Beranda BERITA Kisah di Balik Dua Hari Perjalanan Workshop Jurnalistik Pegiat Komsos Pangkalpinang

Kisah di Balik Dua Hari Perjalanan Workshop Jurnalistik Pegiat Komsos Pangkalpinang

Pastor Stefanus Tomeng tengah membekali peserta dengan pengetahuan dasar-dasar jurnalistikFoto: John Laba Wujon

PURI Sadhana Santo Damian Pangkalpinang pada Jumat (14/12) sekitar pukul 14.00 tampak masih sepi. Belum terlihat para peserta pelatihan jurnalisitk datang ke tempat ret-ret ini. Hanya ada suara anak-anak dan ibu-ibu di belakang dapur saling bersahutan. Sementara beberapa tukang batu tampak asyik membetulkan kolam di sekitar kapela Puri. Baru setengah jam kemudian datang seorang peserta. Namanya Puji. Puji ditemani seseorang yang ternyata hanya sebagai pengantar.

“Sudah berapakali Puji ikut kegiatan pelatihan jurnalistik seperti ini?” demikian saya bertanya kepada Puji saat berkenalan. Dengan suara pelan tapi meyakinkan gadis berusia 16 tahun ini menjawab. “Baru sekali ini, pa.”

Sebenarnya Puji tak sendirian. Beberapa peserta yang datang kemudian pun ternyata punya cerita yang sama. Mereka adalah para pemula. Mereka masih awam dengan dunia jurnalistik.  Namun, kehadiran dan kesetiaan mereka selama dua hari workshop jurnalistik Jumat (14/12) dan Sabtu (15/12) menggores cerita yang layak dikenang. Mereka mau bergelut dengan jurnalistik.

Perjalanan pun dimulai. Semangat para peserta pelatihan jurnalistik itu lantas diteguhkan lewat sebuah perayaan ekaristi. Ini adalah momen pembuka, saat peserta menimbah hikmat rohani dari sekitar altar Tuhan. “Kita mulai sore ini mengikuti pembekalan dan pendalaman jurnalisitk. Bacaan suci hari ini mengajak kita untuk melihat seberapa besar jawaban kita atas panggilan kita sebagai pewarta. Dalam perjalanan sejarah, ada begitu banyak nabi, ada begitu banyak pribadi-pribadi utusan Allah. Mereka ini diutus untuk mewartakan kehendak Allah,” demikian wejangan suci dari Pastor Nugroho SS.CC kepada para pewarta pemula.

“Tapi yang menarik, pesan para nabi itu seperti berantai. Disampaikan dari satu orang ke orang berikut, dari satu generasi ke generasi lainnya. Hingga akhirnya pesan aseli jadi kabur, semakin tidak jelas. Sebagai pewarta, teman-teman sekalian hendaknya mampu membawa orang lain kepada jalan kebenaran, kepada keselamatan.”

Hikmat rohani itu diperdengarkan kepada para pegiat pastoral komunikasi sosial keuskupan Pangkalpinang. Ketika hening di Puri Sadhana kian terasa bersama senja yang berlalu. Sebelum hari benar-benar gelap. Pastor Stefanus Tomeng Kelen, nahkoda bagi karya kerasulan komsos Pangkalpinang telah duluan berbicara denganku. Tentang arti penting dari dua hari perjalanan mengikuti workshop jurnalistik ini. “Kami ingin jadikan majalah BERKAT sebagai berkat bagi umat Keuskupan Pangkalpinang.”

“Caranya Pastor?” tanyaku kepada Pastor Stef.

“Peserta ini kita bekali, kita tugaskan mereka sebagai kontributor berita di setiap paroki di keuskupan Pangkalpinang,” Pastor Stef menjawabku.

Kembali saya menghitung lagi. Berapa banyak peserta yang datang. Berapa banyak yang siap setia menjadi kontributor berita untuk BERKAT. Majalah kebanggaan umat keuskupan Pangkalpinang ini sempat berhenti cetak. Tapi di bawah tangan dingin Pastor Stef, BERKAT hidup lagi. BERKAT siap jadi berkat bagi umat keuskupan Pangkalpinang.