Beranda BERITA Pertemuan Rektor Seminari Se-Indonesia: Mgr. Robertus Rubiyatmoko: “Jadilah Formator Pemelihara”

Pertemuan Rektor Seminari Se-Indonesia: Mgr. Robertus Rubiyatmoko: “Jadilah Formator Pemelihara”

MIRIFICA.NET – 22 Juni 2022, Mgr. Robertus Rubiyatmoko sebagai Ketua Komisi Seminari KWI membuka acara Pertemuan Rektor Seminari Se-Indonesia dengan perayaan Ekararisti. Perayaan Ekaristi pembukaan ini dengan konselebran Rm Y. Fusi Nusantoro (Rektor Seminari Menengah St Vincentius A Paulo Garum) dan Rm J. Kristanto S (Sekretaris Komisi Seminari KWI) dan diiringi oleh orkes Serenade. Sebanyak 60 Romo Rektor hadir dengan antusias di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan untuk mengikuti pertemuan ini.

Tema pertemuan adalah “Human Formation dalam Formatio di Seminari”. Mgr. Rubi menekankan bahwa tugas utama para Formator adalah menjadi pemelihara. Formator yang pemelihara adalah formator yang mau, terpanggil untuk merawat para calon-calon imam supaya menjadi para imam yang matang dan seimbang antara rohani dan kemanusiaannya.

Perayaan Ekaristi Pembukaan Pertemuan Rektor Seminari Se-Indonesia/doc: Uppkas

Dalam homili, Mgr Robertus Rubiyatmoko memberikan analogi Romo rektor seminari adalah pribadi-pribadi yang memelihara pohon-pohon buah yang bijinya sudah ditanam di seminari. Pohon-pohon ini diibaratkan sebagai para calon imam yang tentunya memiliki kualitas yang berbeda. Tugas para Formator adalah memelihara, merawat para calon imam dengan berbagai cara supaya dapat berbuah dengan baik. Hal ini tentu tidak mudah, terlebih kita sedang berhadapan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Formator perlu belajar bersama supaya mahir merawat benih-benih dari Tuhan ini, supaya nantinya menjadi imam yang baik.

Mgr. Robertus Rubiyatmoko juga berharap dalam pertemuan yang berlangsung selama 4 hari ini mampu memberikan insight-insight baru kepada seluruh peserta dan mampu memberikan bekal dalam mempersiapkan para calon imam yang memiliki sisi manusiawi yang integral dan dewasa. Human Formation, dimensi manusia ini wajib diolah secara baik. Supaya dalam tiap tahap formasi, para calon imam memiliki kematangan kepribadian sehingga harapannya ketika ditahbiskan menjadi imam nantinya, pribadi ini tidak ada beban yang ditanggung. Jangan sampai ada ‘cacat pusaka’ yang tidak terselesaikan.