Beranda OPINI Gagasan Untuk Membuat Gereja Kita Benar – benar Sinodal

Gagasan Untuk Membuat Gereja Kita Benar – benar Sinodal

Sinode Para Uskup, Synod of Bishop, 2021-2023, Pope Francis, Paus Fransiskus, Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Catholic, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Keuskupan Indonesia, Gereja Lokal, Persekutuan, Partisipasi dan Misi, Communion, Paticipation, Mission Pewartaan, Sabda Tuhan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat
Doc: synod. va

MIRIFICA.NET – Dalam rangka Sinode para uskup 2023, para teolog Katolik Indonesia berpartisipasi menuliskan refleksi-refleksi untuk membantu umat beriman mengalami dan menghayati Sinode yang saat ini sedang berlangsung di tingkat Keuskupan. Mari kita berefleksi bersama dalam tulisan yang diinspirasikan oleh tema ke delapan dari 10 tema sinode seperti termuat dalam vademecum sinode. Lihat Paus Fransiskus Membuka Sinode Para Uskup: Merayakan Sinode Berarti Berjalan di Jalan yang Sama

VIII. KEWENANGAN DAN PARTISIPASI Gereja sinodal adalah Gereja yang partisipatif dan bertanggung jawab. Bagaimana kita mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai, cara mencapainya, dan langkah-langkah yang harus diambil? Bagaimana otoritas dijalankan di dalam Gereja partikular kita? Bagaimana dipraktekkan kerja tim dan tanggung jawab bersama? Bagaimana pelayanan awam dan asumsi tanggung jawab umat beriman dipromosikan? Bagaimana badan-badan sinodal berfungsi pada tingkat Gereja partikular? Apakah mereka memiliki pengalaman yang bermanfaat?

IX. MEMAHAMI DAN MEMUTUSKAN Dalam gaya sinodal, keputusan dibuat melalui disermen, berdasarkan konsensus yang mengalir dari ketaatan bersama kepada Roh Kudus. Kita bersama dapat membedakan dan memutuskan dengan prosedur dan metode apa? Bagaimana prosedur dan metode ini dapat ditingkatkan? Dalam komunitas yang terstruktur secara hirarkis, bagaimana kita mempromosikan partisipasi? Bagaimana kita mengartikulasikan tahap konsultatif dengan musyawarah, dan proses pengambilan keputusan dengan saat pengambilan keputusan? Bagaimana dan dengan alat apa kita mempromosikan transparansi dan akuntabilitas?

Pertanyaan-pertanyaan dalam dokumen persiapan Sinodal tersebut di atas saya lihat merupakan pertanyaan kunci Gereja Sinodal, yakni “umat Allah yang berjalan bersama”. Hanya bila pertanyaan tersebut ditanggapi dengan benar, maka Gereja akan benar benar sinodal.

Saya mencoba menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman, sehingga tidak sistematis membahas masing masing pertanyaan, namun menjawabnya secara mendasar. Pada prinsipnya saya menggunakan metode berpikir induktif, karena saya percaya metode ini adalah jalan untuk melibatkan sebanyak mungkin umat. Sebaliknya metode berpikir deduktif akan membuat umat pasif dan pewartaan injil menjadi mandul karena tidak relevan dengan hidup sehari-hari.

  1. APA YANG HARUS KAMI LAKUKAN?

Suatu ketika setelah pelantikan Seksi-Seksi Dewan Paroki, beberapa orang pengurus Seksi Keluarga datang kepada saya sebagai pastor Kepala Paroki. Pertanyaan mereka wajar sebelum menyusun program atau agenda kerja: “Romo apa yang harus kami lakukan sebagai seksi keluarga?” Jawaban saya yang tidak wajar:” Lho, yang punya keluarga saya atau kalian?” Tentu saja mereka semua terkejut, namun karena saya ucapkan sambil tersenyum mereka tidak tersinggung. Beberapa saat kemudian mereka menyadari bahwa jawaban saya yang berupa pertanyaan memang benar. Saya kemudian melanjutkan:”Kalian lebih tahu permasalahan-permasalahan keluarga dewasa ini bukan? Buatlah program yang tanggap terhadap permasalahan tersebut. Dan jangan segan untuk bekerja sama dengan seksi lain. Misalnya, mengenai Pendidikan anak, silakan bekerjasama dengan Seksi Pendidikan. Mengenai penataan ekonomi Rumah Tangga, silakan bekerja sama dengan Seksi PSE dst.

“Jadi kami boleh menyusun program sendiri?” mereka bertanya ragu. “Ya tentu saja boleh”, jawab saya sambil tetap tersenyum. Dalam hati sebenarnya saya prihatin, mereka tetap ragu, karena selama ini umumnya seksi-seksi hanya menjalankan program yang disusun oleh pastor. Sikap pastor sentris ini sudah sering dibicarakan, namun tak pernah sungguh dibedah, agar prakteknya dapat diubah untuk memberi umat lebih banyak wewenang, termasuk wewenang untuk berpikir dan melaksanakan.

“Bagaimana bila nanti programnya tidak sesuai dengan ajaran Gereja?”, mereka masih bertanya. “Lha kalian ini kan sudah lama menjadi katolik? Bahkan ada yang sejak lahir, masa kalian tidak mengenal ajaran katolik?” Jawab saya. Saya tahu mereka sudah lama katolik, ada yang ikut KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi) ada yang ikut Kursus Teologi yang diberikan oleh dosen dosen STFT. “Juga untuk apa kalian ikut berbagai kursus? Ayo dipraktekkan”, saya melanjutkan. “Lagipula, nanti kan program kalian dibicarakan dengan romo pendamping atau dengan saya.”. Dialog tersebut membesarkan hati mereka, kelihatan dari wajah mereka yang antusias:”Terimakasih romo, baru kali ini kami berjumpa dengan romo yang seperti romo ini. Aneh … tetapi ya memang benar sih yang romo katakan. Kami berjanji akan menyusun program yang benar benar sesuai dengan kebutuhan keluarga.”

Saya tersenyum lebar:”He he he, sebentar. Kalian sudah bisa membayangkan kan, betapa banyak masalah umat yang berkaitan dengan keluarga? Apa kalian bisa menanggapi semuanya dengan empat lima orang ini? Kalian perlu banyak “pasukan” darimana kalian akan memperolehnya?”

  1. SIAPA YANG AKAN MELAKUKAN?

Banyak paroki besar termasuk yang aktif sekalipun kalau kita perhatikan yang sungguh aktif seringkali tak lebih dari 100 orang. Seorang pastor paroki yang giat mengatakan sudah bagus kalau 5 % umatnya aktif menggereja (bukan hanya ikut misa). Umumnya pastor sudah puas kalau segala urusan gereja bisa dibereskan oleh 5% tersebut. Padahal setiap umat seharusnya menjadi batu yang hidup untuk menyusun bangunan Gereja. Atau menjadi sel yang hidup untuk menyusun Tubuh Mistik Kristus. Kita sering lupa bahwa tujuan Gereja bukan sekedar lancarnya upacara atau berbagai kegiatan lain. Tujuan Gereja adalah menjadi Umat Allah yang hidup, setiap umat tanpa kecuali. Ini juga yang ingin dicapai oleh Sinode ini. Namun bagaimana caranya?

Melanjutkan dialog dengan pengurus Seksi Keluarga “Di paroki ini setiap Minggu terakhir dirayakan Pembaharuan Janji Perkawinan untuk pasutri yang bulan ini memperingati Hari Pernikahannya. Sayang, sedikit yang ambil bagian karena kurang menarik. Nah, buatlah acara menarik dan mengesankan sesudah Misa, termasuk sharing singkat dari para pasutri tersebut. Kalian perlu memilih beberapa pasutri untuk menjadi panitia bulan berikutnya bersama kalian. Jika kalian setia dan kreatif melakukannya, pasti kalian memperoleh banyak ‘pasukan’.”

Mereka melakukannya dan memperoleh banyak ‘pasukan’, bukan hanya dari umat yang selama ini aktif, namun mereka yang tak pernah muncul di lingkungan. Mereka semakin kreatif mengadakan acara Pesta Sederhana (konsumsinya) dan semakin banyak pula yang ikut. Selain “pasukan” yang hadirpun semakin banyak, termasuk untuk acara lain (Seminar, Pelatihan dll).

Hal serupa juga dilakukan oleh Seksi lain, melibatkan banyak umat. Seksi Katekese misalnya, merekrut “pasukan” dari para orang tua komuni pertama, dari wali baptis, wali krisma dll. Tak selalu lancar, tapi lumayan banyak yang tergerak. Apalagi mereka dilibatkan dalam pembinaan calon baptis atau krisma remaja dan dewasa. Tentu melibatkan banyak orang cukup merepotkan. Sayang banyak pastor dan katekis tidak mau repot. Wali baptis dan krisma formalitas. Cukup satu bapak untuk puluhan calon baptis/krisma putera dan satu ibu untuk yang puteri. Umumnya mereka ini bapak dan ibu yang sama bertahun tahun, agar tak perlu melatih lagi. Praktis dan gampang, namun tidak melibatkan banyak umat, mereka dibiarkan menjadi sel yang pasif/mati.

  1. SIAPA YANG MENDAPAT MANFAAT?

Kegiatan bersama yang melibatkan banyak orang sebenarnya membawa manfaat bagi semua. Semua yang terlibat melayani menjadi hidup dan berkembang. Adanya konflik biasa dan bila diselesaikan dengan bijak malah mendewasakan mereka secara manusiawi maupun kristiani. Umumnya karena itu kegiatan yang mereka lalukan juga akan menjadi kreatif dan mengena bagi yang dilayani. Sekaligus menarik mereka untuk ikut terlibat dan melayani. Banyaknya orang yang terlibat juga membuat umat tidak bosan dengan orang-orang tertentu saja.

  1. APAKAH YANG DILAKUKAN BENAR-BENAR KEHENDAK ALLAH?

Allah menghendaki setiap orang hidup, dan hidup dalam segala kelimpahannya (Yoh 10:10). Tentu ini bukan hanya dalam arti fisik, namun terutama mental dan rohani. Tentu beberapa acara harus diseleksi bila bertentangan dengan moral dan ajaran Gereja. Tetapi ini sangat jarang terjadi.

Penulis: Antonius Sad Budianto CM, STFT Widya Sasana

Inspirasimu : Hal-hal Penting dari “Dokumen Persiapan” Sinode