Beranda KATEKESE Ajaran Gereja Tanggung Jawab Pastor Paroki Dalam Pastoral Perkawinan

Tanggung Jawab Pastor Paroki Dalam Pastoral Perkawinan

Mengapa Pastoral Perkawinan

Tanggungjawab Pastor Paroki dalam pastoral perkawinan, itulah topik yang mau kita bahas. Mengapa pastoral perkawinan? Pertama, karena pastoral perkawinan merupakan salah satu dari reksa pastoral dalam Gereja (Paroki). Kedua pastoral perkawinan memiliki  masalah yang rumit dan kompleks seiring dengan masalah keluarga dewasa ini, karena rumit dan kompleksnya maka perlu mendapat perhatian serius dari Pastor Paroki. Ketiga, karena keluarga adalah bagian penting yang merupakan dasar  terbentuknya Gereja dan Masyarakat. Jika keluarga (Gereja kecil – rumah tangga) kristiani sehat dan baik maka Gereja dan Masyarakat besar akan menjadi baik pula. Demikian juga ditegaskan oleh Paus Benediktus XVI dalam pesannya pada hari perdamaian dunia, tgl. 1 Januari 2008: “Kehidupan keluarga yang sehat melahirkan pengalaman-pengalaman fundamental bagi perdamaian: keadilan dan cinta kasih diantara sesama saudara, fungsi otoritas yang tergambar dari orang tua, pelayanan yang penuh cinta kepada anggota yang lebih lemah, yaitu orang-orang yang kecil, sakit dan tua, kesediaan untuk menerima yang lain. Untuk itu keluarga adalah tempat pendidikan yang pertama dan tidak tergantikan”. Keluarga alami, dimana ada kesatuan hidup dan cinta, yang didasarkan atas perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, membangun tempat pertama dalam “pemanusiaan” manusia dan masyarakat,tempat lahirnya kehidupan dan cinta kasih. Oleh karena itu, keluarga dikualifikasikan sebagai masyarakat alami yang pertama. Sebuah institusi Ilahi yang merupakan dasar dari hidup manusia, sebagai prototipe dari setiap norma sosial” (bdk. L’Osservatore Romano, N. 51/52 (2024)-19/26 December 2007: “The Human family a community of peace, Message of Pope Benedict XVI for the celebration of the World Day of Peace: 1 January 2008,).

Tugas Pastor Paroki dalam Pastoral Perkawinan

 

Pastor Paroki dalam konteks Gereja lokal adalah Pemimpin (leader) dari umat beriman kristiani yang reksa pastoralnya (tugas kegembalaan/kepemimpinan) diserahkan oleh Uskup Diosesan kepada seorang imam yang layak dan pantas untuk memimpin, mengajar, menguduskan dengan kuasa kewenangan yang diberikan kepadanya atas umat beriman yang berdomisili di wilayah teritorial tertentu di dalam keuskupan (bdk. Kan 515). Dalam Pastoral perkawinan Pastor Paroki wajib mengusahakan agar keluarga kristiani berkembang dalam kesempurnaan. Pendampingan dan pembinaan keluarga kristiani meliputi: (1) menyiapkan calon penganten dengan kotbah, katekese yang disesuaikan bagi anak-anak dan orang muda dan dewasa, (2)  memberi kursus persiapan perkawinan bagi calon yang hendak menikah, (3) meneguhkan perkawinan dengan perayaan liturgi yang membawa hasil yang memancarkan kasih suami-isteri dan mengambilbagian dalam misteri kesatuan cinta kasih yang subur antara Kristus dan Gereja-Nya, (4) memberi pendampingan dan pembinaan keluarga kristiani (bina lanjut keluarga kristiani) melalui katekese, kotbah dan rekoleksi-retret keluarga, agar keluarga yang telah diteguhkan setia dan mampu memelihara perjanjian perkawinan itu sampai pada penghayatan hidup keluarga yang semakin suci dan utuh . Inilah tugas pokok pastoral perkawinan dari Pastor Paroki. Tugas ini esensial yang harus dijalankan oleh Pastor Paroki (bdk. Kan 1063; baca juga FC, GS, 47-52).

Garis besar tindak Pastoral Perkawinan

Kasus-kasus perkawinan biasanya terjadi pada awal atau sebelum perkawinan diteguhkan. Kasus itu akan mencuat ketika pasangan hidup berkeluarga sedang dalam perjalanan hidup berkeluarga. Maka persiapan perkawinan menjadi penting sebelum munculnya kasus di tengah jalan yang bila tidak tertangani secara baik akan menyebabkan kehancuran keluarga itu. Secara garis besar Pastoral Perkawinan yang dilaksanakan oleh Pastor Paroki sebagai berikut:

(1)    Persiapan Jangka panjang melalui kotbah dan katekese, jangka menengah: kursus persiapan perkawinan dan jangka pendek: yakni persiapan liturgi perkawinan, tobat dan ekaristi (bdk. Kann. 1063, 1065)

(2)    Pihak Katolik yang belum menerima sakramen krisma hendaknya menerima sakramen tersebut sebelum menikah jika tidak ada halangan yang serius (bdk. kan 1065, §1)

(3)    Pendampingan pastoral hendaknya terus dilanjutkan setelah perkawinan (bdk. Kan. 1063,§4)

(4)    Penyelidikan kanonik wajib dilakukan oleh Pastor Paroki tanpa didelegasikan kepada katekis. Karena itu tugas Pastor Paroki. Penyelidikan kanonuk menggunakan formulir pendaftaran calon perkawinan (bdk. Kann. 1066-1067), hendaknya pastor Paroki melakukan penyelidikan kanonik secara serius dengan menanyakan semua daftar pertanyaan kepada calon.

(5)    Pemeriksaan status liber calon penganten biasanya dilakukan oleh Pastor dari calon yang beragama Katolik tempat dimana dia berdomisili. Penyelidikan kanonik tetap ada pada pastor Paroki calon penganten yang beragama Katolik, meski peneguhannya bisa dilaksanakan oleh Pastor lain. Bagi calon penganten yang beda agama/gereja hendaknya para Pastor Paroki menaruh perhatian pada pedoman Gereja (formulir penyelidikan kanonik) bila calon yang bukan Katolik menolak untuk diselidiki maka hal itu harus diberitahukan kepada Ordinaris wilayah. Untuk menjamin kebebasan dalam menjawab hendaknya kedua pihak ditanya secara terpisah. Jawaban yang diisi di formulir tersebut dikuatkan dengan sumpah.

(6)    Pastor melaksanakan pemeriksaan mengenai status liber dari calon hendaknya memperhatikan apakah mereka cukup tahu tentang ajaran Katolik tentang perkawinan (bdk. Kan. 1096). Pastor Paroki wajib memberi instruksi kepada calon untuk mengikuti kursus perkawinan bagi calon beragama Katolik maupun tidak (bdk. Kann. 1063-1064).

(7)    Bila salah satu atau kedua calon tidak memiliki domisili atau kuasi domisili (bdk Kan. 100), atau datang dari daerah lain setelah mencapai pubertas, dan sementara itu tidak dapat menunjukkan sura baptis sah terbaru, maka untuk mendapat buktistatuts liber Pastor Paroki hendaknya menanyakan dua orang saksi di bawah sumpah untuk masing-masing calon. Bila tidak didapatkan saksi maka Pastor Paroki hendaknya menghubungi Ordinaris wilayah.

(8)    Surat baptis sah terbaru tidak lebih dari enam bulan terakhir, bila gagal mencari maka dipakai jalan keluar no (7).

(9)    Pastor Paroki mengumumkan pernikahan calon penganten dalam perayaan Misa Hari Minggu selama tiga kali berutut-turut. Bila tempat tersebut (stasi) tidak ada perayaan Misa Mingguan maka bisa diganti dengan pengumuman tertulis di papan pengumuman depan Gereja. Dalam hal perkawinan campur beda agama atau gereja, pengumuman perkawinan hanya dapat dilakukan di paroki pihak Katolik. Perlu diingat pengumuman itu dilakukan setelah memperoleh dispensasi dari halangan perkawinan beda agama atau beda gereja.

 

Tugas Pastor Paroki dalam kasus perkawinan

Tugas Pastor Paroki dalam kasus perkawinan permohonan pembatalan perkawinan adalah menjadi pendamping pemohon dalam membuat libellus (surat gugat/surat permohonan). Libellus berarti sebuah buku kecil atau sesuatu yang tertulis berupa surat yang berisikan permohonan resmi oleh seorang kepada pengadilan Gereja (Tribunal perkawinan) agar menyelidiki dan menyatakan bahwa perkawinannya dengan pasangannya tidak sah sejak permulaan. Tentang libelluskanon 1504 menyatakan: “Surat gugat yang membuka pokok sengketa harus:

  1. Menyatakan perkara itu diajukan ke hadapan hakim yang mana, apa yang diminta dan kepada siapa permintaan itu diajukan,
  2. Menunjukkan atas hukum mana penggugat bersandar dan sekurang-kurangnya secara umum fakta dan pembuktian mana yang membenarkan apa yang dinyatakan,
  3. Ditandatangani oleh penggugat atau oleh orang yang dikuasakannya dengan disebutkan hari, bulan serta tahun, dan tempat dimana penggugat atau orang yang dikuasakannya bertempat tinggal atau mengatakan di mana alamat untuk menerima akta,
  4. Menunjukkan domisili atau kuasi domisili pihak tergugat”.

Pastor Paroki dapat membantu membuat libellus, membahasakan kisah perkawinan pihak pemohon (penggugat), memberi argumen atas dasar hukum mana permohonan pembatalan perkawinan diajukan ke Tribunal perkawinan.

Prinsip utama Pastoral Perkawinan

Tidak semua kasus perkawinan permohonan pembatalan perkawinan yang diajukan ke Tribunal segera dikabulkan oleh Pastor Paroki. Artinya apa? Pastor Paroki hendaknya hati-hati, bijaksana. Dalam segala perkara, prinsip pertama dan utama yang harus dipegang Pastor Paroki adalah peradilan formal harus dihindari (trials should be avoided). Proses peradilan formal di Tribunal hanya merupakan upaya terakhir (the last resort), setelah segala upaya pastoral ditempuh. Maka segala sengketa, kasus-kasus perkawinan di dalam Paroki, hendaknya Pastor Paroki mengadakan upaya pastoral dengan berusaha untuk berdamai (rujuk, rekonsiliasi) antara kedua pihak yang bersengketa. Jika masih ada kemungkinan untuk berdamai Pastor Paroki tidak perlu mengabulkan permohonan itu ke Tribunal. Usaha pastoral rekonsiliasi antara pihak yang bertikai, dari keluarga kristiani di wilayah Pastor berkarya merupakan bagian penting dan utama dari Pastoral Perkawinan. Upaya itu dituntut oleh hukum sendiri dalam kanon 1446, 1676 dan 1695 (bdk. Kann 1713-1716).