Beranda KWI Kesan dan Pesan Bapak Julius Kardinal Darmaatmaja pada usia ke-90 dari KWI

Kesan dan Pesan Bapak Julius Kardinal Darmaatmaja pada usia ke-90 dari KWI

Para Waligereja peserta sidang perdana KWI
Bapak Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ
Bapak Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ

Pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014, Sekretaris Eksekutif KWI menghadap Bapak Julius Kardinal Darmaatmaja SJ di Wisma Uskup KAJ untuk memohon kesan dan pesan khusus dalam rangka perayaan 90 tahun KWI. Berikut ini adalah kesan dan pesan beliau.

 SE (Sekretaris Eksekutif) : Bapak Kardinal cukup lama ada di KWI. Selama 15 tahun menjabat sebagai Ketua KWI (1989 – 1997 dan 2000 – 2006). Hal-hal apa yang menggembirakan yang Bapak Kardinal rasakan dan alami selama berada di KWI?

K (Kardinal) : Pertama, dalam sebuah pertemuan dengan KOPTARI (Konperensi Pimpinan Tarikat Indonesia), pernah terungkap dari seorang Ketua KOPTARI yang merasa iri bila menyaksikan kehadiran para Uskup yang sangat tinggi dalam sidang tahunannya. Kelihatan sekali bahwa para Uskup sangat bergairah, penuh kerinduan, dan bersemangat tinggi untuk menimba apa-apa yang ada di konferensi. Itu bukan rasa iri yang negatif, tetapi yang menantang dan memacu untuk bisa mengalami yang serupa. Persaudaraan para Uskup itu semakin dipererat dalam kesempatan hidup bersama di Wisma Uskup Jalan Kemiri 15 melalui makan bersama, misa bersama, dan rapat bersama. Hanya sayangnya rumah itu sudah terlalu kecil untuk dapat menampung para Uskup yang jumlahnya semakin bertambah. Perjumpaan itu sendiri sangat meneguhkan kendati tidak harus diucapkan dalam kata-kata.

            Kedua, studi bersama para Uskup yang dilaksanakan pada hari-hari pertama sidang tahunan KWI sangat memperkaya. Kesempatan tersebut merupakan saat untuk menimba sangat banyak hal yang bisa dibawa ke keuskupan masing-masing. Pada hari studi itu wawasan pastoral diperluas. Masalah-masalah nasional dan lokal digali serta ditimba. Perasaan sebagai satu Gereja Indonesia menjadi semakin kuat lebih-lebih bagi para Uskup yang datang dari berbagai daerah yang jauh dari hiruk-pikuk pusat negara. Perasaan sebagai Gereja Indonesia itu berbuah dalam keterlibatan di dalam bidang yang harus ditekuni oleh para Uskup.

            Ketiga, melalui konferensi para Uskup, kita semakin terdorong untuk menghadirkan nilai-nilai Gereja Universal dalam konteks nasional maupun lokal. Misalnya, melalui perjumpaan para Uskup di Konferensi Uskup-uskup Asia (FABC) kekayaan Indonesia dapat disharingkan. Juga dalam perjumpaan yang lebih mondial, misalnya dalam sinode para Uskup.

            Terakhir, perasaan menjadi satu konferensi sangat membesarkan hati. Kebersamaan itu membuat nasib sebagai Uskup untuk daerah yang tidak ringan tantangannya menjadi lebih ringan karena didukung oleh yang lain.

SE : Apa yang menurut Bapak Kardinal masih perlu ditingkatkan di KWI sehingga kehadiran konferensi ini semakin signifikan bagi para Waligereja dan bagi umat serta masyarakat pada umumnya? 

K : Pertama, yang kelihatan makin lama makin baik adalah bahwa komisi-komisi dirasa sangat membantu konferensi. Harapan saya bahwa kesatuan gerak pastoral komisi-komisi ini harus semakin sinergis. Komisi-komisi jangan hanya bicara mengenai bagiannya sendiri-sendiri. Misalnya tentang katekese hendaknya jangan hanya digarap oleh Komisi Kateketik, sebab masalah katekese itu juga menjadi penting diperhatikan oleh Komisi Liturgi, Komisi Pendidikan, dll sebab dimensi itu juga harus tampak di komisi lain. Fokus pastoral bisa dimintakan perhatian khusus pada komisi tertentu, tetapi juga harus menjadi kerja bersama antar komisi, lembaga, dan sekretariat yang ada.

            Kedua, salah satu kendala KWI sejak dulu adalah pengadaan Sekretaris atau Kepala Departemen, sebab KWI memang tidak mungkin menyiapkan orang-orangnya untuk kepentingan itu. Kalau saja akan ada persiapan khusus untuk seorang imam, bruder atau suster yang akan diutus untuk melayani di KWI toh harus dibicarakan secara sungguh-sungguh dengan Uskup atau pimpinan tarekat darimana imam, bruder atau suster itu berasal. Demikian juga akan menjadi sebuah kerugian bagi KWI kalau sudah mempersiapkan tenaga secara khusus lalu hanya ditugaskan selama dua periode (6 tahun), maka minimal seharusnya 9 tahun (3 periode). Maka kalau Uskup atau pimpinan tarekat memberi anggotanya, tenaga yang diberikan itu haruslah orang yang benar-benar sudah teruji dan terbukti bekerja di keuskupan atau tarekatnya.

SE : Apakah masih ada pesan khusus dari Bapak Kardinal untuk KWI?

K : Saya ingin menyampaikan dua hal ini: pertama, dalam konteks pemerintahan yang bergejolak saat ini, KWI ditantang untuk memberikan sumbangannya secara lebih konkret melalui para awam katolik yang berkarya di bidang politik agar mereka menghadirkan politik yang bersih. Gereja harus menyumbang awam-awam katolik yang bersih untuk daerah-daerah. Dan akhirnya harus semakin dikikis apatisme umat katolik terhadap permasalahan politik di negara ini. Kedua, hendaknya KWI semakin mendukung dan ikut mengembangkan sosial ekonomi kerakyatan.

Demikian ungkapan saya. Proficiat untuk KWI yang genap berusia 90 tahun. Tuhan memberkati kebersamaan para Bapak Uskup.