Home KWI Koran dan Televisi Tak Cocok Disebut Media Lama

Koran dan Televisi Tak Cocok Disebut Media Lama

KEMUNCULAN media-media baru atau yang disebut media digital yang kebanyakan berbasis internet mengubah istilah media seperti koran, radio, dan televisi dengan julukan media lama.

Meski begitu, Pakar Komunikasi yang juga CEO Grup Suara Surabaya Media Errol Jonathans tidak sependapat dengan istilah ‘media lama’ untuk menyebut koran, radio, dan televisi.

“Karena pengertian lama akan diartikan sebagai tidak digunakan kembali. Padahal kenyataannya media-media tersebut masih digunakan hingga sekarang. Saya lebih suka memakai istilah media mainstream”, ujar Errol Jonathans dalam  Workshop Media Sosial Sarana Pewartaan di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Barat, Selasa (1/7/2014)

Nyatanya, kata Errol, di masa kampanye pilpres akhir-akhir ini, meski di media sosial seperti facebook dan twitter situasinya hiruk pikuk bahkan saling menyerang antarkedua pendukung capres, pada akhirnya media seperti televisi masih ditunggu oleh khalayak, khususnya saat debat capres.

Media sosial kurang menarik untuk kepentingan itu (debat). Makanya tidak heran jika media televisi menjadi pilihan untuk debat calon presiden, karena bisa melihat lewat audio dan visual.

Jadi, kemunculan media-media ‘baru’ ini bukan berarti menghilangkan ‘media lama’, karena pada kenyataannya media-media ‘lama’ ini masih digemari dan bahkan terus digunakan hingga sekarang.

Sudah diramalkan
Oleh karena itu ke depan, menurut Errol, kita akan berada dalam ruang lingkup media meanstream dan media sosial.

Begitu cepatnya sebuah informasi tersaji di media sosial seperti facebook dan twitter. Hanya dalam hitungan menit seluruh informasi baru bisa diperoleh.

Berbeda halnya dengan media meanstream seperti televisi dan radio. Butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk dapat menyajikan sebuah berita dan informasi baru.

Dewasa ini, menurut Errol, kecepatan informasi sudah di tangan publik. Fenomena ini sudah sejak 10 tahun yang lalu diramalkan oleh seorang tokoh media massa dunia. Kekuasaan hari ini sudah di tangan publik. Jadi media-media massa menjadi terlambat dan kalah cepat.

“Kira-kira apa yang bisa dilakukan gereja ketika menghadapai serangan-serangan isu yang dilontarkan oleh publik dalam hal ini umat tentang pastornya, biarawan, paroki, atau dewan paroki?” tantang Errol Jonathans.