Home BERITA Berani Menjadi “Buzzer” Allah

Berani Menjadi “Buzzer” Allah

gereja Katolik Indonesia, iman katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, umat katolik

MIRIFICA.NET, Denpasar – KETUA Komisi Komsos KWI, Mgr. Hilarion Datus Lega menegaskan satu pesan kuat kepada para peserta Rapat Pleno Nasional Komsos di Denpasar, Bali, Senin-Jumat, 22-26 Agustus 2022. Uskup Manokwari-Sorong itu meminta agar para pegiat Komsos berani dan sanggup menjadi “buzzer” Allah.

Pesan ini mengisyaratkan sebuah gerakan bersama yang dijiwai oleh semangat dalam mengembangkan karya komunikasi sosial yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini terkait dengan usaha membangun kesadaran di dalam tubuh Komsos sebagai salah satu bagian keuskupan yang membantu Gereja sebagai organ yang mumpuni di bidang komunikasi sosial. Oleh karena itu, diharapkan bahwa menjadi “buzzer” Allah itu dilengkapi dengan sikap setia, tanggung jawab, jujur, dan melek media.

Selain itu, Mgr. Datus menggarisbawahi pesan untuk berani dan sanggup menjadi “buzzer” Allah dalam konteks membanjirnya informasi di media, terutama media sosial di kalangan generasi muda dan masyarakat pada umumnya. Tsunami informasi di era digital telah membawa ekses negatif dengan beredarnya berita bohong atau hoaks dan berita palsu (fake news). Bahkan, banyak batasan etika dan etiket berkomunikasi di dunia maya ditabrak; aneka bentuk ujaran kebencian (hate speech) dan perundungan (bullying) begitu banyak terjadi di ruang virtual. Itulah yang menjadi medan kerasulan untuk membawa kabar baik dan berita positif sebagai usaha menjadi “garam dan terang” di era digital.

Untuk berani dan sanggup menjadi “buzzer” Allah itu, dibutuhkan spiritualitas kesetiaan terhadap semua bentuk dan karya pastoral Komsos. Kesetiaan ini cukup bergema dalam aneka pengalaman yang muncul dari para peserta Rapat Pleno Nasional Komsos. Tidak sedikit peserta memberikan penekanan pada unsur kesetiaan dalam melaksanakan perutusan yang mereka emban di bidang komunikasi sosial. Salah satu perikop dari Kitab Amsal dapat menggambarkan tentang kesetiaan tersebut, yaitu “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia.” (Ams. 3: 3-4).

Selain kesetiaan, muncul spritualitas tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban sebagai insan Komsos, yang termaktub jelas dalam Dekrit Inter Mirifica. “Gereja Katolik didirikan oleh Kristus Tuhan demi keselamatan semua orang; maka merasa terdorong oleh kewajiban untuk mewartakan Injil. Karena itulah Gereja memandang sebagai kewajibannya, untuk juga dengan memanfaatkan media komunikasi sosial menyiarkan Warta Keselamatan, dan mengajarkannya, bagaimana manusia dapat memakai media itu dengan tepat.” (IM art. 4).

Dua keutamaan spiritual itu dilengkapi dengan sikap yang jujur pada diri sendiri, kolega, dan umat yang dilayani sehingga dapat dipercaya dalam setiap perutusan yang diemban. Bahkan, para pegiat harus berani menjalani “kerja sunyi” di bidang kerasulan Komsos ini, misalnya dengan bekerja di balik layar dan tidak harus tampil, serta kerja-kerja pendokumentasian peziarahan Gereja yang sangat jarang terekspos ke permukaan. Dan, yang tidak kalah penting adalah dapat menemukan kebahagiaan dalam menjalani tugas-tugas pewartaan yang telah dipercayakan oleh Gereja kepada para insan Komsos.

Kerasulan “di balik layar” itu juga mengandaikan sikap disiplin dalam melaksanakan komitmen pastoral Komsos yang kadang juga tidak mudah.

Semua tanggung jawab yang dipikul tersebut akan dapat berjalan, berhasil, dan bahkan berkembang jika dilakukan dengan bekerja keras dan kreatif. Kreativitas ini sangat dibutuhkan karena para insan Komsos dituntut untuk mampu menemukan kebaruan-kebaruan dalam karya yang ditekuni, terutama di era percepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Kemudian, dibutuhkan juga semangat untuk mau terus belajar dan terbuka terhadap kebaruan-kebaruan dalam kemajuan dan perkembangan teknologi. Dan, yang tidak kalah penting adalah proses pengerjaan karya itu tidak harus menunggu semua infrastruktur dan sarana-prasarana lengkap. Di sinilah dibutuhkan semangat kemandirian dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, tanpa harus mengeluh dengan kondisi yang serba kekurangan.

Pesan Mgr. Datus untuk berani dan sanggup menjadi “buzzer” Allah itu ternyata mengungkapkan begitu banyak keutamaan yang sudah selayaknya dijadikan “persenjataan” bagi para insan Komsos untuk berjuang mewartakan kabar baik di tengah dunia, terutama dunia digital.

Di situlah syarat utama bagi siapa pun yang akan terjun di dalam kerasulan ini, yaitu mencintai perutusannya secara total. Karena kecintaan pada perutusan ini sebenarnya menunjukkan jawaban nyata pada tugas perutusan yang telah diberikan Yesus kepada Gereja, yang termaktub secara indah dalam Injil Matius. “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat. 28: 19-20). Inilah pegangan dan kunci yang senantiasa harus dijadikan rambu-rambu dan semangat untuk berkanjang di kerasulan Komsos secara total dan tepercaya. (*)