Beranda KOMSOS KWI PEKAN KOMSOS Semiloka publik speaking, meningkatkan mutu komunikasi aktivis Gereja

Semiloka publik speaking, meningkatkan mutu komunikasi aktivis Gereja

SORONG – Guna membantu meningkatkan mutu  komunikasi para aktivis yang tersebar di 25 paroki se-keuskupan Manokwari-Sorong, Komisi Komunikasi Sosial (KOMSOS) KWI  menyelenggarakan  semiloka publik speaking pada Kamis (16/5) di Aula Katedral Sorong.

Kegiatan yang dirancang untuk  Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) KWI itu diikuti oleh publik 77 peserta itu dengan menghadirkan pembicara utama, Errol Jonathans. Sebagian besar peserta semiloka merupakan para katekis yang bekerja di paroki-paroki keuskupan Manokwari-Sorong. Hadir pula beberapa imam dan suster yang berkarya di keuskupan Manokwari-Sorong.

Dalam pengantarnya, Jonathans yang saat ini bekerja sebagai pemimpin Radio Surabaya, mengungkapkan latarbelakang pentingnya semiloka publik speaking bagi para aktivis gereja. Pertama, publik speaking merupakan aktivitas rutin sehari-hari. Di manapun seseorang berada komunikasi dengan siapa pun selalu dibangun. Kedua, pembelajaran teknik publik speaking sejauh ini didominasi teori saja. Ketiga, harapan umat yang semakin meningkat terhadap mutu publik speaking pemimping Gereja dan aktivis gereja. Keempat, perubahan cakrawala komunikasi publik speaking sedemikian cepatnya.

Semiloka dibagi dalam 2 sesi, yakni sesi pertama digunakan untuk presentasi pokok-pokok komunikasi yang mencakup field of experience, keutuhan pesan dari ucapan yang ditangkap pendengar,rumusan eksepresi bahasa tubuh menggunakan metode SQ powerful, SQ good, dan SQ clear, teknik vokal presenter yang diharapkan, jumlah gerakan senam olah vokal, dan informasi monoton akan membosankan pendengar dalam waktu 7 detik, 8 detik, dan 8, 7 detik, serta kecepatan wajar. Sesi kedua digunakan untuk presentasi dan praktik publik speaking.

Jonathans juga menerangkan hal-hal praktis dalam  berkomunikasi seperti bagaimana menguasai dan menerapkan teori serta presentasi strategi komunikasi dengan tepat, menguasai teori senam olah vokal, orientasi pelatihan dan inventarisasi kebutuhan, konsep dan teori komunikasi, konsep dan metode, serta elemen komunikasi integratif yang terdiri dari pikiran, pendengaran, verbal dan nonverbal.

Menurut Jonathans, kesamaan frame of interest dan field of experience  menjadi faktor kunci sukses tidaknya publik speaking. Ia mengungkapkan hal ini berdasarkan pengalaman berkomunikasi antar generasi dari waktu ke waktu.

“Sadar atau tidak, komunikasi diantara satu generasi saja seringkali tidak ditangkap atau dimengerti dengan baik, apalagi komunikasi dengan generasi yang berbeda zaman,” katanya

Ia mencontohkan adanya perbedaan identitas di antara setiap generasi dalam hal berkomunikasi. Generasi Baby Boomers yang idealis dan selalu bangga dengan kemandiriannya, tidak bergantung kepada keluarga, mementingakan kekaryaan pekerjaan dan konsumen tv, radio dan koran, jelas berbeda dengan generasi X yang bermakna generasi era internet, generasi konsumen mtv (music television), penggerak anti korupsi dan anti kediktatoran. Bahkan sejalan dengan inovasi baru dalam teknologi media sosial, muncul generasi lain seperti generasi Y dan generasi Z, masing-masing dengan kekhasan yang berbeda.

“Sebagai bagian dari generasi Baby Boomers atau generasi 60-an, saya sering kesulitan bahkan kebingungan bagaimana bisa masuk ke dunia anak-anak saya,” ungkap Jonathans.

Zaman terus berubah. Teknologi media pun ikut berubah bahkan perubahannya begitu pesat sehingga sulit untuk dikejar. Mau atau tidak, suka atau tidak, para aktivis gereja diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi media sosial. Sehingga mutu publik speaking para aktivis gereja zaman sekarang dan ke depan mampu memenuhi ekspektasi umat.