Beranda KWI Cara Sederhana Bermisi di Dunia Maya

Cara Sederhana Bermisi di Dunia Maya

PERKEMBANGAN teknologi internet yang melahirkan dunia baru bernama Cyber, tak luput dari perhatian gereja. Dunia baru hadir berkat internet melibatkan banyak manusia di dalamnya. Ini menuntut semua pihak melakukan pendampingan yang tepat.

Demikian disampaikan RD Kamilus Pantus dalam Forum Dialog dan Literasi Media bersama Orang Muda Katolik Keuskupan Bandung di Lembang, Bandung, Sabtu (14/10/2017).

Bahkan, romo yang juga ahli misiologi ini juga menyebut, mereka yang membiarkan orang berselancar tanpa pendampingan pastoral berarti melakukan dosa.

“Membiarkan OMK, ibu,-ibu, anak-anak berselancar tanpa pendampingan pastoral, berarti  berdosa karena melawan mandat Tuhan menyebarkan kabar baik kepada siapa saja,”tegas Kamilus di depan ratusan OMK.

Semua orang, yang berkehendak baik , tanpa pandang bulu, mendapat mandat untuk menjalankan tugas pastoral di dunia baru ini. Caranya sederhana yakni dengan menjadi agen kabar baik, kata Kamilus.

“Ada banyak sumber kabar baik yang bisa disebarkan seperti kitab suci, bacaan rohani, refleksi, atau kisah santo-santa dan juga pesan-pesan kebangsaan. Ambil contoh misalnya satu hari satu ayat kitab suci kita posting di Facebook,”lanjutnya.

Kalau rajin bermisi, kamilus yakin pemanfaatan media sosial makin positif. Tapi kalau dibiarkan, orang-orang radikal ini akan bebas bermain sendiri. Ini artinya kita membiarkan mereka membawa banyak orang kepada kehancuran. “Tidak menutup kemungkinan, korban-korbannya adalah mereka yang berasal dari keluarga baik,”ujar Kamilus.

Gunakan suara hati

Kecepatan beredarnya informasi mengalahkan proses refleksi manusia. Pikiran manusia ibarat penggilingan yang memisahkan beras dan sekam. Karena itu butuh kemampuan penyaringan. Kemampuan menyaring informasi bakal sangat mendukung isi komunikasi. Penyaring berita bukan pada pikiran, tetapi yang paling dalam adalah suara hati.

“Sensor internal manusia, itu ya suara hati. Dengan ini kita bisa bedakan mana yang baik dan mana yang tidak.  Yang dihasilkan di sini lalu dikomunikasikan. Kalau isinya datang dari penyaringan yang baik, maka yang keluar juga hal-hal baik. Dari sini lalu orang juga melihat siapa kita. Termasuk kebiasaan kita posting,” terang Kamilus.

Dalam dunia kerja, kata Kamilus, orang tak lagi melihat riwayat hidup (Curriculum Vitae) tidak hanya dibaca dari kertas yang dikirim tapi dari mesin pencari Google. Kalau banyak hal negatif kita keluarkan di media sosial maupun media lain, semua tersimpan di Google, maka citra yang tampak dari diri kita juga negatif.

“Kalau sudah terlanjur sering posting konten negatif, sebaiknya segera bertobat” ajak Kamilus disambut tawa seluruh peserta. Tidak perlu mengaku dosa, cukup dengan membuat postingan positif sebanyak dan sesering mungkin. Dengan sendirinya yang negatif akan semakin tergeser, pungkasnya.