Beranda OPINI Mesbah Kudus Suami-Isteri (8)

Mesbah Kudus Suami-Isteri (8)

Surat Cinta buat Sang Kekasih, www.katabijak.co.id

Surat Cinta Buat Sang Kekasih

AIR muka  Yan  pagi itu tidak ramah.  Suasana dari kedalaman hatinya kacau.  Rasa geram, marah  pada Ros istrinya. Dengan pakaian lusuh,  Ia tergesah-gesah  meninggalkan rumah  menuju kantor tanpa pamit.   Sepanjang hari itu  Ros, istrinya hanyut  dalam tanya.  “Setan apakah yang merasuki pikiran suamiku?

Biasanya jika  terjadi perang urat saraf,  keduanya sepakat menulis surat cinta.  Di keluarga ini, antara Ros dan Yan, ada  satu media pembelajaran dan komunikasi timbal balik.  Media itu mereka sebut surat cinta.  Masing-masing  menyimpan satu buku  yang namanya surat cinta buat sang kekasih.

Kapan saja mereka  dapat menulis surat cinta dalam buku itu buat sang kekasih.  Isi surat cinta hanya berupa ungkapan perasaan  dan isi hati pribadi.  Menulis tentang kebaikan pasangan, menulis tentang diri sendiri, apa yang saya rasakan, mengolah  perasaan dan pengalaman sendiri dan bukan menulis tentang kejelekan pasangan.  Bukan juga mempersalahkan atau menghina sang kekasih. Setelah menulis,  Ros  meletakan surat cinta itu di tempat yang telah  mereka sepakati bersama.

Ros menghentikan aktivitas rumah tangga pagi ini. Sejenak ia termenung. Tangannya menarik  buku yang berisi surat-surat cinta buat sang kekasih. Sekarang saatnya ia meluapkan semua perasaan  hatinya  dalam untaian kata-kata bermakna berikut ini :

“Yan suamiku.  Aku sangat mencintaimu. Namun pagi ini  aku merasa terganggu saat kamu pergi tanpa kata pamit seperti biasanya.Semua tingkah lakumu hari ini membuatku sangat kecewa. Pergi tampa pamit.  Aku tidak habis berpikir apa salahku.  Mungkin aku terlalu egois?  Apakah aku tidak menyiapkan segala kebutuhanmu sebelum berangkat?? Maafkan aku  jika aku melupakan apa yang harus aku perhatikan???  Aku tetap menyangimu. Ros, kekasihmu!”

Sekembali dari kantor Yan membaca surat cinta itu dari Ros istrinya.  Ia termenung lalu menulis surat cinta ini sebagai berikut: “Ros istriku yang kusayangi. Saya mohon maaf. Egoku terlalu besar, otoriter dan sering menyudutkan engkau. Banyak hal dalam diriku  perlu kubenahi. Aku berjanji mendengarkan suaramu. Bila ada maaf tersisa dalam hatimu, maafkan aku”.

Ros kemudian membaca surat cinta balasan suaminya.  Hatinya berbunga-bunga. Ia menemukan dari surat cinta itu sebuah hati yang terbuka, hati yang siap memberi maaf.  Surat cinta itu telah menjadi media yang  menyatuhkan hati batin mereka. Bahkan lebih dari itu surat cinta itu menjadi bagaikan  jembatan emas  yang mereka bangun  untuk melanggengkan hubungan mereka saat badai kehidupan menerpa keluarganya.

Pada akhirnya mereka saling membuka hati satu sama lain. Mereka sepakat, malam hari mereka membuka dialog untuk saling mendengarkan  perasaan dan pikiran dari pasangannya  yang tertulis dalam surat cinta.  Dalam dialog cinta dimana mereka saling mendengarkan itu, Yan dan Ros saling mengaku salah dan saling memaafkan. Mereka berjanji untuk saling menghargai pekerjaan masing-masing.  Mereka mengakhiri dialog cinta itu dengan doa agar  relasi mereka semakin akrab.

Oleh  pengolahan hidup dengan cara demikian, mereka kini mampu menjadi saksi bagi begitu banyak pasangan muda dalam retret,  rekoleksi mapun dalam Kursus Persiapan Perkawinan di mana mereka sungguh memberikan diri, waktu dan tenaga mereka bagi sekian banyak pasangan muda.  Kisah hidup  pasutri Yan-Ros mendorong semua pasangan suami istri untuk menyadari betapa pentingnya membina relasi harmonis  di dalam kehidupan keluarganya.  Merekalah yang berperan menentukan kualitas hidup keluarga ke dalam dan  pada akhirnya bermisi memberi kesaksian kepada keluarga-keluarga lain di lingkungan hidup mereka.

Menulis surat cinta  cuma satu media yang dalam pelaksanaannya tergantung pada kemauan pasutri sendiri.  Surat cinta  bagi pasutri  Yan-Ros menjadi bermakna dalam relasi mereka karena mereka memiliki kemauan untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan keluarganya.  Masih banyak pasutri yang sakit karena  perhatian mereka terutama terkonsentrasi pada ekonomi, pada anak dan sanak keluarga.  Padahal  tujuan perkawinan pada tempat pertama dan utama adalah  untuk kebahagian suami – istri. Anak dan sanak keluarga atau ekonomi adalah urutan kedua dari perkawinan dan hidup keluarga.   Banyak persoalan  terkait relasi suami – istri dan kekacauan hidup keluarga dewasa ini sedang menggugat pilihan suami istri.  Pertanyaan,  manakah pilihan saudara??***

 

Foto Kredit: Ilustrasi (Ist)