Beranda KOMSOS KWI PEKAN KOMSOS Jurnalisme Dan Misi Perdamaian

Jurnalisme Dan Misi Perdamaian

Jurnalisme Dan Misi Perdamaian 

Peredaran berita palsu (hoax) akhir-akhir ini kian marak terjadi dan bagai wabah yang menggerogoti perdamaian dunia. Di beberapa Negara, hoax memiliki kaitan dengan budaya April Mop, yaitu sebuah tradisi memperdaya orang lain dengan berbagai berita bohong sekedar untuk bahan lelucon. Namun saat ini berita hoax justru disalahgunakan untuk mencemarkan nama baik sesesorang atau golongan demi menjatuhkan martabatnya. Berita hoax telah membuat anak bangsa saling membenci dan melakukan perbuatan kriminal dan kerusuhan.

Berita hoax sangat berdampak negatif terhadap masyarakat. Berita hoax telah menjadi pengalih isu, pemicu kepanikan publik atau pertikaian antar individu, kelompok, maupun Negara. Berita hoax juga membuat manusia banyak menghabiskan waktu dan uang untuk hal-hal yang tidak berguna.

Paus Fransiskus menyinggung masalah berita palsu dalam pesannya di “Hari Komunikasi Dunia”. Beliau menggambarkan keterkaitan antara fenomena berita palsu dangan alkitab tentang Adam, Hawa, ular, dan buah terlarang. Paus Fransiskus menyebutkan peristiwa Hawa yang tertipu oleh ular sebagai kasus berita palsu pertama. Dalam kisah kejadian, ular meyakinkan Hawa dan Adam untuk memakan buah terlarang dari pohon pengetahuan tentang kebaikkan dan kejahatan. Kemudian Hawa dan Adam mempercayainya dan memakan buah terlarang tersebut. Hal tersebut menyebabkan mereka terusir dari Taman Eden (Kej 3:1-24 konteks manusia jatuh ke dalam dosa). Penyebaran berita hoax harus ditanggulangi. Selain berdampak buruk bagi kehidupan bersama, penyebaran berita palsu juga adalah dosa, seperti telah ditegaskan oleh Paus Fransiskus. Ada macam-macam cara yang bisa dilakukan, misalnya pertama-tama kita harus berhati-hati dengan judul provokatif yang sedang beredar. Lalu kita perlu tahu darimana sebuah berita itu berasal. Bila informasi tersebut meragukan atau terasa ganjil periksalah faktanya dengan mencari situs web yang lain dengan berita yang sama, dan perhatikan keberimbangan sumber beritanya. Jika hanya satu sumber, berita tersebut bisa saja opini. Oleh karena, itu kita jangan terburu-buru untuk percaya berita-berita yang tidak jelas kebenarannya sebelum mencari tahu kebenaran berita tersebut.

Selain itu, para jurnalis atau pemberi informasi/berita, dalam setiap pemberitaannya tidak menciptakan konflik tetapi bagaimana menyelesaikan konflik. Jangan sampai, mereka justru membuat konflik semakin berkepanjangan atau membuat situasi semakin panas dan menghebohkan. Maka diperlukan jurnalisme damai. Tujuannya, agar dapat memposisikan berita- berita sedemikian rupa yang dapat mendorong dilakukannya analisis konflik dan tanggapan tanpa adanya kekerasan. Jurnalisme damai ini memberi perhatian pada sebab-sebab struktural dan kultural dari kekerasan yang terjadi dalam kehidupan daerah konflik. Menurut Jake Lynch dan Annabel McGoldrick, jurnalisme damai terwujud ketika para redaktur dan reporter menetapkan pilihan-pilihan bersifat damai tentang berita apa yang akan dilaporkan, dan bagaimana cara melaporkannya. Jurnalisme damai bertujuan mempromosikan prakarsa perdamaian dari pihak manapun dan menciptakan peluang bagi sebagian besar masyarakat untuk mempertimbangakan dan menghargai tanggapan tanpa kekerasan terhadap konflik bersangkutan. Jurnalisme damai tidak memihak pada salah satu pihak yang bertikai, tetapi lebih menyorot aspek-aspek yang mendorong penyelesaian konflik. Maka diangkatlah hal-hal yang bersifat mendukung kearah perdamaian.

Salah satu contoh penerapan jurnalisme damai misalnya berita hoax tentang penganiayaan pemuka agama. Berita bohong ini telah menyebabkan munculnya keresahan pada sejumlah tokoh-tokoh agama, bahkan masyarakat. Setelah terungkap, para pelaku penyebar berita bohong dan penyerangan terhadap pemuka agama ternyata dilakukan atas dasar politik. Dalam konteks persoalan seperti ini alangkah baiknya jika media memberikan inisiatif solusi terhadap setiap masalah atau situasi yang terjadi, bukan menambahkan situasi menjadi semakin panas.

Tentu kita ingin selalu berada dalam situasi bangsa yang damai dan aman. Oleh karena itu, kita perlu menemukan cara agar dapat mengurangi atau mengatasi persoalan penyebaran berita hoax dan dampak negatif yang diakibatkannya. Kita dapat menggunakan solusi yang bersifat preventif dan solusi yang bersifat represif.

Pertama, Solusi preventif. Preventif artinya “mencegah”, maka solusi preventif yang dimaksudkan adalah segala macam tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencegah siapapun memproduksi berita hoax atau menyebarkannya. Solusi preventif berupaya menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran kolektif yang sama yakni menjaga keutuhan hidup bersama, serta menjadi bangsa ini tempat yang baik, damai dan aman bagi kita bersama.

Bapak Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia telah meletakkan dasar yang kuat sebagai falsafah bangsa yakni pancasila dan pengakuan akan kenyataan pluralitas yang tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, kita memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pada dasarnya beliau sudah sangat memahami bahwa bangsa kita memiliki beragam suku, ras, budaya, dan agama yang berbeda-beda. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, dan untuk itu perlu menjadi kesadaran kolektif.

Supaya nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sungguh-sungguh tertanam dalam diri setiap insan manusia Indonesia dan menjadi kesadaran bersama maka nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka tunggal Ika harus sudah tertanam dalam diri manusia Indonesia sejak dini. Penanaman nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ini dengan sendirinya akan menciptakan mental dan budi pekerti yang baik dalam diri setiap insan manusia Indonesia, atau membentuk karakter, kepribadian, dan perkembangan sosial menjadi baik. Penanaman nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika didapatkan baik dari sekolah/pendidikan formal maupun lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan keluarga dan masyarakat (non formal).

Peranan pendidikan formal (sekolah) sangat penting untuk membentuk kesadaran bersama/kolektif. Dari pendidikan kita tidak hanya dapat meningkatkan kapasitas intelektual tetapi juga pendidikan untuk meningkatkan kesadaran akan nila-nilai moral khususnya dari pelajaran tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Intelektualitas dan moralitas harus berjalan seimbang. Karena dalam kehidupan bersama untuk menciptakan kehidupan yang damai dan aman bagi kita umat manusia nilai-nilai moral harus menjadi pertimbangan mendasar sebelum intelektual dipraktikkan didalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa ada yang namanya kurikulum sekolah saat ini? Karena sekolah harus mendukung terbangunnya pribadi yang kuat secara intelektual sekaligus pribadi yang menjunjung tinggi moralitas. Oleh karena itu, mata pelajaran yang berkaitan dengan moral dan budi pekerti juga harus mendapat prioritas. Untuk meningkatkan nilai-nilai kehidupan dan moral terutama pada anak usia dini (anak yang baru memasuki dunia pendidikan atau yang disebut PAUD, TK, dan SD) kurikulum sekolah seharusnya lebih memprioritaskan pembangunan moral atau budi pekerti, karena masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk membentuk kepribadian dan internalisasi nilai-nilai moral. Persentase perbandingan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembangunan moral dan budi pekerti harus lebih tinggi dengan pelajaran-pelajaran untuk mengembangkan tingkat intelektual (kira-kira perbandingannya berkisar 80:20).

Untuk anak remaja pada masa sekolah menengah pertama, prioritas masih tetap membangun moral dan budi pekerti meski pengajarannya sedikit dikurangi (kira-kira perbandingannya berkisar 60 : 40). Karena remaja pada masa ini masih mencari jati diri, dan perlu mengenal tentang bagaimana cara menghadapi dan menyaring pengaruh-pengaruh yang kuat  dari luar.

Pada saat anak sudah memasuki tingkat sekolah atas, prioritas pembangunan moral dan budi pekerti seimbang (kira-kira perbandingannya berkisar 50 : 50). Namun sekarang perlu pula pengajaran yang bersifat membangun spiritualnya, seperti camping pramuka, latihan leadership, retret, dll. Pada masa ini anak sudah hampir melewati masa remaja. Mereka telah mengenal lebih baik kemampuan, bakat dan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat memilih bidang yang sesuai dengan kemampuan dan minat mereka. Maka penjuruan pada mata pelajaran menjadi sangat penting untuk mendukung apa yang menjadi minat mereka serta kemampuan yang sesuai dengan yang mereka miliki.

Pada tingkat pendidikan penguruan tinggi (yang sudah memasuki perkuliahan), peserta didik telah menjadi pribadi yang dewasa. Mereka telah memiliki kapasitas mental, moral, dan spiritual yang baik, maka saatnya untuk lebih fokus kepada apa yang sungguh-sungguh menjadi minat mereka. Pendidikan perguruan tinggi dimaksudkan supaya peserta didik siap untuk bekerja. Maka materi yang berkaitan dengan moral, budi pekerti, dan materi khusus untuk jurusannya kira-kira perbandingnya antara 80 : 20 : 20.

Sekolah dapat juga melaksanakan kegiatan untuk memacu kepekaan sosial peserta didik seperti kegiatan OSIS yang mengajak teman-teman satu sekolah untuk melakukan gerakan aktif. Misalnya, mengumpulkan sumbangan untuk teman yang mengalami musibah, atau melakukan kegiatan bakti sosial di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Pendidikan non formal juga tidak kalah pentingnya. Misalnya, lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam pengembangan moral seorang anak. Semakin bagus kualitas pengasuhan anak, berarti semakin banyak dan bagus jalur belajar yang dibentuk otaknya. Peranan orang tua sangat perlu pula dalam membentuk karakter anak menjadi pribadi yang baik. Anak akan tumbuh sesuai dengan karakter yang telah ditanamkan atau diajarkan oleh orang tuanya. Baik buruknya karakter anak adalah hasil dari didikan yang selama ini di ajarkan orang tua padanya.

Pembentukan karakter dalam pengembangan moralitas seorang anak juga dipengaruhi lingkungan sosialnya. Pada usia dini anak sangat tergantung dengan orang-orang disekitarnya, sehingga baik buruknya pengaruh yang diserap atau diterima seorang anak tergantung pada hal- hal yang didapat dari luar dirinya. Untuk ituperlu adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnyabersama- sama, baik event kenegaraan maupun keagamaan yang dapat mengembangkan moral dan budi pekerti meraka. Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegitan yang berbasis budaya. Jika nilai-nilai budaya kita kuat, kita akan mampu menangkal dampak buruk dari perkembangan globalisasi dan teknologi.

Para tokoh publik, seperti tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, dan pemerintah bisa juga mengambil peran dengan senantiasa mengingatkan pentingnya menjaga keutuhan hidup bermasyarakat dengan bijaksana menggunakan media sosial. Hal ini dapat dilakukan dalam setiap pembiacaraan-pembicaraan publik yang mereka lakukan. Seperti pada saat berpidato, ceramah di tempat ibadah, dll para tokoh publik tersebut dapat menyelipkan informasi-informasi mengenai jurnalisme damai.

Kedua, solusi yang bersifat represif. Tindakan represif, yaitu suatu tindakan yang dilakukan pada saat penyimpangan sosial terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat dihentikan. Contohnya polisi menangkap para penyebar berita hoax di Jawa Barat. Dalam solusi kedua ini yang banyak berperan ialah para pihak berwajib atau aparat hukum. Pihak berwajib akan melakukan penangkapan dan penahanan sesuai yang diputuskan dalam persidangan. Penanggulangan dengan upaya represif ini untuk menindak lanjuti para pelaku sesuai dengan perbuatannya serta menyadarkan mereka bahwa yang telah mereka perbuat itu telah melanggar hukum.

Di Indonesia, telah banyak instrumen hukum dan undang-undang yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menangkap atau menghukum pihak-pihak yang telah menyebarkan berita hoax. Selain itu, di dalam jurnalisme telah ada etika jurnalistik yang harus ditaati oleh semua jurnalis. Di Negara Indonesia, bagi jurnalis yang melakukan penyebaran berita hoax akan mendapat hukum pidana dan dikenai pasal 378 KUHP dan pasal 28 ayat 1 UU ITE. Penyebaran berita hoax ini merupakan tindakkan pidana penghinaan yang berupa fitnah. Berita hoax adalah berita yang tidak mengandung unsur kebenaran didalamnya, apa yang dituduhkan tidak pernah dibuat oleh orang yang tertuduh. Perbuatan ini pula dapat dikenai hukum pidana tentang fitnah/pencemaran nama baik (pasal 311 KHUP dan pasal 27 ayat 3 UU ITE). Penerapan hukum yang tegas bagi para pelaku akan berdampak baik bagi upaya penanggulangan penyebaran berita hoax.

Untuk memberikan informasi yang layak dan pantas serta berpotensi fakta dan benar merupakan sebuah tugas yang sangat penting bagi para jurnalis. Untuk mengedepankan sebuah misi damai para jurnalis harus dapat memberitakan suatu berita yang berakibat perdamaian artinya untuk menjadi jurnalis atau wartawan harus memilikisikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.

Oleh sebab itu, seperti pesan Paus Fransiskus, setiap insan pembawa berita harus menghadirkan berita akurat, lengkap dan benar serta tidak berat sebelah. Karena menurut Paus hal semacam berita hoax ini merupakan “dosa besar yang menyakiti jantung pekerjaan jurnalisme dan juga merugikan orang lain”. Bagi paus Fransiskus menghadirkan informasi terpercaya dengan data yang terverifikasi dapat menumbuhkan sikap kritis para pembacanya, yang dapat membuat mereka menanyakan sejumlah hal kepada diri sendiri untuk mencapai kesimpulan akhir. Paus Fransiskus menyarankan agar masyarakat dapat membedakan kebenaran dengan kebohongan atau apakah berita tersebut memprovokasi pertengkaran atau sebaliknya. Jurnalisme bukan sekedar pekerjaan, tetapi sebuah misi, dan wartawan merupakan pelindung berita yang menyuarakan jurnalisme perdamaian.

Penulis: Fani Chelsea Anderesta, SMA Karya Budi Putussibau Putussibau

Kredit Foto: http://ochadungdeee.blogspot.com/