Home KEPEMUDAAN World Youth Day Ketika Generasi ‘Pokemon’ Harus Jauh dari Ponsel

Ketika Generasi ‘Pokemon’ Harus Jauh dari Ponsel

Saat pertama kali mendengar bahwa mereka ditepatkan di satu wilayah rohani terjauh, mereka mengganggap kondisinya pasti masih sama dengan perumahan yang ada di Denpasar. Namun mereka terkejut ketika mobil membawa mereka ke tempat live in yang sama sekali tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Menembus gelap, menyusuri jalan aspal yang sempit dengan kanan kiri hutan, jalanan berkelok naik turun, melewati jembatan kayu yang sempit dimana mobil yang lewat mesti bergantian. Sungguh tantangan bagi Dimas dan teman-temannya. Namun ada satu hal lebih menantang dibandingkan lokasi live in yang terpencil,  yakni saat mereka harus menerima kenyataaan. Mau tidak mau mereka harus jauh dari telepon seluler karena alasan susah sinyal.

Sebagai anak kota yang sangat lekat dengan barang satu ini, kenyataan ini dirasa sangat berat bagi Dimas dan teman-temannya. Ponsel yang sudah menjadi pegangan utama, sekarang mesti lepas dari genggaman.

“Tantangan terberat kami live in disini adalah, harus jauh dari handphone (HP).  Kami tidak bisa buka internet dan melihat perkembangan di luar. Ini sungguh berat. Bahkan kami merasa hari pertama live in menjadi hari terlama,” ungkap Dimas yang kami sambangi ketika mereka sedang doa Rosario bersama umat.

Sebagai generasi ‘pokemon’ awalnya memang berat, namun seiring waktu Dimas mulai terbiasa. Sebelum live in Dimas bahkan selalu menghabiskan waktunya  bermain gawai (gadget), live in membuat kebiasaan Dimas ini berubah. Ia menjadi lebih intens berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Berinteraksi dan bersosialisasi.

“Saya bisa merasakan hal yang beda selama live in di sini.  Bisa berinteraksi, bersosialisasi dan merasakan betapa solidaritas itu penting,”kata Dimas. Dulu satu jam saja lepas dari ponsel rasanya berat banget, tapi kini tidak lagi. Berhari-hari tanpa ponsel nyatanya tak membuatnya sakit atau sengsara. Semuanya aman-aman saja, lanjutnya.

Tak hanya itu Dimas juga mengakui solidaritas dan kerukunan warga di tempat live in sangat tinggi. Ia mengaku memperoleh pengalaman banyak dari kegiatan live in. Kini ketika ia harus meninggalkan orang tua asuhnya, Dimas mengaku berat. Tagline ‘Mudah Akrab Susah Pisah’ sangat dirasakan oleh Dimas dan teman-temannya yang esok hari, Selasa (4/10/2016) harus meninggalkan orang tua asuhnya untuk mengikuti misa pembukaan perayaan IYD 2016 di Stadion Klabat dan mengikuti rangkaian kegiatan lainnya di Kota Manado.