Beranda KATEKESE Ajaran Gereja Simulasi Total dalam Kasus Perkawinan Kanonik

Simulasi Total dalam Kasus Perkawinan Kanonik

(Relevansi kan 1101)

Rm. D. Gusti Bagus Kusumawanta

Obyek formal perbuatan kehendak

Dalam pembahasan kasus-kasus perkawinan kanonik terdapat suatu perbuatan kehendak yang meniadakan kesepakan perkawinan. Pada bahasan topik ini kita membahas obyek formal perbuatan kehendak itu yakni hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari tindakan itu dan unsur-unsur yang dituntut demi berlangsungnya gubungan suami-isteri yang dengannya kedaua mempelai saling mewujudkan diri dan berkomunikasi satu dengan yang lain.

Simulasi (kepura-puraan) apa itu?

Jika seseorang melangsungkan upacara perkawinan dan mengetahui apa itu perkawinan dan tidak menghendaki perkawianan sama sekali atau melangsungkan perkawinan bertenyantgan dengan kehendak Tuhan, maka kontrak perkawinan itu tidak sah. Dalam hal ini telah terjadi simulasi atau kepura-puraan, makasudnya orang itu mengemukakan kehendak yang tidak dimilikinya.Jika orang itu tidak menghendaki perkawinan sama sekali, maksudnya memberikan kesepakatan nikah palsu, maka simulasi itu bersifat total. Jika orang itu bermaksud menginjak jenjang perkawinan sambil mengesampingkan salah satu unsur atau sifat hakikinya, maka seimulasi itu bersifat sebagian.

Kanon 1101: tentang simulasi

§ 1: Kesepakatan batin dalam hati diandaikan sesuai dengan kata-kata atau isyarat yang dinyatakan dalam merayakan perkawinan,

§ 2: Tetapi bila salah satu atau kedua pihak dengan tindakan positif kemauannya mengecualikan perkawinan itu sendiri, atau salah satu unsur hakiki perkawinan atau salah satu proprietas perkawinan yang hakiki, ia melangsungkan perkawinan dengan tidak sah.

Pada paragraph pertama, menyatakan bahwa bila seseorang secara lahiriah menyatakan kesepakatan nikah diandaikan dia memang mempunyai kesepakatan itu,

Pada paragraph kedua, tidak memberi batasan obyek formal kesepakatan nikah, tetapi semata-mata menyatakan apa yang tidak boleh dikesampingkan dari kesepakatan itu, jika sebuah perkawinan mau menjadi sah. Mengecualikan salah satu sifat perkawinan yang hakiki berarti bermaksud melangsungkan perkawinan yang tidak mengikat salah satu mempelai untuk menghentikan konsensus itu atau melaksanakan perkawinan yang mengandung kemungkinan berpoligami atau menolak memberikan kepada suami/isterinya satu-satunya hak mutlak untuk perbuatan khas suami-isteri demi kelahiran anak.

Apa yang termaksud dalam ungkapan salah satu unsur hakiki perkawinan? Kodeks tidak memberikan suatu daftar tentang unsur-unsur hakiki itu, tetapi memberikan ruang secara terbuka untuk para kanonis (ahli hukum Gereja), dan yurisprudensi guna menentukan apa yang terkandung di dalamnya. Sebenarnya unsur-unsur hakiki dalam perkawinan itu adalah apa yang perlu untuk membangun persekutuan hidup perkawinan yang bisa diterima dan dihidupi secara manusiawi menurut anggapan umum dan dari kodratnya diatur demi kebahagiaan suami-isteri dan kelahiran anak serta pendidikan anak.

Ungkapan di atas memasukkan juga unsur sakramentalitas dalam sebuah perkawinan kristiani. Sakramentalitas adalah salah satu unsur hakiki dari sebuah perkawinan kanonik. Sebab perkawinan itu tidak bisa ada tanpa unsur sakramentalitas (bdk. Kan. 1055).

Mengecualikan dengan positif kemauannya berarti suatu tindakan pengecualian itu tidak harus secara lahiriah dinyatakan (dalam kenyataan jarang terjadi) tapi tetap dibuat secara sadar. Artinya orang itu bermaksud mengecualikan salah satu sifat atau unsur hakiki dari perkawinananya. Hal itu sungguh berbeda dengan sekilas terpikirnya kemungkinan untuk bercerai atau kenyataan bahwa dia tidak tahu apa itu sebuah perkawinan yakni mengandung sifat tak terputuskan atau mengalami kekeliruan (bdk. kan. 1100). Maksud pengecualian itu bisa ekspilist atau implisit. Eksplisit jika pengecualian itu dikehendaki secara langsung, implisit jika apa yang dikehendaki orang itu adalah suatu perkawinan yang tidak mengandung salah satu atau yang lain dari unsur dan sifat hakiki perkawinan.

Simulasi total

Artinya melaksanakan upacara perkawinan tanpa melaksanakan hak dan kewajiban dari status menikah. Hal itu semacam sandiwara, suatu kepura-puraan. Simulasi mencakup juga perkara dimana salah satu mempelai melakukan upacara perkawinan untuk memperoleh status perkawinan misalnya harta warisan tetapi tidak bermaksud melaksanakan hak dan kewajiban perkawinan.

Contoh simulasi

Theresia Dajanpeken menikah dengan Wilhelmus Makejang di Gereja. Keduanya baptis katolik. Perkawinan itu sudah diatur oleh keluarga mereka. Theresia sama sekali tidak menghendaki perkawinan itu dan Wilhelmus sangat meragukan perkawinan itu. Dalam kenyataan kedua belah pihak tidak sepaham. Theresia mengemukakan macam-macam alasan untuk menghindari atau menunda-nunda perkawinan itu. Tetapi orang tuanya tidak pernah mengalah. Penyelidikan sebelum perkawinan memang dilaksanakan tetapi kelihatan tidak mendalam. Bahkan selama upacara perkawinan Theresia harus ditanya tiga kali sebelum menjawab ya. Sejak permulaan hidup perkawinan mereka menyerupai bencana. Dalam beberapa hari terjadi perpisahan, sesudahnya Theresia mengakui terus terang di hadapan banyak saksi bahwa dia tidak mempunyai kehendak sama sekali untuk menikah dengan Wilhelmus.