Home BERITA Hari Pangan Sedunia 2020 : Bangun Kemandirian Pangan di Masa Covid-19

Hari Pangan Sedunia 2020 : Bangun Kemandirian Pangan di Masa Covid-19

Hari Pangan Sedunia 2020 (World Food Day)

 

Pangan di Masa Covid-19

Pandemi covid-19 yang terjadi saat ini membawa dunia dan kehidupan manusia mengalami krisis kesehatan yang berdampak pada semua dimensi kehidupan. Orang merasa terancam, panik dan ketakutan, ekonomi mandeg, pembangunan tersendat, dan semua rencana yang telah dibuat tidak dapat berjalan bahkan harus dibatalkan. “New normal” menjadi alternatif dan strategi untuk bangkit karena kehidupan tetap harus berjalan. Dalam situasi ketidakpastian seperti ini, pangan merupakan salah satu penopang yang penting karena pangan adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia. Terlebih pada saat pandemik virus ini asupan makanan untuk stamina dan ketahanan tubuh sangat dibutuhkan. Oleh karena itu ketersediaan pangan untuk setiap orang dan semua orang menjadi niscaya.

ltulah mengapa pada Hari angan Sedunia Tahun 2020 ini, KWI mengajak kita semua, marilah selama masa “new normal” ini kita isi dengan gerakan bersama: Ayo konsumsi makanan sehat, Ayo menanam dan Ayo berbagi.

Ayo Konsumsi Makanan Sehat dan Bergizi

Paus Fransiskus dalam pesannya untuk HPS sedunia tahun 2019, mengingatkan kita bagaimana makanan dapat berhenti menjadi sarana subsisten (self-sufficiency) dan berubah menjadi sarana penghancuran diri. Makan yang berlebihan dan tidak teratur dapat memperburuk kesehatan tubuh, demikian pula makan sedikit namun tidak bergizi juga dapat mengakibatkan hal yang sama. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kita perlu mengubah cara kita bertindak, dan nutrisi adalah titik awal yang penting. Ia mengingatkan pula bahwa masih ada orang-orang yang makan dalam cara yang tidak sehat dan masih ada pula yang berkekurangan.

la mengajak, untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dari hasil-hasil bumi (bdk. Mzm 65:10-14; 104:27-28) yang tidak dapat direduksi menjadi sekadar objek untuk dimanfaatkan dan dikuasai segelintir orang. Gangguan akibat nutrisi hanya dapat diatasi dengan memupuk gaya hidup yang diinspirasikan oleh rasa syukur atas apa yang sudah kita terima, sambil mendalami gaya hidup sederhana, hemat bersih dan ekologis, mengontrol iri, berpantang/puasa, penguasaan diri dan solider (rela berbagi). Inilah keutamaan-keutamaan yang sudah sejak dulu dihidupi manusia dalam sejarahnya. Sebuah gaya hidup yang memungkinkan kita untuk menumbuhkan hubungan yang sehat dengan diri kita sendiri,dengan saudara-saudari kita dan dengan lingkungan di mana kita hidup.

Untuk mewujudkan corak hidup seperti di atas peran dan fungsi keluarga menjadi penting dan utama. Keluarga perlu mulai menunjukkan kepedulian akan kualitas pangan terutama dengan memanfaatkan pekarangan rumah, atau memanfaatkan lahan sempit sekeliling rumah, misalnya menanam berbagai jenis sayuran, buah-buahan. Lingkungan yang sehat dan bersih akan menjadikan keluarga sehat dan semakin bermartabat.Gaya hidup keluarga seperti ini perlu ditampakkan dan menjadi kesaksian bagi sesama sebagai terang dan garam dunia. Dalam keluarga, dan berkat sensitivitas perempuan dan keibuan, orang juga dapat belajar menikmati hasil-hasil bumi tanpa disalahgunakan dan tanpa pemborosan.

Gerakan Ayo Menanam

Pada zaman milenial ini sadar tidak sadar sebenarnya manusia sudah terseret pada dunia yang serba instan. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya diukur pada ketersediaan uang yang dimilikinya. Manusia sepertinya lupa akan kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya untuk dapat memenuhi kebutuhannya dengan usaha sendiri. Menanam sesuatu yang bermanfaat, sehat, segar dan berkualitas di pekarangan rumah atau lahan-lahan kosong tidaklah sulit. Apalagi teknologi pertanian modern telah pula menawarkan macam-macam bentuk media tanam yang dapat dilakukan untuk bercocok tanam kapan dan di manapun, misalnya kebun hidroponik, tampulapot dan sebagainya.

Bercocok tanam adalah sebuah alternatif murah dan mudah untuk menyediakan dan mencukupi kebutuhan pangan skala kecil dalam keluarga dan komunitas. Bercocok tanam dapat pula menjadi peluang ekonomis. Kegiatan bercocok tanam sungguh sangat memungkinkan ketika kita dipaksa tinggal di rumah karena Covid-19. Kegiatan bercocok tanam juga memiliki dampak ekologis, yakni mendekatkan dan menyadarkan diri kita pada Bumi atau lingkungan hidup sebagai sumber dan anugerah Tuhan yang telah diberikan kepada kita.

Dalam Kitab Suci, hubungan manusia dengan dunia pertanian sangat erat sekali (Kej 2:7; 3:19; bdk. Yes 64:7). Pemikiran dan bahasa manusia secara mendasar dipengaruhi oleh hubungan dengan tanah dan dunia tani. Misalnya, dikatakan “menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia” (Hos 10:12 dst; Yes 28:23-29). Hubungan dengan dunia pertanian ini juga menentukan pengajaran dan bahasa Yesus, misalnya: panen, menabur, benih, biji sesawi, pohon, musim menanam, memetik gandum dan seterusnya. Yesus menggambarkan hidup sebagai memiliki bumi (Mat 5:5).

Kesadaran bahwa pangan adalah anugerah sejak awal mendorong manusia untuk bersyukur dan memuliakan Allah atas nama seluruh bumi (Mzm 66:1-4; 96;104). Kita harus mengucap syukur karena hidup kita sama sekali tergantung pada Allah yang mengatur kekayaan bumi (Kej 2:16 dst). Syukur ini diwujudkan dengan memelihara tanah dan memanfaatkannya (Kej 2:8, VC 15; Sir 1:14) serta berbagi hasilnya dengan orang miskin dan orang asing supaya mereka juga mendapat bagiannya (Ul 14:29; 24:19-21).

Sikap terhadap tanah dan tanaman mempunyai ciri sosio-religius. Kesetiaan sikap itu menandai hidup anak-anak Abraham yang beriman. Singkatnya, masa pandemi Covid-19, mengajak kita untuk kembali pada kesadaran bahwa tanah, air, tanaman, hewan dan sebagainya adalah anugerah Allah yang harus dirawat dan diusahakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama sebagai ungkapan syukur kepada Allah dan perwujudan cinta kepada sesama.

Gerakan Ayo Berbagi Pangan

Sedari awal Gerakan HPS Gereja Katolik menentukan salah satu dari dua tujuannya adalah membangun solidaritas dan berbagi pangan kepada saudara-saudari yang miskin, kelaparan dan berkekurangan gizi. Solidaritas artinya mengabdikan diri untuk kebaikan bersama dan kita semua bertanggung jawab atas semua (SRS 38). Solidaritas merupakan sikap dasar setiap pribadi sebagai mahkluk sosial yang memiliki martabat yang sama sebagai ciptaan Allah. Iman kita mengatakan bahwa solidaritas manusia bersumber dari hati yang berbelas kasih.

Dalam homili penutupan misa Kudus Yubelium Kerahiman llahi, Bapa Suci Fransiskus menegaskan bahwa “pintu sejati belas kasih adalah Hati Yesus”. Injil seringkali menceritakan bahwa Yesus, ketika melihat orang-orang letih dan tertekan merasakan belarasa mendalam (bdk. Mat 9:36). Sungguh Yesus mempunyai hati yang tergerak oleh belas kasih. Oleh karena itu, Yesus meminta kepada para murid untuk memberi makan bagi orang banyak yang mengikuti-Nya karena mereka lelah dan kelaparan (Mrk 6:37). Kini permintaan Yesus yang sama ditujukkan pula kepada kita: “mari kita berbagi makanan” khususnya selama masa sulit yang kita hadapi bersama saat ini.

Paus Fransiskus dalam pesannya yang sama pada HPS 2019, mengatakan: “Sungguh kejam, tidak adil dan paradoksal, pada masa kini ketika ada makanan untuk semua orang, tetapi tidak semua boleh mengaksesnya. Atau ada daerah di dunia di mana makanannya berlimpah-limpah, dibuang dan dikonsumsi berlebihan atau dimanfaatkan untuk tujuan lain bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup”. Ia juga mengingatkan bahwa perjuangan melawan kelaparan dan gizi tidak akan berhasil jika makanan diletakkan pada logika pasar dan demi keuntungan semata. Ia mengajak kita untuk mengarahkan perhatian kepada pribadi manusia, khususnya mereka yang berkekurangan makanan sehari-hari dan yang hampir tidak mampu membangun hubungan keluarga dan sosial (bdk. LS 112-113). Oleh karena itu mari kita mengingat kembali apa yang dikatakan Yesus kepada para murid dan tentu kepada kita semua bahwa ketika kita memberi makan kepada mereka yang kelaparan, kita melakukannya untuk Tuhan sendiri (bdk. Mat 25:35-40).

Baca juga: Bangun Kemandirian Pangan di Tengah Pandemu Covid : “Kebun Keluarga”

Akhir Kata, Ayo Bekerja

Allah telah memberikan kemampuan dan kepandaian kepada setiap manusia untuk berpikir dan bekerja, yakni akal budi (Amsal 2:1-3). Ia juga memberi mandat kepada kita untuk mengolah dan merawat bumi sesuai dengan kehendak-Nya, demi kesejahteraan setiap orang dan semua orang serta generasi setelah kita (Kej. 1:28). Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk banyak tinggal dan beraktivitas di rumah dan di sekitar rumah. Peluang ini dapat kita gunakan untuk beraktivitas, berdoa merenung Sabda Tuhan dan berbuat amal kasih. Paulus dalam suratnya kepada Umat di Tesalonika mengajak kita untuk tidak malas dan rajin bekerja supaya dapat makan. Dikatakannya bahwa setiap manusia harus bekerja, “yang tidak bekerja tidak patut diberi makan” (2 Tel 3:10). Kita diajak untuk tidak berpangku tangan saja dan hanya menanti uluran bantuan pangan, tetapi tetap berusaha supaya dapat maka tanpa selalu berharap dan menggantungkan diri pada pihak lain.

Semoga Tuhan memberkati segala usaha kita dan memberi kemurahan pangan, terlebih pada masa-masa sulit sekarang ini.

[pdf-embedder url=”https://www.mirifica.net/wp-content/uploads/Leaflet-PSE-2-01.pdf” title=”Leaflet PSE-2-01″]

[pdf-embedder url=”https://www.mirifica.net/wp-content/uploads/Leaflet-PSE-2-02.pdf” title=”Leaflet PSE-2-02″]