Beranda KWI Presiden Jokowi Gagal Lindungi WNI

Presiden Jokowi Gagal Lindungi WNI

Pastor Paulus C. Siswantoko, Pr (paling kanan) dan Anis Hidayah (nomor dua dari kiri) menyampaikan pernyataan saat konferensi pers di kantor Migrant Care di Jakarta Timur, Kamis (16/4).

KONFERENSI Waligereja Indonesia (KWI) menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah gagal melindungi warga negaranya menyusul pelaksanaan eksekusi mati seorang pekerja migran asal Kabupaten Bangkalan, Madura, baru-baru ini di Madinah, Arab Saudi.

Eksekusi mati terhadap Siti Zaenab binti Duhri Rupa, seorang ibu dari dua anak, dilaksanakan pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat. Sebelum dieksekusi mati, Siti Zaenab mendekam di sebuah penjara selama 15 tahun atas kasus pembunuhan yang terjadi pada tahun 1999 terhadap majikan perempuannya.

“Kalau mau ditempatkan dalam konteks Nawa Cita, yang pertama adalah melindungi warga negara. Ini kegagalan dari Nawa Cita Jokowi. Harusnya Siti Zaenab tidak dieksekusi, apa pun upayanya, walaupun kita tidak pernah mendengar upaya yang luar biasa dari pemerintah,” kata Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau KWI Pastor Paulus C. Siswantoko saat konferensi pers yang digelar di Kantor Migrant Care di Jakarta Timur, Kamis (16/4).

“Tanpa mengurangi rasa hormat, dari upaya pemerintah yang katanya sudah sangat sering dan intens dalam mendampingi kasus Siti Zaenab, ada yang memprihatinkan. Kasus ini sudah ada sejak 1999. Presiden Gus Dur pernah telepon raja Arab Saudi untuk menunda eksekusi dan berhasil. Eksekusi terjadi tahun 2015. Kurun waktu 15 tahun ini kayaknya belum dimanfaatkan oleh pemerintah,” kata imam diosesan itu.

Pertanyaannya, lanjutnya, “apakah benar pemerintah sungguh memantau perkembangan kasus ini?”

Namun menurut siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri setelah pelaksanaan eksekusi mati terhadap Siti Zaenab, pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati. Upaya-upaya ini antara lain menunjuk Khudran Al Zahrani sebagai pengacara untuk memberikan pendampingan hukum kepada Siti Zaenab serta memberikan pendampingan dalam setiap persidangan.

Menurut Pastor Paulus, yang akrab disapa Romo Koko, kasus Siti Zaenab menggambarkan banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang masih lemah. “Lemah dalam ketrampilan dan mental. Ketika mereka diajak bekerja di luar negeri, kebanyakan menawarkan dan menceritakan hal-hal yang menyenangkan, sehingga mereka tidak siap menghadapi kesulitan: sulitnya berkomunikasi, sulitnya akses. Sehingga mereka pergi ke luar negeri menjadi pribadi yang lemah.”

“Negara belum maksimal melindungi warga negara Indonesia atau TKI yang terkena masalah,” lanjutnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bahwa organisasinya selama bertahun-tahun mendampingi kasus Siti Zaenab. “Dari anaknya kecil, masuk Taman Kanak-kanak (TK), sampai besar. Berbagai upaya kami lakukan. Eksekusi ini bagi kami sangat berat.”

Sama seperti KWI, Migrant Care melihat bahwa negara telah gagal melakukan tanggung jawabnya dalam melindungi warga negaranya. “Sehingga satu nyawa yang seharusnya dilindungi tidak bisa diselamatkan,” katanya.

Dikatakan, poin penting dalam kasus Siti Zaenab adalah “hukuman mati harus dihapuskan” karena tren hukuman mati terus bertambah.

Menurut Migrant Care, setidaknya saat ini masih ada 290 buruh migran yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, Cina, Malaysia, Singapura dan Qatar.

Katharina R. Lestari, Jakarta

Kredit FotoPastor Paulus C. Siswantoko, Pr (paling kanan) dan Anis Hidayah (nomor dua dari kiri) menyampaikan pernyataan saat konferensi pers di kantor Migrant Care di Jakarta Timur, Kamis (16/4).