Home Jendela Alkitab Harian Renungan Harian: Kamis, 8 Januari 2015

Renungan Harian: Kamis, 8 Januari 2015

Memaafkan Yang Lain, ilustrasi dari www.zonasiswa.com

Bacaan I: 1Yoh. 4:19-5:4, Bacaan Injil: Luk. 4:14-22a

Renungan:

Dua anak laki-laki kelas sembilan sekolah menengah pertama nampak sibuk bergulat, bahkan saat bel tanda istirahat telah berdering keras. Melihat hal itu, guru kelas langsung mengambil tindakan. Sang guru memisahkan mereka bertiga, membawanya ke kantor untuk menginterogasi satu per satu. Usai menginterogasi mereka, sang guru pun berbicara di hadapan murid-murid yang lain tentang kasih dan pengampunan. Pesan itu terutama diarahkan kepada Budi dan Amir, dua anak yang terlibat perkelahian itu. Beberapa hari kemudian, ketika sedang memeriksa tugas-tugas tertulis para murid, sang guru menemukan catatan kecil yang terselip di dalam kertas tugas Budi. Dalam secarik kecil kertas tersebut ternyata Amir telah menulis surat kepada Budi yang tak lain adalah rekannya dalam kejahatan. Pada kertas tersebut tertulis ‘yang terkasih Budi, aku benci kamu… Dalam kasih, Amir’. Kehidupan anak-anak dan orang dewasa adalah kombinasi yang unik dan aneh antara cinta dan benci. Seseorang yang menyatakan bahwa dirinya mengasihi sering mewujudkan kasihnya itu dengan kemarahan. Sebaliknya, seseorang yang menyatakan bahwa dirinya membenci orang tertentu, terhadap orang tersebut kerap disampaikan sesuatu yang merupakan wujud kasih.

Dalam suratnya hari ini, Yohanes menegaskan bahwa kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Hal ini berlaku tidak hanya untuk masa lalu, tetapi juga ketika kita berdosa pada masa kini. Allah adalah yang pertama-tama mengasihi manusia sekaligus yang mengambil langkah-langkah awal menuju rekonsiliasi atau pemulihan relasi yang retak. Sebenarnya dalam relasi pengampunan Allah, kita bahkan telah terlebih dahulu diampuni sebelum kita memohonkan pengampunan tersebut. Pola semacam itulah yang seharusnya menjadi cara kita bertindak terhadap orang lain.

Kerap kali yang terjadi, kita mengeluh karena seseorang tidak mau berbicara kepada diri kita. Sebagai balasannya, kita menolak untuk berbicara dengan orang tersebut sampai orang tersebut mengajak bicara lagi. Dengan kata lain, pengampunan kerap diberikan bukan sebagai sesuatu yang datang secara otomatis dan mendahului, melainkan sebagai sekadar suatu reaksi atas tindakan orang lain. Dalam hal ini kita bisa bertanya pada diri kita sendiri. Seberapa sering kita berdebat tentang siapa yang telah memicu dan memulai sengketa.  Siapa pula yang harus membuat langkah awal untuk memnta maaf. Memaafkan sering diartikan sebagai pengakuan bersalah dan tanda kelemahan. Dalam suratnya, Yohanes menegaskan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Ketika berani membuat langkah pertama, kita termasuk dalam bilangan orang-orang yang kuat karena kita meniru perilaku Allah.