Beranda BERITA Kekhasan Jurnalisme Katolik

Kekhasan Jurnalisme Katolik

PADA sesi kedua workshop Menulis Kreatif di Aula Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Makale, Tana Toraja, Kamis, 30/5, mentor dari Penerbit Buku Kompas (PBK), R.B.E. Agung Nugroho mengusung tema “Menulis Fakta”. Selain itu, dia sempat menyelipkan topik tentang kekhasan jurnalisme Katolik.

Agung mengatakan, sebuah karya jurnalistik Katolik harus mampu membawa pembaca sampai pada “pertobatan sejati”, yaitu perubahan sikap dalam hidup menjadi lebih baik.

“Tulisan kita harus menjadi tulisan yang transformatif,” ujar mantan Pemimpin Redaksi Majalah HIDUP, di Pastoran Makale, beberapa menit usai membawakan sesinya. Editor di Penerbit Buku Kompas ini juga menunjukkan bahwa tulisan-tulisan Romo Y.B. Mangunwijaya sebagai contoh tulisan yang transformatif.

“Misalnya, kita harus belajar dari Romo Mangun. Tulisannya tidak hanya inspiratif, tetapi menggerakkan khalayak pembaca untuk berbuat sesuatu atau melakukan aksi-aksi tertentu demi perubahan yang lebih baik,” imbuh alumnus Seminari Santo Petrus Metroyudan, Magelang, Jawa Tengah ini.

Selain tulisan yang transformatif, Agung juga memberikan tips kepada 65 peserta workshop untuk bisa menjadi penulis yang baik dan benar. Menurut Agung, seorang penulis harus mempunyai pengetahuan tentang apa yang ia tulis, supaya tidak membingungkan diri sendiri dan pembaca.

Selebihnya, pria yang mengaku berasal dari Yogyakarta “coret” ini, mengajak peserta untuk terus berlatih menulis agar memiliki keterampilan (skill). “Dengan demikian, kegiatan menulis digarap sebagai sebuah proses kreatif karena menulis juga merupakan sebuah seni tersendiri,” tandasnya lagi.

Agar kegiatan menulis dapat memberikan pengetahuan, menggerakkan perasaan, mendorong kehendak, dan bersifat transformatif, maka Agung memotivasi peserta untuk rajin membaca, selalu kritis, dan terus berlatih. “Terus mempertanyakan sesuatu dan mencari jawabannya, itulah sifat kritis atau skeptis yang diperlukan. Jangan lupa juga, kegiatan menulis tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca,” tutur alumnus Magister Peace and Conflict Resolution Universitas Pertahanan ini.

Pemateri ini menambahkan, jurnalisme Katolik secara prinsip sebenarnya sama seperti jurnalisme pada umumnya, yakni memberi informasi, menggerakkan rasa dan kehendak. Namun, menurut pria berambut panjang ini, jurnalisme Katolik mestinya mampu melampaui tiga aspek tersebut. “Jurnalisme Katolik harus mampu membawa orang sampai pada pertobatan sejati, mengubah hidup pembaca menjadi semakin berkualitas secara kristiani,” demikian Agung. (Stefan/RBE)