Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian: Selasa, 10 Maret 2015

Renungan Harian: Selasa, 10 Maret 2015

Ilustrasi: Paus Yohanes paulus II (Alm.) memeluk dan berjabat tangan dengan penembak yang nyaris merenggut nyawanya, mehmet Ali Agca - justnurman.wordpress.com

Mat. 18:21-35

MENGAMPUNI SESAMA

PERNAH DICERITERAKAN bahwa Jendral George Washington – pada masa revolusi di Amerika – pernah memiliki seorang sahabat yang sangat setia yakni seorang pendeta dari gereja Baptis. Kedua bersahabat sejak keduanya masih remaja. Kebetulan sekali pendeta tersebut memiliki seorang musuh di dalam kota itu yang dengan segala macam cara berusaha  mengeritik, melawan, bahkan ingin menjatuhkan reputasi pendetanya.

Beberapa tahun kemudian, orang itu ditangkap karena melakukan kejahatan yang luar biasa dan dijatuhi hukuman mati. Ketika sang pendeta mendengar berita tersebut dia harus menempuh perjalanan lebih dari 100 km untuk menemui sahabatnya George Washington guna memohon pengampunan bagi si terpidana mati itu. Ketika dia menyampaikan permohonannya kepada sang presiden, George Washington menjawab: “Tidak, sahabatku! Saya tidak akan memberikan grasi kepada temanmu ini.”

Mendengar kata-kata itu, pendeta itu berkata kepada sang presiden: “Sahabatku? Dia bukan temanku. Dia adalah musuh yang paling aku benci di kota ini!” Washington terkejut dan berkata: “Jadi, engkau berjalan kaki lebih dari 100 km hanya untuk menyelamatkan nyawa dari musuhmu ini? Kalau begitu persoalannya menjadi lain. Karena itu, saya membebaskan dia dari hukuman mati dan dia boleh menghirup udara bebas.”  Orang itu pun dibebaskan dan sang pendeta kembali ke kampung halamannya. Semua itu terjadi karena pendeta itu bisa mengampuni orang yang menjadi musuhnya tersebut.

Dalam Injil hari ini, Petrus bertanya kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku yang berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus menjawab: “Bukan! Bukan tujuh kali, melainkan sampai tujuh pulu kali tujuh kali”.  Petrus berpikir bahwa dengan menawarkan pengampunan sebanyak tujuh kali dia telah melakukan sesuatu yang luarbiasa. Soalnya menurut ajaran para rabbi, seorang boleh mengampuni orang lain yang bersalah kepadanya sebanyak tiga kali.

Salah seorang Rabbi bernama Josen ben Yehuda, misalnya, pernah mengajarkan: “Jika seseorang melakukan kesalahan terhadap ampunilah dia! Jika orang yang sama melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, ampunilah dia! Apabila orang yang sama melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya, ampunilah dia! Tetapi apabila orang yang sama melakukan kesalahan yang sama untuk keempat kalinya, janganlah memaafkan dia.”

Petrus berpikir bahwa dengan menawarkan pengampunan sebanyak tujuh kali dia telah melakukan hal yang luar biasa karena telah melipatgandakan jumlah pengampunan yang ditawarkan oleh para rabbi. Dia berharap bahwa dia mendapat pujian dari Yesus karena menawarkan angka yang jauh lebih tinggi. Tetapi jawaban Yesus sangat mengejutkan Petrus. Yesus memberitahukan dia bahwa dia harus memaafkan orang yang bersalah kepadanya sebanyak tujuh pulu kali tujuh kali. Dengan menyebutkan angka itu Yesus mau menyatakan bahwa seorang Kristen hendaknya memaafkan sesama yang telah bersalah kepadanya tanpa batas. Guna mendukung argumennya itu, Yesus menceriterakan perumpamaan tentang nasib seorang hamba yang tidak mau mengampuni sesamanya sekalipun dia telah mendapat pengampunan dari majikannya.

Melalui injil hari ini, Yesus mau mengajarkan kita bahwa kita mesti mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita agar kita pun bisa diampuni. Orang yang tidak mampu mengampuni orang lain sulit rasanya bisa menerima pengampunan dari Allah. Hal tersebut diungkapkan secara jelas oleh penginjil Matius: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengmpuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Tetapi mengampuni atau memaafkan seorang yang telah bersalah kepada kita bukanlah perkara gampang. Kita membutuhkan kualitas seorang Allah untuk bisa memaafkan orang yang telah bersalah kepada kita. To err is human, but to forgive is divine. Melakukan kesalahan adalah sesuatu yang manusiawi, tetapi memaafkan orang lain adalah sesuatu yang ilahi. Di sini dibutuhkan kehendak yang kuat untuk sanggup memaafkan orang lain. Dengan kekuatan sendiri mungkin kita tidak mampu, tetapi dengan bantuan Tuhan kita pasti bisa. Marilah kita menggunakan masa prapaska ini untuk berusaha memaafkan orang-orang yang telah bersalah kepada kita. Semoga Tuhan memberkati!

 Credit Foto : Paus Yohanes paulus II (Alm.) memeluk dan berjabat tangan dengan penembak yang nyaris merenggut nyawanya, mehmet Ali Agca – justnurman.wordpress.com