Home OPINI Pelantikan Pastor Paroki

Pelantikan Pastor Paroki

Pelantikan Pastor Paroki

 *RD Rikardus Jehaut

Pendahuluan

Tentang pelantikan seorang imam menjadi pastor paroki seringkali muncul beragam pertanyaan di kalangan umat beriman. Apakah sebuah keharusan menurut hukum, upacara  pelantikan  pastor paroki dibuat dalam perayaan Ekaristi ataukah dapat juga dilakukan extra Missam, luar perayaan Ekaristi? Jika, dibuat didalam perayaan Ekaristi, apakah sebuah keharusan secara liturgis, pastor paroki yang dilantik tersebut mendaraskan Credo? Siapakah yang berwenang melantik pastor paroki?  Hal-hal apa apakah yang sesungguhnya menjadi unsur  penting dalam upacara pelantikan tersebut? Bagaimana hukum Gereja mengatur hal ini?

Penting untuk disadari bahwa Kitab Hukum Kanonik 1983 tidak mengatur tata cara liturgis pelantikan pastor paroki. Legislator Universal secara eksplisit menegaskan bahwa Kitab Hukum Kanonik tidak menentukan ritus yang harus ditepati dalam perayaan-perayaan liturgis; karena itu, undang-undang liturgis yang berlaku sampai sekarang tetap mempunyai kekuatan hukum, kecuali secara jelas berlawanan dengan ketentuan hukum kanon (bdk. KHK kan. 2).

Satu diantara norma liturgis extra codicem yang menjadi rujukan untuk pelantikan pastor paroki adalah Cæremoniale Episcoporum, sebuah dokumen yang berhubungan dengan pedoman upacara liturgis yang melibatkan uskup diosesan. Ada beberapa pokok pikiran yang tertuang dalam dokumen ini menyangkut pelantikan pastor paroki baru yang perlu diketahui sekaligus untuk sedikit menjawabi pertanyaan-pertanyaan di atas.

Pelantikan dan Perayaan Ekaristi

Pelantikan adalah suatu peresmian seseorang setelah ditetapkan atau diangkat untuk suatu jabatan tertentu.  Dalam konteks pelantikan pastor paroki, pelantikan adalah sebuah moment ketika seorang pastor paroki baru secara resmi dipresentasikan kepada umat beriman di Paroki tersebut. Kendati tidak ada keharusan secara hukum, namun sangat dianjurkan upacara pelantikan ini dibuat secara liturgis lewat perayaan Ekaristi Kudus (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1187).

Secara teologis pastoral, menempatkan upacara ini dalam konteks Ekaristi membantu pastor paroki baru dan umat beriman di paroki tersebut menyadari tanggungjawab mereka bersama sama di hadapan Allah untuk melayani Kristus di dalam Gereja-Nya dan mempromosikan misi Allah melalui kekudusan dan keteladanan hidup, baik secara pribadi maupun secara komunal sebagai persekutuan umat beriman.

Uskup Sebagai Pelantik

Umumnya upacara pelantikan pastor paroki dilakukan oleh Uskup (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1186-1187). Mengapa Uskup? Jawaban atas pertanyaan ini harus dicari dalam konteks eklesiologis: Uskup adalah kepala pelayan misteri Allah dan pengawas sekaligus  promotor dari seluruh kehidupan liturgis gereja partikular yang dipercayakan kepadanya. Oleh karena itu, manifestasi paling agung dari Gereja Partikular menjadi kelihatan ketika uskup hadir merayakan Ekaristi, dikelilingi oleh para imam dan petugas liturgi, dan dengan partisipasi yang aktif dan penuh dari seluruh umat Allah.

Fungsi uskup sebagai seorang guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci dan gembala utama Gereja Partikular, menjadi kelihatan terutama dalam perayaan liturgi suci yang ia rayakan bersama dengan umat Allah. Jadi, perayaan suci yang dipimpin oleh uskup memanifestasikan misteri Gereja di mana Kristus sendiri hadir; dan karena itu bukan sekedar sebuah upacara seremonial belaka. Dan sekalipun uskup merayakan Ekaristi tanpa kehadiran banyak imam atau umat beriman, perayaan tersebut harus ditata sedemikian sehingga ia tetap tampak sebagai imam besar bagi kawanan domba yang dipimpinnya yang bertindak demi kepentingan seluruh Gereja. Jadi, ketika seorang Uskup mengunjungi paroki untuk perayaan tertentu, sangat dianjurkan bahwa para imam mengambil bagian dalam perayaan tersebut.

Jika Uskup Diosesan tidak dapat melakukannya sendiri, ia dapat mendelegasikannya kepada Uskup Auxelier, atau vikaris general atau vikaris episkopal atau vicarius foraneus (deken). Secara teknis, jika Vikjen yang memimpin upacara pelantikan, maka dekrit pengangkatan sebagai pastor paroki dibacakan oleh vikaris episkopal atau seorang imam lain yang ditunjuk untuk itu.

Kehadiran Para Imam Dan Umat Beriman

Upacara pelantikan adalah kesempatan yang tampan untuk menunjukkan persatuan dan persaudaraan di antara para imam. Atas dasar itu maka sangat dianjurkan agar para klerus, khususnya imam yang berada diwilayah dekenat atau kevikepan, diundang untuk mengambil bagian dalam misa konselebrasi (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1187). Juga, diakon yang berada di wilayah tersebut diundang untuk mengambil bagian dalam upacara tersebut.

Di samping para klerus, dewan pastoral paroki dan stasi (jika telah terbentuk), katekis, tokoh-tokoh umat serta seluruh umat beriman yang berada di wilayah paroki tersebut diharapkan hadir dan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi pelantikan tersebut. Kehadiran mereka merupakan ungkapan kesatuan sekaligus ekspresi kebersediaan mereka untuk bekerjasama dengan pastor paroki yang telah diangkat secara sah dalam menunaikan reksa pastoral komunitas yang dipercayakan kepadanya dibawah otoritas Uskup Diosesan.

Pendarasan Credo dan Sumpah Kesetiaan

Kitab Hukum Kanonik secara implisit menegaskan bahwa sebelum mengambil alih secara kanonik (possessionem canonicam capere) jabatanya, mereka yang diangkat untuk  memegang jabatan dan tanggungjawab tertentu dalam Gereja  wajib menyatakan pengakuan iman secara pribadi menurut formula yang disahkan oleh Tahta Suci di hadapan publik, termasuk dalam hal ini pastor paroki (bdk. KHK kan. 833, 6°).  Dengan sikap iman ilahi dan katolik, pastor paroki baru tersebut harus mengimani semua yang terkandung dalam sabda Allah, yang ditulis atau yang ditradisikan, yakni dalam khazanah iman yang satu yang dipercayakan kepada Gereja dan sekaligus sebagai yang diwahyukan Allah melalui ajaran Magisterium (bdk. KHK kan. 750, §1). Dengan pendasaran Credo ini, pastor paroki secara publik menegaskan keyakinan imannya sekaligus komitmennya untuk menjaga, membela dan melawan berbagai ajaran yang bertentangan dengan iman Katolik.

Kewajiban ini kembali ditegaskan oleh Kongregasi Ajaran Iman dengan menambahkan point tentang sumpah kesetiaan yang harus dilakukan secara publik oleh mereka yang memegang jabatan dan tanggungjawab mengajar dalam Gereja. (Kongregasi Ajaran Iman, Professio Fidei et Iusiurandum fidelitatis in suscipiendo officio nomine Ecclesiae exercendo, 9 Januari 1989, dalam  Acta Apostolica Sedis  81, hlm.  104-106). Hal yang sama ditegaskan dalam Caeremoniale Episcoporum. Bahwa sebelum menempati paroki baru atau mengambil posseso canonico sesuai dengan norma hukum, pastor paroki harus mendaraskan Credo atau pengakuan iman di hadapan Ordinaris Wilayah atau delegasinya (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1185).

Selain mendaraskan Credo, pastor paroki baru harus menyatakan sumpah kesetiaan sebagaimana yang ia ucapkan saat tahbisan imam (bdk.  Caeremoniale Episcoporum, n. 1191); sebuah sumpah yang harus diberikan dalam kebenaran (bdk. kan. 1199, §1). Sebagai pastor paroki, ia bersumpah dihadapan Allah dan umat beriman untuk selalu menjaga kesatuan dengan Gereja Katolik lewat perkatan dan perbuatan. Dan menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya dengan setia dan penuh perhatian, sesuai dengan ketentuan hukum. Juga dengan setia menjaga dan memelihara depositum fidei secara integral dan menghindari ajaran yang bertentangan dengannya. Juga mematuhi displin gereja khususnya yang terkandung dalam Kitab Hukum Kanonik dan patuh pada para uskup sebagai pemimpin Gereja dan setia membantunya agar kegiatan apostolik, yang dilaksanakan atas nama dan mandat Gereja, dapat dilakukan dalam persekutuan dengan Gereja.

Tanya Jawab

Juga menjadi bagian dari upacara pelantikan pastor paroki adalah tanya jawab antara uskup – pastor paroki dan uskup – umat beriman (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1191). Pertanyaan yang ditujukan kepada pastor paroki baru berhubungan dengan kemauanya untuk menjalankan dengan setia tugasnya sebagai rekan kerja Uskup dalam memaklumkan Injil (bdk. KHK kan. 575, Presbyterorum ordinis 7). Hal lain yang ditanyakan adalah menyangkut kemauan untuk merayakan misteri Kristus dengan pengabdian dan kesetiaan sesuai dengan tradisi Gereja serta kemauan untuk melayani Firman Allah denga pantas dan bijaksana melalui kotbah dan pengajaran iman Katolik (bdk. KHK, kan. 528).

Sebaliknya, fokus pertanyaan kepada umat beriman diarahkan kepada kemauan mereka untuk membantu, mendukung dan bekerjasama dengan pastor paroki dalam menjalankan reksa pastoral di paroki tersebut. Di sinilah pentingnya kehadiran umat beriman dalam upacara pelantikan pastor paroki.

Penyerahan Kunci Gereja

Umumnya, dalam upacara pelantikan, juga diserahkan kunci gereja kepada pastor paroki baru (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1990). Ini merupakan sebuah tindakan simbolik, lambang kuasa dan wewenang yang sekarang dimiliki imam yang bersangkutan sebagai pastor paroki. Dengan penyerahan kunci gereja ini, pastor paroki bertugas untuk menjaga umat Allah dari segala bahaya dan membuka jalan ke surga.

Penutup

Apa yang digariskan dalam Caeremoniale Episcoporum hendaknya diperhatikan dalam upacara pelantikan pastor paroki dan tak seorangpun boleh menghapus atau mengubah apa pun atas kuasanya sendiri. Tentu saja, kebiasaan-kebiasan lokal tetap dihormati (bdk. Caeremoniale Episcoporum, n. 1189). Tugas Uskup Diosesan untuk menjaga dan memastikan bahwa tata cara yang telah diatur dalam pedoman liturgis universal ditepati dengan setia kendati ia pun dapat memberikan norma tertentu dalam batas-batas kewenangannya (bdk. KHK kan. 838, §4).

Baca juga ketentuan pengangkatan Pastor Paroki: https://www.mirifica.net/2019/06/21/ketentuan-yuridis-menyangkut-pengangkatan-pastor-paroki/