Beranda KWI Feature: Kisah Kakak Sulung Mgr. Pidyarto, O.Carm.

Feature: Kisah Kakak Sulung Mgr. Pidyarto, O.Carm.

 

MENJELANG keberangkatan tim Komsos KWI ke Malang untuk meliput tahbisan Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan, O.Carm., mama saya berkata, “Itu adiknya Pak Heri yang jadi uskup. Nanti pasti dia (Pak Heri) datang ke sana.”

***

Malam 3 September 2016 di Hotel Havana, Malang, inilah resepsi pascatahbisan Mgr. Pid (panggilan akrabnya). Sebagai reporter, saya keluar masuk ballroom dan teras tempat meja buku tamu untuk mengambil gambar.

Dari sekian hadirin, orang pertama yang langsung saya sapa adalah Pak Heri Adisena. Beliau adalah kakak sulung dari Mgr. Pid. Mereka tujuh bersaudara, dan Mgr. Pid anak kelima. Almarhum Romo Anton adalah anak keempat. Pak Heri bersama istri, Bu Sri, duduk di baris paling depan, untuk keluarga.

Saya kenal Pak Heri sejak usia 4 tahun. Dialah santo pelindung anak bina iman buat saya. Loh kenapa? Dulu saya paling anti bersosialisasi. Saya menangis nyaring kalau dipaksa ikut sekolah minggu oleh mama. Pak Heri yang waktu itu tinggal persis di depan rumah saya sedang mencuci mobil. Saya dan papa sedang di halaman rumah, dan kami saling menyapa seperti dipisahkan laut. “Pak Herii!!!” Saya berteriak dulu, karena saya memutuskan untuk mencoba menyukai sekolah minggu yang sebetulnya diadakan hari Sabtu itu.

Beliau langsung meninggalkan selang yang masih menyala, lari menyeberang ke rumah saya sambil bertanya mengapa. Polosnya saya langsung mewawancarai dia di saat papa ngomel karena saya begitu lantang ‘menyuruh’ Pak Heri menyeberang. Ia selalu menjemput dan mengantar pulang saya setiap bina iman, bersama dengan empat teman lain. Dengan dresscode khasnya, kemeja lengan panjang dan celana bahan, ia tidak pikir panjang bila kami mengajaknya bermain bola sebelum bina iman dimulai. Ia tidak takut sandangnya rusak atau kotor. Luar biasa.

Wajahnya mirip dengan Mgr. Pid, hanya lebih kebapakan (wajar dong?). Senyum dan keramahannya (yang juga ada pada istrinya, persis) kian hari kian terpancar. “Kevin, kamu tadi di Stadion gak keliatan,” kata Pak Heri. Saya tersenyum karena ketika saya mengambil gambar keluarga Mgr. Pid, mereka sedang sibuk mengatur barisan kursi keluarga.

Saya berlutut saat mengobrol dengan mereka yang wajah antusiasnya membuat saya betah. Pak Heri langsung menunjukkan sebuah artikel di majalah Inspirasi. Foto Mgr. Pid ketika masih sangat muda sedang bertemu dengan Paus St. Yohanes Paulus II. “Lihat di atas kepalanya. Itu lampu tapi seperti mahkota ya,” ujarnya dengan nada 15 tahun lalu saat mengajar saya bina iman. Saya merinding dan tertegun melihat foto itu, terlalu banyak pesan yang bisa dipetik.

fotopied
Cahaya lampu di atas kepala Mgr. Pid (kiri) membentuk mahkota.

Saya ingat betul tahun 2012 lalu, RP Antonius Widiatmoko,OMI, Pastor Paroki saya, memimpin Pendalaman Kitab Suci di lingkungan saya. Ia berkata bahwa setiap pasutri pasti pernah berkelahi. Maka ia segera mencari pasutri tertua untuk membenarkan pernyataan itu. “Pak Heri, sama istri, pasti berpuluh-puluh tahun menikah pernah bertikai toh?” Pak Heri termenung, kami semua menunggu sebuah jawaban besar. “Mm.. sampai sekarang, belum sih romo.” Saya tersenyum kaget. Kebenaran, kedamaian, dan sukacita dalam Roh Kudus itu (bdk. Roma 14:17) memang sudah paten dalam keluarganya.

Apik tenan.

Pantas adiknya jadi uskup…”