Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian, Sabtu: 24 November 2018 (Lukas 20:27-40)

Renungan Harian, Sabtu: 24 November 2018 (Lukas 20:27-40)

Allah itu mahakuasa, Ia misteri! Sebuah misteri yang tak mungkin tersingkap, sama seperti kebangkitan sesudah kematian! Namun walaupun misteri, tetapi Ia nyata dalam diri Yesus! Lalu bagaimana saya akan memahami kemahakuasaanNya itu dengan pemikiran manusiawi saya? Ketika merenungkan bacaan hari ini, saya mengingat relasi saya dengan kedua orang tua saya yang sudah meninggal. Kedua orang tua saya memang sudah meninggal, tetapi mereka masih hidup di dalam hati saya, ya mereka selalu ada dalam hati dan doa saya. Relasi yang baik tidak akan berakhir walau dipisahkan oleh kematian. Walau pada awalnya sulit untuk memahami kematian, iman seakan-akan di gugat, mengapa harus terjadi sedemikian cepat? Begitu banyak pertanyaan mengapa dan mengapa, dan pada akhirnya saya menemukan kembali bahwa hanya dengan kematianlah manusia bisa bertemu dengan Allah Sang Pemiliknya yang sejati, dan hidup dalam keabadian. Pada waktunya kelak, semua manusia akan mengalaminya, namun dalam keterpisahan sementara ini tetap ada relasi kasih yang dalam.

Kehidupan, kematian dan kebangkitan adalah soal relasi kasih dengan Allah. Relasi kasih bisa di bahas dengan kata-kata, bisa dipikirkan, dan bisa di rasakan. Tetapi lebih dari pada itu, relasi kasih membutuhkan iman, relasi kasih membutuhkan kepercayaan. Jika saya percaya pada Allah, maka saya percaya segala yang di firmankan-Nya. Khususnya Yesus Kristus Putera-Nya yang tunggal. Iman dan kepercayaan bukan untuk dibahas dengan teori karena pemikiran manusia tidak akan sanggup memahamiNya. Iman dan kepercayaan inilah yang tidak dimiliki oleh orang-orang Saduki. Itulah sebabnya mereka mencobai Yesus dengan pertanyaan yang bertujuan menjatuhkan Yesus. Orang-orang Saduki yang memiliki gelar kebangsawanan, kaya, memiliki kekuasaan dan yang pandai itu, ternyata tidak memahami Yesus.

Jika relasi kasih ini tak mampu di pahami oleh orang Saduki, itu karena mereka tidak memiliki iman dan kepercayaan kepada Yesus, lalu bagaimana dengan kita sendiri? Kita mengaku beriman dan percaya pada Yesus. Lalu bagaimana kita memelihara dan menjalani relasi kasih ini? Suami istri yang sudah menerima sakramen perkawinan sekalipun, bisa saling berpisah karena relasi kasih diantara mereka tidak dilandasi kepercayaan satu sama lain, maka perbedaan pendapat saja bisa mengakibatkan perceraian. Banyak relasi-relasi dalam hidup bersama berakhir dengan pertikaian karena kecurigaan akibat kurangnya kepercayaan. Jika relasi dengan manusia saja kita mengalami jatuh bangun, bagaimana relasi kita dengan Allah? Sejauh mana kita memelihara iman dan kepercayaan kita pada Yesus? Apakah kita ke gereja karena rindu berjumpa dengan Yesus dan saudara-saudari seiman dalam ekaristi atau karena nama baik, supaya orang mengatakan kita rajin ke gereja? Atau kita nampak menjadi keluarga bahagia demi gengsi padahal dalam rumah pisah ranjang dan tidak ada percakapan kasih? Atau kita aktif dalam pelayanan supaya tetap eksis? Apapun jawabannya, kita hanya akan menemukannya dalam diri kita masing-masing.

Dalam iman dan kepercayaan akan kebangkitan, kita bisa menjaga relasi dengan Yesus dengan cara adorasi, mengikuti misa, berdoa pribadi atau bersama, membaca dan merenungkan Kitab Suci, aktif dalam hidup menggereja, rosario dan dengan banyak cara lain, agar kelak kita bangkit bersama dalam keabadian bersama Sang Kehidupan Kekal. Semoga dalam hidup bersama kita juga mampu seperti Santo Andreas Dũng-Lạc, menjadi orang-orang yang memiliki iman dan kepercayaan yang kuat dalam menghadapi berbagai persoalan yang mungkin akan timbul dalam hidup bersama, entah dalam keluarga, studi, tugas, masyarakat, dan dimanapun kita berada karena kita memiliki Allah yang mahakuasa dan kekal selamanya.

Tuhan semoga aku semakin memahami-Mu melalui perjumpaan dengan sesama dan dalam segala peristiwa suka dan duka yang aku alami.