Home Jendela Alkitab Harian Kebahagiaan Terletak Dalam Semangat Berbagi Dengan Tulus (Siraman Rohani, 31/10/2016)

Kebahagiaan Terletak Dalam Semangat Berbagi Dengan Tulus (Siraman Rohani, 31/10/2016)



Kebahagiaan Terletak Pada Semangat Berbagi Dengan Tulus!
(Lukas 14: 12 – 14)


Saudara-saudari… Pernahkah saudara mengundang orang miskin dan menderita datang makan bersama anda di rumah atau di tempat rekreasi? Bagaimana perasaan anda di kala melihat mereka makan dengan penuh semangat dan bahagia menanggapi undangan anda?
Saya selalu merasa ditantang oleh tingkah-laku seorang teman pastor, yang begitu setia melayani seorang ibu tua dengan anak-anak yatim piatu, yang sering datang ke komunitas kami.  Dia memberi mereka minuman dan biskuit, sama-sama kumpulkan kayu api dan menghantar mereka pulang ke tempat mereka tinggal. Hampir setiap minggu mereka datang dan teman ini selalu setia melayani mereka.


Pada satu waktu teman ini meminta restu dari kami dalam komunitas kalau boleh mengundang anak-anak Yatim Piatu datang rayakan Paska bersama kami di komunitas. Permintannya disetujui. Tibalah hari yang ditentukan. Mereka semua datang, sekitar 25 orang. Kami siapkan makan minum dan hadiah paska untuk setiap anak. Acara diawali dengan doa kemudian disusul dengan pembagian hadiah kecil lalu makan siang. Sore harinya ada acara olahraga. Sepanjang acara berlangsung, saya amati tingkahlaku anak-anak itu. Sewaktu diberi hadiah, saya amati kebahagiaan dan keceriaan pada raut muka dan gerak-gerik mereka. Karena hadiah-hadiahnya adalah baju kaus, maka mereka langsung memakai dan lompat-lompat sebagai tanda suka-cita. Pada waktu makan, saya amati betapa semangatnya mereka makan. Dalam benakku selalu muncul pertanyaan: “Sekarang mereka boleh nikmati makanan yang cukup, bagaimana dengan besok? Apakah mereka punya cukup makanan?” Saya yang berpikir, tetapi anak-anak tidak berpikir tentang hari esok. Mereka nimati kebahagiaan hari ini, dan sepertinya mereka tidak memikirkan apa yang akan terjadi besok.


Saya juga amati teman pastor yang selalu mendamping mereka. Dia kelihatan sangat bahagia, bermain dengan anak-anak. Dia membagi kebahagiaan dengan tulus kepada anak-anak ini. Yang pasti dia tidak mengharapkan imbalan dari anak-anak ini. Kebahagiaan teman ini, justru terletak pada semangatnya berbagi dengan tulus apa yang dimilikinya kepada anak-anak yatim piatu ini.


Saudara-saudari…  Hari ini Yesus menantang kita, para pengikutNya: “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau keluargamu atau tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasannya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan bahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu, Sebab engkau akan mendapat balasnya pada kebangkitan orang-orang benar.”


Kalau saya refeksikan apa yang dikatakan Yesus ini, secara pribadi saya boleh katakan bahwa benar sekali apa yang dikatakan Yesus. Dari pengalaman, kalau teman pastor mengundang saya makan di restoran, maka pada waktu yang sama, muncul dalam pikiran dan hati saya rasa tanggungjawab moral untuk mengundangnya. Saya akan membalas kebaikannya. Sebelum saya membalas kebaikannya, maka perasaan saya pun tetap terganggu. Kepuasan baru ada kalau saya sudah membalas kebaikannya. Itulah kecendrungan yang terjadi pada diri manusia yang berada secara ekonomi. Kebahagiaan yang saya alami dalam konteks seperti ini saya boleh katakan kebahagiaan semu. Saya katakan demikian karena saya selalu didorongan oleh rasa tanggungjawab untuk membalas kebaikan orang lain.


Adalah sangat berbeda kalau kita melakukan kebaikan kepada orang yang sama-sekali tidak bisa membalas kebaikan kita. Kebahagiaan yang kita bagikan kepada orang miskin dan menderita adalah kebahagiaan murni. Kita bahagia karena apa yang kita berikan sudah membahagiakan orang lain. Secara emosional dan mental kita bebas dari godaan kecendrungan kemanusiaan kita, yaitu kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Kita tidak punya pikiran seperti itu lagi. Kita merasa bahagia karena sudah membahagiakan orang lain. Kebahagiaan yang kita alami dalam hal ini sesungguhnya adalah kebahagiaan murni. Jadi Kebahagiaan murni adalah kebahagiaan yang terletak pada semangat berbagi dengan setulus-tulusnya tanpa mengharapkan imbalan.


Marilah saudara-saudari… sebagai pengikut Kristus, kita selalu didorong untuk promosikan semangat Injil ini, yaitu membagi kebahagian dengan tulus kepada yang miskin dan menderita tanpa mengharapkan imbalan.


Kita berdoa semoga Tuhan selalu mendorong kita untuk melayani yang miskin dan menderita dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Kita memohon Bunda Maria untuk mendoakan kita. Amen.