study Tour : Sarana Belajar Lintas Negara

Yayasan Puteri Hati Kudus (YPHK) merupakan salah satu karya pendidikan yang di kelola oleh para Suster Kongregasi FCJM dengan semangat pendiri Muder Maria Clara Pfander dan teladan hidup St. Fransiskus Assisi. Model pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan berbasis IT mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Tujuannya berusaha menjawab tuntutan zaman tentang pendidikan berkarakter dan berakhlak mulia. Hal ini sebagai upaya untuk membenahi peserta didik dengan tenaga kependidikan yang handal dan profesional. Penerapan pendidikan terhadap anak didik serentak juga dengan pembinaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan. Menjawab tuntutan tersebut, yayasan ini berupaya membuat program tahunan terencana bagi peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, berupa  workshop, retret tahunan, dan lain – lain.

Salah satu program di tingkat SMA dan SMK yang baru saja terlaksana adalah study tour. Study tour yang di adakan di Singapura selama lima hari menjadi satu kesempatan yang sangat baik untuk mempraktekkan kemampuan berbahasa Inggris dan juga kesempatan untuk melihat suasana belajar di Negara asing, mempersiapkan diri dalam era globalisasi yang makin lama makin maju. Penerapan English morning dan English club di lingkungan sekolah menjadi nyata saat mereka berhadapan dengan siswa/i di Negara asing. Hal ini membantu mereka untuk semakin bersemangat dalam belajar, memperluas wawasan berpikir dan semakin optimis dalam mencapai cita-cita dan masa depannya. Selalu ada keyakinan bahwa geliat study tour ini menjadi wahana untuk berkompetisi secara ilmiah. Program pendidikan seperti ini harus dipertahankan karena memberikan pelajaran serta pengalaman berharga bagi dunia pendidikan anak. Minimal ada banyak pengalaman dari negara Singapura yang di bawa ke Indonesia, secara khusus dalam lingkungan pendidikan setempat.

Yayasan dan pihak sekolah mampu menghadirkan terobosan yang berlevel internasional. Ketua Yayasan Puteri Hati Kudus (YPHK), Sr. Frederika Hasugian, FCJM bersama Kepala Sekolah SMK Assisi Sr. Agnes Tambunan, FCJM dan Kepala Sekolah SMA Assisi, Sr. Ernestine Simatupang, FCJM memberikan gambaran bahwa study tour menjadi salah satu program rutin SMK dan SMA karena merupakan sarana yang cocok bagi mereka dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris, menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang IPTEK, dan menjalin silaturahmi antara pihak sekolah SMA dan SMK Assisi Siantar dengan negara asing. Kita berharap bahwa geliat study tour ini akan menjadi wahana untuk mendukung anak-anak bangsa semakin cerdas, kreatif, dan mengenal diri serta mengubah mental mereka dari yang kurang kompetitif menjadi lebih berkompetitif. Jika hal tersebut terlaksana, sadar atau tidak sadar program revoluasi mental sedang kita hidupkan.

 Epilog

Bahwa karena rasa cinta yang amat mendalam terhadap bangsa dan negara, api patriotisme dan Nasionalisme harus dinyalakan dalam tungku pendidikan. Kerelaan dan kesadaran untuk berbuat sesuatu yang baik bagi bangsa dan tanah air berarti kita turut mengekspresikan kecintaan pada Republik Indonesia serta menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dan negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pancasila dan UUD 1945 agar tetap bermegah di mata dunia dan sekitarnya. Dengan demikian, Thomas Hobbes (sang filsuf) meyakinkan kita bahwa sifat-sifat manusia seperti persaingan, malu-malu dan kemegahan selalu ada dalam watak manusia sehingga apabila tidak diwaspadai akan terjadi “Bellum omnium contra omnes”, perang semua melawan semua dan pada saat itu manusia akan tampil sebagai “homo homini lupus”, manusia menjadi serigala bagi sesamanya manusia. Manusia yang tidak memiliki daya saing akan berusaha menghancurkan manusia yang sangat kompetitif dengan segala macam cara.

            Lantas apa yang diharapkan dari pendidikan zaman ini? Dunia berkembang sangat kompleks. Teknologi menjadi pemacu utama yang membuat orang kaget setiap waktu. Situasi dan suasana yang serba baru selalu bermunculan setiap saat. Maka pengaruh kemajuan teknologi membuat manusia kewalahan dalam mempertahaankan hal-hal yang baik. Dalam situasi demikian, kemajuan zaman yang begitu cepat menantang sekaligus menuntut tanggung jawab atas dunia pendidikan kita. Tantangan kemajuan zaman akhirnya menghadirkan sikap mental instant dan jalan pintas untuk mencapai kualitas atau kesuksesan tanpa proses. Prinsip klasik :”berjuang sekuat tenaga dulu baru dapatkan hasil yang baik” gugur. Orang harap gampang tanpa proses, serba instant itu yang bertumbuh subur, wajah pendidikan makin suram. Maka yang  menjadi harapan kita adalah penataan dunia pendidikan yang lebih baik karena dunia pendidikanlah yang menjadi oven pemanusiaan manusia. Tugas dan tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan adalah janganlah mereduksi misi pemanusiaan manusia hanya sebatas penataan intelek/otak saja, tetapi perlu pendidikan budi pekerti, pembentukan mental, pembinaan iman, opus manuela serta pendidikan watak yang sejalan sehingga out put dari dunia pendidikan tetap menghasilkan insan-insan pecinta kebenaran yang berkepribadian utuh tanpa pincang. Revolusi mental adalah solusi yang terbaik untuk Indonesia.

Keterangan foto: SMA dan SMK Asisi Siantar mengadakan  study tour ke Singapura