Home SEPUTAR VATIKAN Urbi Sidang KOPTARI 2014 di Malino: What Next? Kita Diutus (3A)

Sidang KOPTARI 2014 di Malino: What Next? Kita Diutus (3A)

PENGENDAPAN pertama: Membaca tanda-tanda bahwa Allah terus berkarya dalam Gereja Lokal.

Pengendapan kedua dan ketiga: Terbentuknya Gereja-gereja Lokal dan tumbuhnya panggilan-panggilan religius.

Pengendapan keempat, sekarang ini: Apa yang akan kita lakukan dalam perutusan kita dalam Gereja-gereja Lokal dan Universal sebagai Mistikus dan Nabi. Tema perutusan ini telah diungkapkan dengan sangat baik oleh Romo Patrisius Pa SVD dalam perayaan ekaristi tadi pagi.

Dalam proses Sidang Koptari 2014 ini, kita sampai pada pertanyaan: what next? Apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Kita menjadi sadar bahwa pada akhirnya kita tiba pada kesimpulan bahwa kita diutus. (Baca juga: Sidang KOPTARI 2014 di Malino: Menyadari dan Mensyukuri Penyelenggaraan Tuhan (2A)

Kita diutus untuk menjadi nabi yang memiliki pengalaman mistik. Untuk itu kita diminta untuk bertolak ke tempat yang dalam, go to the deepest; duc in altum. Kita harus masuk ke dalam pengalaman persahabatan pribadi kita dengan Yesus. Pengalaman pribadi bersatu dengan Yesus itu menimbulkan kegembiraan dan kebebasan batin untuk menjalankan perutusan dengan sukacita. (Baca juga: Sidang Koptari 2014 di Malino: Pencanangan Tahun Hidup Bakti (2C)

Marilah kita lihat selayang pandang bagaimana karya perutusan itu telah terjadi. Sejak Tuhan Yesus berdiri di tepi Danau Genesaret dan berkata: “Kerajaan Allah sudah dekat; bertobatlah dan percayalah kepada Injil. Sama seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian Aku sekarang mengutus kamu.”

San Salvador
Karya perutusan itu telah dilaksanakan oleh para rasul dan para murid yang pertama untuk mewartakan Injil di kota-kota sekitar Laut Tengah dan menginjili seluruh Eropa. Penginjilan keluar benua Eropa mulai ketika Christopher  Colombus menemukan benua baru yang kemudian diberi nama Amerika.

Tetapi ketika Colombus sendiri mendarat di suatu pantai pada benua baru itu, maka ia memberinya nama dalam bahasa Spanyol: San Salvador, The Savior, Sang Penyelamat!

Koptari13OK
Diskusi dan sharing pengalaman: Para religius dari tarekat imam, bruder dan suster duduk bersama menggelar acara sharing pengalaman dan pengelolaan lembaga hidup bakti. (Dok. Romo Albertus Sujoko MSC)

Pada pelayaran-pelayaran selanjutnya, ikutlah rombongan misionaris para imam OP dan Fransiskan dari Portugis dan Spanyol. Sampai sekarang kita bisa menyaksikan bahwa seluruh Amerika Latin umumnya menjadi katolik karena karya misi itu. Bahkan dari Gereja Amerika Latin itu tampillah Paus Fransiskus. Ia menjadi Gembala Gereja Universal, sebagai buah dari karya misioner di benua baru itu.

Gereja-gereja lokal semakin kuat dengan bertambahnya jumlah umat dan paroki-paroki dengan dukungan karya-karya karitatif dari para suster, bruder, frater, dan kerasulan awam dengan kehadiran rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dan karya-karya sosial lainnya; dengan doa-doa dari biara – biara kontemplatif dan bertambahnya jumlah imam diosesan.

Ius mandatum dan ius commisionis
Maka pada tahun 1961 berdirilah Hirarki Gereja Indonesia dimana keuskupan-keuskupan secara penuh menjadi Gereja lokal yang menghadirkan Gereja Kristus di bawah pimpinan uskup.

Karya perutusan itu kemudian sampai kepada kita di Indonesia dengan diutusnya tarekat dan kongregasi religius dari Eropa. Pada mulanya Paus memberikan mandat kepada semua tarekat yang diutusnya untuk membangun Gereja-gereja lokal dengan hak penuh yang disebut ius mandatum.

Dengan ius mandatum tersebut tarekat-tarekat juga diberi janji bahwa uskup dari Gereja lokal tersebut akan diambil dari anggota tarekat yang bersangkutan. Demikianlah yang terjadi, setiap tarekat bekerja keras untuk membangun Gereja-gereja lokal dengan sebaik-baiknya, dan para uskup memang berasal dari anggota tarekat yang besangkutan.

Uskup Pribumi pertama adalah Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Uskup Agung Semarang.

Koptari 8OK
Tekun mendengarkan: Di sidang konferensi nasional KOPTARI 2014 di Malino inilah, para pemimpin tarekat religiius seluruh Indonesia duduk tekun mendengarkan paparan dan sharing dari rekan anggota religius lainnya. (Dok. Romo Albertus Sujoko MSC)

Ius mandatum digantikan dengan ius commisionis di mana uskup diosesan mempunyai hak penuh mengatur keuskupannya. Para uskup juga tidak selalu dari tarekat yang memulai karya misi di keuskupan tersebut, melainkan juga dari imam-imam diosesan. Ius mandatum dari tarekat digantikan dengan ius colaborationis, di mana tarekat bekerjasama dengan pihak keuskupan. Dengan perkembangan baru ini, maka tarekat lebih bebas untuk berfokus pada karya kategorial di Keuskupan dan karya misi ke luar negeri.

Kalau mencermati dan merenungkan perkembangan Gereja-gereja lokal sebagai sakramen kehadiran Kerajaan Allah yang dirintis oleh tarekat-tarekat religius yang kemudian menjadi Keuskupan penuh di bawah Uskup Diosesan, maka kerjasama atau kolaborasi antara KWI dan KOPTARI sebenarnya memiliki posisi strategis untuk kerjasama yang lebih kuat dan lebih erat.

Memang para uskup adalah Pemimpin dan Magisterium Gereja, sedangkan KOPTARI adalah bagian dari umat Allah, walaupun para imam religius adalah bagian dari klerus tertahbis, namun mereka adalah pembantu para uskup dan mendapatkan rahmat imamat dari tahbisan oleh uskup. (Baca juga:  Sidang KOPTARI 2014 di Malino: Menelisik Kembali Sejarah Panggilan Hidup Religius (2B)

Mgr. Aloysius Sudarso SCJ menyampaikan bahwa Pimpinan KOPTARI akan diundang dalam Sidang Tahunan Presidium KWI. Itu adalah kesempatan yang sangat penting untuk menjalin kerjasama strategis yang lebih nyata.

Dengan tetap menyadari kuasa para uskup dalam KWI dalam memimpin Gereja, secara praktis pastoral dan stategi karya perutusan, KOPTARI secara nyata memiliki personalia, infrastuktur, dana, metode kerja, dan pengalaman nyata di lapangan yang sangat dibutuhkan oleh para Uskup dalam menggembalakan Gereja Lokal. Di sini perlu digalang kerjasama yang baik dan efektif demi perutusan bagi Gereja-gereja Lokal.

Kredit foto: Dok. Romo Albertus Sujoko MSC.