Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian Aksi Puasa Pembangunan: Sabtu, 28 Februari 2015

Renungan Harian Aksi Puasa Pembangunan: Sabtu, 28 Februari 2015

Ilustrasi: Melakukan lebih dari biasa - blogsangpemenang.blogspot.com

Ul. 26:16 – 19, Mat. 5:43 – 48

BIASAKAN DIRI MELAKUKAN YANG LEBIH DARI BIASA

“Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?” (Mat. 5:47)

 Sikap dan tindakan kita banyak sekali dipengaruhi kebiasaan kita. Kebiasaan itu dibangun melalui didikan, pengajaran dan pembelajaran. Karenanya, jika banyak orang yang merasa cukup bertindak biasa-biasa saja, boleh jadi karena mereka tak pernah konsisten dididik, diajar, dituntut, dibiasakan untuk berbuat lebih. Begitu juga dengan mereka yang tampil tangguh, bersemangat dan berusaha untuk sempurna, lebih dari yang biasa saja; sangat boleh jadi karena masa kecil, masa muda mereka dipenuhi latihan dan kondisi untuk bertahan hidup dan menjadi pemenang dari pergumulan perjuangan hidup mereka. Sebut saja sosok Presiden Jokowi dan Menteri Susi Pujiastuti. Mereka bukan orang-orang yang cukup puas bertindak ala kadarnya, seperti kebanyakan orang. Mereka adalah tokoh dan contoh yang percaya bahwa manusia ciptaan Allah punya kemampuan lebih untuk hebat dan sempurna. Begitu juga sesungguhnya setiap orang sebagai ciptaan Allah, masing-masing dengan kekhasan, kapasitas, tempat dan zamannya.

Masa prapaskah adalah masa pertobatan, di mana kita meneliti kembali, lalu membongkar dan mengganti kebiasaan-kebiasaan kita yang keliru dengan yang baru. Tidak mudah mengubah, membongkar pasang kebiasaan, sikap dan tindakan kita; tapi bukannya tidak mungkin. Kita bisa, jika kita percaya kita bisa dan tak mudah menyerah kalah. Kita mulai bertahap, bukan dari yang sulit dulu seperti mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita.

Kita bisa mulai dengan yang cukup mudah: memberi salam kepada orang-orang yang kita jumpai, yang kenal dan tidak kenal. Orang-orang yang kita temui ketika berpapasan di jalan, di lift, di tempat beraktivitas. Kita tidak ragu untuk tersenyum, mengangguk, mengucapkan selamat pagi, siang atau malam; juga ketika kita menjawab telpon. Kita mantap mengucapkan terima kasih kepada petugas publik di tempat umum, parkir, kerja, ibadah dsb. Itu berarti kita perlu membiasakan diri untuk tidak terlekat menunduk memandang HP atau gawai (gadget) lain atau membuang muka atau tidur ketika sedang berjalan, berkendara atau bersama dengan orang-orang lain. Mereka manusia yang dapat dilihat, disapa diberi perhatian. Dan perhatikan: keramahan yang kita berikan mempunyai daya tular yang dapat menyebar. Bersyukurlah kita jika dapat menjadi agen perubahan untuk sikap positif peduli terhadap sesama di tengah arus individualisme, egoisme dan ketidakpedulian yang parah.

Jika rasa penghargaan kita terhadap sesama, tidak harus yang kenal dan dekat dengan kita, berkembang lebih baik, kita terbantu untuk melihat manusia bukan hanya sebagai makhluk yang punya sisi jelek dan kurang saja, melainkan kita juga mengakui bahwa setiap manusia ciptaan Allah juga punya keunikan dan kelebihan. Perubahan cara pandang ini membantu kita melihat kesalahan dan sikap mengesalkan seseorang sebagai ungkapan dari ketidaktahuan atau ketidakberdayaannya mengatasi perasaan iri, takut, gelisah, bersalah, rendah diri dan trauma yang lain. Maka, kita dapat merintis meningkatkan membangun kebiasaan yang lain lagi, seperti mendoakan mereka, memaafkan dan mengasihi mereka karena mereka sepertinya tidak tahu dan tidak sadar akan perbuatan mereka yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat sebagai umat Allah.

Siapkah kita mengubah kebiasaan dari yang biasa kadar dan mutunya menjadi lebih dari itu, karena sadar dan percaya bahwa kita adalah anak-anak Allah yang wajib menjadi sempurna seperti Bapa kita di sorga yang adalah sempurna ?

Pertanyaan reflektif:

Apa yang sering membuatku ragu-ragu untuk memberi salam, senyum dan keramahan pada sesama yang aku jumpai? Perasaan malas, takut atau tak mau peduli? Bukankah Allah menciptakan sesama, baik yang menjadi kawan maupun lawan, untuk membantu aku bertumbuh? Bukankah semestinya aku bersyukur atas keberadaan mereka?

Doa:

Yesus, kami sungguh terharu akan besarnya kasih setia dan kepercayaanMu kepada kami. Meskipun kami lemah, berdosa dan tidak mudah belajar dan bertobat, Engkau tetap mengasihi kami dan rela mengorbankan diri menjadi Penebus kami. Kami pun belajar dari padaMu bagaimana kami tidak menolak dan tidak membuang orang-orang yang tidak kami sukai, karena mereka pun punya kesempatan untuk bertobat. Semoga semangat perubahan dan pertobatan tetap menyala dan hidup dalam diri kami semua. Terima kasih ya Yesus untuk keteladananMu. Amin.

(Shienta D. Aswi)

 Ilustrasi: Melakukan lebih dari biasa – blogsangpemenang.blogspot.com