Beranda BERITA Hakim Tribunal Keuskupan Ruteng Dikukuhkan Menjadi Guru Besar

Hakim Tribunal Keuskupan Ruteng Dikukuhkan Menjadi Guru Besar

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Catholic, Katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Katolik, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Keuskupan Indonesia, Gereja Lokal, Pewartaan, Sabda Tuhan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, Guru Besar, Hakim Tribunal Keuskupan Ruteng, Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A.

MIRIFICA.NET – Ketua Pengadilan Gereja (Tribunal) Keuskupan Ruteng, Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A. secara resmi meraih gelar akademik tertinggi sebagai Guru Besar bidang ilmu Religi dan Budaya. Gelar tersebut termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 64673/MPK.A/KP.05.01/2021.

Pengukuhan Guru Besar bidang ilmu Religi dan Budaya, Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A. berlangsung melalui Sidang Senat Terbuka di Aula Assumta Katedral Ruteng, Sabtu (27/11/2021). Kepercayaan yang diberikan oleh Keuskupan Ruteng kepada Romo Jhon, biasa disapa menghantar beliau mendapat gelar Guru Besar.

Menurut Prof. Jhon, banyak pasangan suami istri dan anak-anak yang mengalami kerugian dalam kaitannya dengan hak-hak sipil mereka. “Saya terus terang, selama bekerja di lembaga tribunal, saya mengalami sedikit keprihatinan kepada pasangan yang kaeng one nendep (belum mendapat pengakuan Gereja dan pemerintah). Mereka memiliki luka batin yang luar biasa. Karena itulah saya terdorong tuk membuat penilitian. Dan Puji Tuhan menghasilkan karya ilmiah yang membuat saya meraih gelar Profesor dalam ilmu religi dan Budaya,” ungkap Romo yang pernah berpastoral di Komisi JPIC Keuskupan Ruteng tahun 1998 – 2009 itu. Lebih lanjut, mantan Koordinator Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng itu menyatakan bahwa terdapat marginalisasi hukum adat dan ketidakmampuan hukum negara mengakomodir hukum adat dan hukum agama.

Romo Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A. yang membawakan orasi ilmiahnya bertajuk Perjumpaan Hukum Negara, Agama, dan Adat dalam Kasus Perkawinan di Manggarai, Flores”. Prof. Jhon mengungkapkan hubungan antara negara, agama, dan adat (budaya) sangat mengikat.

“Hukum negara, hukum agama, dan hukum adat merupakan poros kunci kekuatan untuk membangun kehidupan bermartabat, luhur, adil, makmur, dan sejahtera lahir dan batin. Perjumpaan ketiga kekuatan itu merupakan potensi dahsyat bagi keadaban publik, keadilan sosial, dan terpenuhi cita-cita hidup bersama, khususnya dalam aspek perkawinan. Artinya bahwa hukum menjadikan perkawinan sebagai yang fundamental bagi manusia dan menjamin hak, kenyamanan, serta kemudahan para pihak mencapai tujuan perkawinan itu sendiri” katanya.

Lebih lanjut, Rektor Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng itu menerangkan alasan mendasar memilih tajuk orasi tersebut. “Ketiga hukum tersebut memiliki perbedaan. Walaupun pada taraf yang wajar karena tidak mungkin dan juga ganjil kalau segala hukum, aturan, dan tradisi sama dan seragam dimana-mana. Hanya saja, ketika semua hukum ini bertemu dan berlaku pada pribadi yang sama, perjumpaan hukum ini menjadi hal yang problematis, kontoversial, bahkan konfliktual manakala perbedaan tidak bisa diharmonisasi,” ungkapnya.

Secara khusus, Prof. Jhon bercermin pada persoalan hukum negara, agama, dan adat di Manggarai. “Sejumlah persoalan yang dialami oleh masyarakat Manggarai dalam perkawinan. Pertama, hukum perkawinan negara sama sekali tidak mengakomodir legalitas perkawinan adat, melainkan hukum agama saja. Kedua, hukum perkawinan Katolik juga tidak mengakui legalitas perkawinan adat sehingga dianggap kawing kampong dan ka’éng oné nendep. Ketiga, tata cara atau upacara untuk legalitas perkawinan Katolik sangat berpusat pada tata cara barat yang menekankan pertukaran perjanjian antar pasangan, antar pria dan perempuan yang menikah. Keempat, hukum perkawinan negara dan adat memberi ruang bagi perceraian, namun hukum perkawinan agama tidak memberi celah bagi hal tersebut. Kelima, baik hukum negara dan hukum agama, tidak mengizinkan perkawinan tungku cu-cross cousin marriage, salah satu jenis perkawinan yang didukung dalam budaya Manggarai. Keenam, perkawinan campur beda agama,” papar Prof. Jhon dalam orasinya.

Menanggapi persoalan tersebut, Prof. Jhon memberi konsep baru sebagai “solusi”nya. “Perjumpaan agama, negara, dan adat harus menjadi pemerdekaan bagi setiap pribadi dan keluarga. Perjumpaan tiga hukum dalam perkawinan harus dilakukan secara dialogis dan mutualis dengan prinsip kesetaraan dan penghargaan satu sama lain. ukum tidak boleh eksklusif dan tertutup pada kebenaran di luar dirinya. Hukum yang baik selalu berdialog dengan kebenaran dan konteks yang terus berkembang. Hukum yang satu harus menghargai dan menghormati hukum yang lain,” jelas Doktor Hukum Gereja lulusan Universitas Iowa Amerika Serikat itu.

Dalam konteks perkawinan Manggarai, Prof. Jhon menyatakan, lembaga agama, negara, dan adat perlu duduk bersama untuk menemukan kegelisahan, persoalan, dan masalah yang dialami keluarga dan pasangan yang terkait perkawinan. Dengan itu, semua elemen ini ada dalam arus kepedulian yang sama pada persoalan warga, umat dan komunitas adat.

Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A. sejak  1998 sampai sekarang  menjadi Ketua Pengadilan Gereja (Tribunal) Keuskupan Ruteng. Pengadilan Gereja (Tribunal) Keuskupan Ruteng secara khusus bergerak di bidang penyelesaian perkara yang berkaitan dengan Gereja, misalnya masalah laisisasi imam dan anulasi perkawinan, dan lain sebagainya.

Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Catholic, Katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Katolik, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Keuskupan Indonesia, Gereja Lokal, Pewartaan, Sabda Tuhan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat, Guru Besar, Hakim Tribunal Keuskupan Ruteng, Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A.

Acara pengukuhan diisi dengan sambutan-sambutan dari lembaga pendidikan, pemerintahan, dan agama. Uskup Keuskupan Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat, Pr dalam sambutannya, menyampaikan rasa syukur atas pencapaian jabatan akademik tertinggi menjadi Guru Besar bidang ilmu Religi dan Budaya untuk Romo Dr. Yohanes Servatius Lon, MA. “Doa saya secara pribadi dan tentu kami semua yang hadir hari ini pasti menyertai Romo agar anugerah ini selalu bermanfaat baik bagi Romo sendiri, Unika St Paulus, Masyarakat luas dan keuskupan kita,” ungkap Uskup Siprianus.

Uskup Siprianus berharap, semoga melalui momentum ini mesti merangkum serta memancarkan pengalaman komunitas akademi kepada Unika St Paulus pada khususnya, masyarakat di Manggarai Raya dan NTT pada umumnya. Selain itu, peristiwa itu juga menjadi titik pijak dalam membangun Unika Santu Paulus Ruteng sebagai pusat keunggulan dengan kasih sebagai energi pengabdiannya di bagi kehidupan di masyarakat.

”Omnia in Caritate” lakukan segela pekerjaanmu dengan kasih,”pesan Uskup Siprianus.

Sebagai ketua dewan pembina Yayasan Santu Paulus Ruteng yang menaungi Unika Santu Paulus Ruteng terlebih dari itu sebagai Uskup di Keuskupan Ruteng, Uskup Siprianus, juga mengatakan, penganugerahan jabatan tertinggi untuk Romo John sebagai profesor merupakan pengalaman kristalisasi dari Romo John baik seorang imam di Keuskupan Ruteng maupun sebagai seorang akademisi. Figur yang nampak begitu nyata dalam ketekunan untuk mengamankan kemampuaan dan menjaga kemampuan yang diberikan.

Masih menurut Uskup Siprianus, peristiwa pengukuhan itu menggambarkan suatu pencapaian terbaik Unika Santu Paulus Ruteng sampai sejauh ini. Dan peristiwa ini niscaya akan menjadi Titian meraih mimpi-mimpi besar ke depan yang Tuhan sudah siapkan pada kepa-kepa perjuangan kampus itu.

“Sebagai seorang Uskup, saya juga perlu menegaskan bahwa jabatan yang paling besar dianugerahkan kepada Romo John pada hari ini, niscaya memberi warna tersendiri bagi sulaman-sulaman kisah kehidupan Keuskupan Ruteng ini. Dan disisi sebelah perayaan hari ini mesti menjadi satu alasan paling mendesak bagi masyarakat akademik terutama bagi Unika Santu Paulus Ruteng untuk mendengar desahan, mendengar serak-serak kehidupan kemudian berdiri di garis terdepan, membela kemanusiaan yang tersobek karena banyak alasan,”ungkap Uskup Siprianus.

Sementara, Wakil Rektor I Unika Santu Paulus Ruteng, Dr. Fransiska Widyawati, M.Hum. dalam sambutan mewakili Civitas Academica Unika Santu Paulus Ruteng mengatakan orasi ilmiah Rm. Prof. Dr. Yohanes Servatius Lon, M.A. memberikan nilai dan makna dalam mendapatkan tautan tiga hukum dalam perkawinan.

“Profesor membuka mata dan wawasan semua tentang problematika perjumpaan tiga hukum itu di Manggarai. Apa yang diangkat ini tentu membanggakan. Dan, kebanggaan  ini tentu tidak saja untuk Profesor sendiri, tetapi terutama untuk Unika St. Paulus Ruteng, dan masyarakat Manggarai raya, Flores, dan NTT atas pencapaian ini,” ungkap Dr. Fransiska.

Turut hadir dalam pengukuhan ini Kepala LL Dikti Wilayah XV, Dewan Profesor, Anggota DPR RI Julie Laiskodat, Kepala Kesbangpol Provinsi NTT, DPRD Provinsi NTT, Kakanwil Depag Provinsi NTT, Kakanwil Kemenhunkam NTT.

Selain itu, Wakil Bupati Manggarai Timur (Matim), Sekda Matim, Pimpinan DPRD Matim, Sekda Manggarai, Pimpinan OPD Manggarai, Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat, Rektor atau Ketua Sekolah ,Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh masyrakat, civitas akademika Unika Santu Paulus Ruteng dan keluarga Prof. John. (Kontributor, Ama Berno Beding).