Home ESSAY Misa Tatap Muka di Masa Normal Baru, Sukacita dalam Kekhawatiran

Misa Tatap Muka di Masa Normal Baru, Sukacita dalam Kekhawatiran

Misa Tatap Muka, Gembala, Pandemi, dirumah aja, Essay, Gerakan Solidaritas, Gereja Katolik Indonesia, hasil bumi, Indonesia, Jaga jarak, katekese, katolik, PSBB, KAJ, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, Lawan Covid-19, pewartaan, Saling Peduli, stay at home
Dokpri

MIRIFICA.NET – Sejak pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak pembatasan kegiatan masyarakat untuk menekan penyebaran wabah virus corona (covid-19). Tak terkecuali pembatasan di tempat peribadatan seperti gereja. Gereja-gereja di lingkup Keuskupan Agung Jakarta sejak 20 Maret 2020 meniadakan misa tatap muka. Gereja hanya menyelenggarakan misa secara online dengan plattform live streaming.

Memasuki masa normal baru, gereja-gereja secara bertahap mulai menggelar misa tatap muka secara terbatas. Gereja Santo Gabriel Paroki Pulogebang pun telah mengantongi izin menyelenggarakan misa dari Keuskupan Agung Jakarta. Misa tatap muka perdana dilaksanakan pada Minggu, 26 Juli 2020 pukul 09.00 WIB. Misa live streaming tetap disiarkan bersamaan untuk mengakomodir umat yang tidak bisa mengikuti misa langsung karena batasan usia.

Tentunya ini menjadi harapan bagi umat yang sudah menunggu hampir empat bulan sejak PSBB pertama. Saat ini umat bisa mengikuti misa secara langsung di gereja. Sebagian umat menyambut penuh sukacita, akan tetapi tidak sedikit pula umat yang masih menyangsikan misa tatap muka di masa normal baru ini.

Untuk itu, Gereja Santo Gabriel cukup berhati-hati dalam menyelenggarakan misa tatap muka. Petugas menyediakan fasilitas hingga melakukan penyemprotan secara rutin. Mereka mengatur bangku tempat duduk dengan memberi jarak, menyediakan hand sanitizer, tempat cuci tangan dan lain sebagainya. Tim Gugus Kendali Paroki (TGKP) dibentuk sebagai panitia untuk melaksanakan protokol kesehatan secara ketat sesuai arahan KAJ.

Umat yang diizinkan ke gereja adalah mereka yang sudah tercatat di database paroki melalui Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (Biduk) dengan rentang usia 18 – 59 tahun.

Umat yang hadir di gereja wajib menggunakan masker, cek suhu tubuh dan menunjukkan barcode.  Mereka juga diharuskan mengikuti aturan dan arahan petugas selama misa dengan tetap menjaga jarak. Semuanya untuk memberi rasa nyaman dan aman bagi umat.

Di awal misa normal baru, tempat duduk yang disediakan hanya 20 persen dari kapasitas atau sekitar 200 orang selain petugas  pada setiap misa.

Panitia mengatur jadwal Lingkungan (Wilayah) yang mendapatkan kuota secara bergilir setiap minggunya. Kuota ditawarkan ke umat lingkungan untuk didaftarkan ke panitia dan panitia akan menerbitkan barcode sebagai undangan.

Sampai dengan minggu ketiga, rata-rata umat yang ikut misa tatap muka kurang dari jumlah yang diharapkan. Undangan yang disediakan tidak dimanfaatkan maksimal oleh umat. Kondisi ini ternyata dikeluhkan juga oleh gereja-gereja lain di Keuskupan Agung Jakarta.

Tim gugus paroki kemudian melakukan evaluasi bersama para ketua lingkungan yang sudah dan akan mengikuti misa tatap muka. Berdasarkan evaluasi sementara, kurangnya minat umat ke gereja antara lain disebabkan oleh pertama sebagian umat masi takut dengan penyebaran virus covid-19. Perkembangan covid-19 yang cenderung menanjak mengakibatkan umat memilih misa online yang dirasa lebih aman. Kedua, keluarga mempunyai anak-anak atau lansia yang selalu diajak bersama untuk misa. Kebetulan anak-anak dan lansia termasuk kelompok usia rentan virus covid-19. Keluarga beralasan tidak mau meninggalkan mereka sendirian di rumah.

Keempat, ada pula umat yang sedang menderita sakit atau ada anggota keluarga yang sakit, sehingga menghindari penularan ke umat lain. Kejujuran umat diperlukan untuk mencegah penyebaran covid-19. Kelima, umat yang bekerja di kantor yang melayani banyak orang,  menghindari bertemu umat di gereja. Kesadaran umat sangat diperlukan karena mereka berpotensi menularkan covid-19. Keenam, waktunya tidak pas. Gereja Santo Gabriel hanya diizinkan untuk menyelenggarakan misa tatap muka satu kali setiap hari minggu pukul 09.00 WIB. Tidak ada misa tatap muka  Sabtu sore, Minggu pagi dan Minggu sore.

Masih ada alasan lain seperti persiapan mengikuti misa online tidak ribet. Mereka tak perlu menempuh perjalanan, mencari tempat parkir, dan mengikuti potokol kesehatan. Dengan adanya misa online, mereka bisa memilih gereja mana saja di tanah air atau dunia, dan memilih jam  serta mencari pastor atau uskup favorit yang akan memimpin misa.

Beberapa masukan tersebut menjadi acuan bagi tim gugus untuk bekerja lebih keras meyakinkan umat. Walaupun tidak menjamin 100% aman, tetapi kerja keras tim disosialisasikan lebih gencar. Di sisi liturgi, pastor paroki juga mempunyai tanggung jawab mengajak umat mau ke gereja.

Pastor Kepala Paroki Pulogebang Romo Aloysius Susilo Wijoyo Pr pada setiap akhir homili selalu berpesan agar umat tidak takut datang ke gereja. Tim paroki sudah bekerja luar biasa membuat umat nyaman dan aman mengikuti misa.

Begitu juga ajakan pastor rekan, Romo Alphonsus Setya Gunawan Pr dalam media paroki agar umat memanfaatkan kesempatan ini sebagai ungkapan iman. “Marilah kita memanfaatkan kesempatan ini sebagai hadiah besar perjumpaan dengan Tuhan. Kita bisa menerima Sakramen Maha Kudus, tanda persatuan Allah dengan manusia. Manunggaling kawula lan Gusti,” kata Pastor Gunawan.

Sebenarnya kuota tempat duduk bisa dipenuhi dengan menambah jumlah wilayah yang dijadwal mengikuti perayaan Ekaristi. Selama ini hanya dua wilayah yang digilir setiap minggunya.  ada 17 wilayah. Kiranya umat menunggu terlalu lama atau sekitar 2 bulan untuk bisa ke gereja.

Tidak sedikit umat yang bersukacita dengan adanya misa tatap muka. Seperti Wiwin (umat lingkungan Santo Mikael) tidak menolak bila mendapatkan undangan kembali. Wiwin merasa undangan misa seperti mendapat undian yang datang tiba-tiba bisa bertemu Tuhan lebih khusuk. Wiwin juga merasa aman karena protokol kesehatan dijalankan sangat ketat.

Demikian juga Hermanus (lingkungan Stella Maris) menyatakan bahwa misa tatap muka mengobati kerinduannya yang sudah berbulan-bulan tidak menerima Tubuh dan Darah Kristus. Hermanus bahkan bersenang hati membantu petugas tata tertib setiap minggunya.

Gereja sebenarnya tidak perlu terlalu prihatin. Yang terpenting gereja selalu konsisten menyelenggarakan misa tatap muka dengan mengutamakan protokol kesehatan ketat. Dengan meningkatnya kepercayaan akan kenyamanan dan keamanan, diharapkan umat tidak takut lagi ke gereja.

Apalagi dengan menurunnya jumlah kasus pandemi covid-19 dan gereja-gereja sudah tidak menyelenggarakan misa online lagi, maka umat pasti akan kembali ke gereja.

Penulis: Deny Kus Indarto