KUTA, BALI – Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (Komlit KWI) mengadakan Rapat Pleno Nasional di Kuta Bali, 22 – 25 Agustus 2023. Hadir dalam pertemuan nasional ini para Ketua/pengurus Komlit Keuskupan seluruh Indonesia, serta semua Badan Pengurus Komlit KWI.

Rapat Pleno Nasional Komlit KWI 2023 ini mengusung tema: Formasi Liturgi di Indonesia. Tema tersebut diangkat dalam rangka perayaan 60 tahun Dokumen Konsili Vatikan II tentang Sacrosanctum Consilium (Konstitusti Liturgi). Selaras dengan tema itu, formasi liturgi di Indonesia akan menjadi fokus pembicaraan selama hari-hari pertemuan ini.

Berdasarkan kerangka acuan (TOR) Pleno Nasional yang dibuat oleh Komlit KWI, menyebutkan fokus yang dibicarakan antara lain sejauh mana formasi liturgi di lingkup para imam dan seluruh umat Allah sudah berjalan dengan baik? Lalu tindakan atau aksi apa yang sudah dilakukan selama ini tentang formasi liturgi? Apa rencana yang akan dilaksanakan sehingga setiap orang selalu menghidupi liturgi dalam hidup hariannya dan tidak berhenti pada sikap lahiriah?

Pada bagian lain dalam TOR disebutkan bahwa “Formasi Liturgi” menjadi perhatian bersama karena sejalan dengan pemikiran Paus Fransiskus dalam surat Apostoliknya ‘Desiderio Desideravi (DD)’ bahwa Gereja saat ini sedang menghadapi tantangan keduniawian Rohani (sekularisme rohani), yaitu gnotisisme dan neo-pelagianisme (Bdk. Evangelii Gaudium no 94).

Dalam dokumen itu, Paus Fransiskus menegaskan bahwa penangkal paling efektif terhadap godaan ini adalah liturgi (Bdk. DD no.18). “Jika gnotisisme memabukkan kita dengan racun subyektivitas, liturgi membebaskan kita dari penjara referensi diri (Bdk. DD no.19); dan jika neo-pelagianisme memabukkan kita dengan anggapan keselamatan yang diperoleh melalui usaha kita sendiri, maka liturgi memurnikan kita (Bdk. DD no.20).

Misa Pembukaan

Giat Komlit KWI ini, diawali dengan perayaan Ekaristi yang dilaksanakan di gereja Santo Fransiskus Xaverius Kuta, Bali, Selasa (22/8) petang. Misa dipimpin Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, selaku Selebran Utama didampingi Ketua Komlit KWI Mgr. Hendrikus Pidyarto Gunawan, O.Carm, Sekretaris Komlit KWI RP. Riston Situmorang,OSC, Ketua Komlit Keuskupan Denpasar RD. Yasintus Nahak, Pastor Rekan Paroki F.X. Kuta RD. Antonius Gede Ekadana Putra dan imam-imam lainnya.

Dalam homilinya, dengan mendasarkan pada bacaan Injil pada misa ini yang mengisahkan tentang kata-kata Yesus bahwa orang kaya akan sulit masuk surga, menurut Mgr. San, Yesus sejatinya tidak melarang orang untuk hidup kaya. Yesus juga tidak menyangkal bahwa kekayaan juga diperlukan untuk kehidupan yang layak. Namun, Yesus mengingatkan bahwa dengan kekayaan, manusia bisa mendewa-dewakan harta lalu melupakan Allah.

Di sisi lain, Yesus juga menekankan setiap orang termasuk orang kaya supaya mau berbagi kasih untuk sesama. Dikatakan Uskup Silvester, sebagai pengikut Yesus, konsekwensinya harus mengikuti perintahNya. “Perintah Yesus untuk kita adalah saling berbagi kasih, berbagi apa yang kita miliki,” kata Mgr. San.

Selebrasi Pembukaan

Acara selebrasi pembukaan langsung dilaksanakan sebelum berkat penutup, diisi dengan dua sambutan yaitu dari Mgr. Silvester San, selaku Uskup tuan rumah, berikutnya Ketua Komlit KWI Mgr. Hendrikus Pidyarto Gunawan, O.Carm.

Uskup San dalam sambutannya menceritakan tentang keindahan pulau Bali sehingga menjadi primadona pariwisata dunia dan banyak dikunjungi wisatawan. Bahkan pulau ini juga dijuluki pulau damai, pulau toleransi dan sebagainya, maka tak heran jika banyak pertemuan berskala nasional dan internasional dilaksanakan di Bali, termasuk beberapa Komisi dari KWI.

Tidak hanya itu, keindahan pulau Bali juga menyebabkan banyak pasangan mau menikah di Bali, sehingga pulau ini dijuluki pulau cinta. Tetapi untuk pasangan Katolik yang ingin melaksanakan Sakramen Perkawinan, menurut Uskup San, Keuskupan Denpasar telah menerbitkan Surat Keputusan bahwa Misa Perkawinan harus dilaksanakan di gereja. Tidak diijinkan dilaksanakan di hotel, di tepi Pantai, di bawa laut, ataupun di pinggir kolam renang dan sebagainaya. Kebijakan ini tentu saja terkait dengan menjaga kesakralan Liturgi Gereja Katolik.

Uskup San mengungkapkan, menyambut gembira dilaksanakannya Rapat Pleno Nasional Komlit KWI tahun 2023. Uskup Kelahiran Negekeo, NTT, 14 Agustus 1961, itu mengingatkan bahwa saat ini kita hidup dalam situasi modern dan era globalisasi, antara lain ditandai dengan pesatnya teknologi komunikasi dan informasi yang serba canggih dan semua itu sangat mempengaruhi kehidupan manusia, baik pola pikir, pola tindak dan gaya hidup.

“Gempuran modernisasi dan globalisasi menghantui dan mengancam kehidupan Rohani dan iman manusia termasuk umat Katolik lebih-lebih kaum muda dan anak-anak,” katanya.

Uskup San menambahkan, sebagaimana disampaikan oleh Paus Fransiskus, Gereja saat ini menghadapi keduniawia Rohani di mana manusia bisa dengan mudah mengabaikan kehidupan iman dan rohaninya serta mudah mengabaikan peran Allah dalam kehidupannya.

“Melihat situasi ini Gereja tidak boleh tinggal diam, Gereja harus berjuang dengan sekuat tenaga untuk membentengi dan menyelamatkan iman umat dari gempuran globalisasi,” imbuhnya.

Menurut Mgr. San, karya-karya pastoral Gereja harus mampu menyentuh kehidupan Rohani dan iman umat, salah satunya adalah karya pastoral liturgi. Sebab liturgi adalah perayaan iman umat. Liturgi adalah juga puncak kegiatan Gereja di mana umat beriman dihimpun menjadi satu guna meluhurkan Allah, di mana dalam perayaan ini, umat mengambil bagian dalam kurban Kristus dan santapan Sabda guna mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Karya pastoral liturgi, lanjut Mgr. San, merupakan jantung kehidupan iman umat. Dengan demikian, katanya, Pleno Nasional Komlit tahun 2023 tepat sekali mengangkat tema: Formasi Liturgi di Indonesia yang merupakan amanat dari Sacrosanctum Consilium (SC) nomor 19.

“SC-19 menegaskan, ‘Hendaklah para gembala dengan tekun dan sabar mengusahakan pembinaan liturgi kaum berimanserta secdara aktif, baik lahir maupun batin, sesuai dengan umur, situasi, corak hidup dan taraf perkembangan religius mereka. Dengan demikian mereka menunaikan salah satu tugas utama pembagi misteri-misteri Allah yang setia. Dalam hal ini hendaklah mereka membimbing kawanan mereka bukan saja dengan kata-kata, melainkan juga dengan teladan’,” katanya.

Di bagian akhir, Mgr. San, mengharapkan “Dengan Formasi Liturgi ini kita berharap liturgi kita semakin hidup dan dinamis, dengan demikian seluruh umat bersama-sama merayakan liturgi dengan sadar dan aktif sesuai dengan peranan masing-masing sehingga penghayatan iman umat makin berkembang. Pertemuan ini, kiranya juga memiliki manfaat dan memberikan pencerahan bagi para peserta untuk Formasi Liturgi di Keuskupan masing-masing dan menghasilkan buah-buah kebaikan bagi Gereja Indonesia dan Gereja Universal.”

Dokumen Fenomenal

Sementara itu, Ketua Komlit KWI, Mgr.Hendrikus Pidyarto Gunawan, O.Carm, mengungkapkan bahwa Pleno ini seharusnya tiga tahun sekali. Terakhir Rapat Pleno Nasional Komlit dilaksanakan di Lampung tahun 2018, dan setelah lima tahun baru diadakan lagi sekarang ini di Bali.

“Sehingga syukur hari ini kita bisa rapat di Bali. Komisi Liturgi sangat penting, karena menyangkut ibadah, mengurusi suatu kegiatan umat yang sangat penting di mana Allah datang kepada umatNya, dan umat datang kepada Allah untuk keselamatannya,” ungkap Mgr. Pidyarto.

Uskup Malang tersebut juga menerangkan bahwa pertemuan ini juga dalam rangka perayaan 60 tahun Sacrosanctum Consilium (Konstitusi Liturgi) salah satu Dokumen Konsili Vatikan II. Dokumen ini, menurut Mgr. Pidyarto, sangat berharga dan fenomenal karena liturgi dibaharui, di mana liturgi menjadi perayaan umat.

Sebelumnya Konsili Vatikan II, lanjutnya, Liturgi Katolik sangat pastor sentris. Konstitusi liturgi ini mendobrak itu semua, umat bukan lagi hanya penonton, tetapi umat terlibat dengan penuh kesadaran dan aktif.

Oleh sebab itu, maka penting sekali pembinaan atau formasi liturgi. “Kita akan bicarakan pentingnya partisipasi aktif umat dalam liturgi. Penting juga pembinaan liturgi bagi para imam bahkan Uskup juga perlu pembinaan liturgi,” kata Bapak Uskup Malang ini.

“Harapannya, semoga liturgi semakin hidup, dinamis dan semakin dihayati. Keputusan yang kita ambil dalam pleno ini akan dibawa pulang dan kita laksanakan betul-betul. Jangan sampi pudar kembali seperti sebelum konstitusi liturgi,” tutup Mgr. Pidyarto.

Setelah itu, Mgr. Pidyarto, membuka Pleno Nasional ini secara resmi ditandai dengan pemukulan gong, didampingi Uskup Denpasar, Sekretaris Eksejutif Komlit KWI dan Ketua Komlit Keuskupan Denpasar.

Selanjutanya, Sekretaris Eksekutif Komlit KWI RP. Riston Situmorang, OSC, menyampaikan alur proses Rapat Pleno Nasional Komlit KWI 2023. Namun sebelumnya, Pastor Riston, menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung terlaksananya kegiatan ini.

“Harapannya kita lewati rapat ini dengan penuh sukacita. Semoga dari pertemuan ini tidak akan mengganggu kebijakan liturgi di keuskupan-keuskupan, tetapi menjadi lebih hidup dan dinamis,” harapnya, lalu dilanjutkan dengan penyampaian alur proses.

Setelat misa dan selebrasi pembukaan di gereja Kuta, peserta kembali ke hotel untuk melanjutkan acara.

Sesi pertama di hotel diisi dengan acara perkenalan, kemudian dilanjutkan dengan bincang-bincang serius. Dalam bincang-bincang itu, para Ketua/pengurus Liturgi dari berbagai keuskupan ini berbagi cerita tentang panorama praktek liturgi di masing-masing keuskupan, disertai beberapa usulan kongkret yang dapat diperhatikan dalam Rapat Pleno Nasional ini. *

Hironimus Adil/KomsosKD