Beranda Jendela Alkitab Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Paskah VII/C (Minggu Komunikasi Sedunia)

Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Paskah VII/C (Minggu Komunikasi Sedunia)

Sumber: comunicazionisociali.chiesacattolica.it

Agar Mereka Bersatu

Rekan-rekan yang baik,
Saya teruskan pembicaraan dengan Oom Hans tentang Yoh 17:20-26 yang dibacakan pada hari Minggu Paskah VII tahun C ini.

Oom Hans yang baik!
Di Indonesia pada hari Minggu Paskah VII tahun C akan dibacakan Yoh 17:20-26. Bagaimanapun juga saya mau tanya satu dua hal. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh Yesus ketika berdoa agar siapa saja yang ikut percaya kepadanya karena pemberitaan para muridnya akan tetap bersatu sebagai satu umat (Yoh 17:21). Lalu menyangkut ayat 24, ingin saya tanyakan apa pula arti doa Yesus ini: “Aku (=Yesus) ingin agar di mana pun aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan aku…sehingga mereka memandangi kemuliaanku yang telah Engkau (=Bapa) berikan kepadaku, sebab Engkau mengasihi aku sebelum dunia dijadikan.”

Gus, Salam Damai!
Doa Yesus selama perjamuan terakhir itu kutampilkan kembali agar kalian makin mengerti siapa dia itu. Itulah saat-saat orang mengungkapkan diri dengan jujur di hadapan Yang Mahakuasa. Kita beruntung dapat ikut mendengarkannya. Kau ingat kan, itu saat-saat terakhir ia masih bisa berada bersama para muridnya, saat-saat yang amat khusus, bebas dari kehadiran kuasa jahat, seperti kau sebut dalam esaimu mengenai Injil hari Minggu Paskah V tahun C dua minggu lalu. Dia yang memikirkan para pengikutnya sampai saat-saat terakhir itu kini mendoakan murid-murid dan orang-orang yang bakal mempercayai berita para murid mengenai dirinya. Jadi ia juga berdoa bagi kalian di hadapan Yang Mahakuasa yang disapanya sebagai Bapa itu. Ia yakin permohonannya terkabul karena ia amat dekat denganNya.

Tapi, Gus, baiklah kesempatan ini kita pakai membicarakan hal yang sudah lama kupikirkan tapi belum pernah bisa kuungkapkan. Begini. Yesus itu kan berdoa bagi kesatuan kalian. Ia tidak ingin kalian mengalami perpecahan. Namun bukan ia bermaksud membuat kalian merasakan hidup damai bersatu seperti di Firdaus. Ia ingin menunjukkan mengapa bersatu itu ada nilainya sendiri. Maksudnya, supaya kalian bisa ikut menyadari kesatuan antara dia dengan Bapanya. Mungkin aneh penjelasanku ini? Bukankah ia berdoa agar kalian bersatu seperti ia bersatu dengan Bapanya. Jadi kesatuan dengan Bapanya itu jadi “paradigma”, jadi contoh bagi kesatuan dalam umat manusia, begitu akan kaupikir tentunya.

Memang itulah cara berpikir teologi. Tapi bila kalian melihatnya dari segi pengalaman hidup batin, akan sedikit berbeda rasanya. Begini penjelasannya. Kalian baru akan dapat memahami apa artinya Yesus ada sedemikian dekat dengan Bapanya hanya bila kalian bisa mengalami kesatuan di antara kalian. Boleh jadi kalian hanya akan dapat mengalaminya secara negatif. Bila tak ada kesatuan, kalian akan merasakan ada yang kurang. Ada yang belum beres. Begitulah. Bila kalian paham ini maka baru kalian bisa mulai mengerti kesatuan antara Yesus dan Bapa yang mengutusnya ke dunia ini.

Aku memusatkan seluruh pewartaan Injilku pada kesatuan Yesus dengan Bapanya. Namun Injilku tidak dipahami bila orang belum melihat bahwa kesatuan itu memang dapat mendatangkan kebahagiaan. Membuat orang merasa tak kurang suatu apa. Ringkasnya, pengalaman batin kalian dalam menghadapi kesatuan atau perpecahan itu pengalaman yang amat berharga karena dapat membuat kalian memahami kehadiran Yang Ilahi sendiri.

Kukira kalian tidak menyangkal bahwa masih ada sisi-sisi gelap dalam hidup kita. Bukan gelap bagi persepsi orang lain, tapi bagi diri kita masing-masing. Memang kita belum utuh. Dan banyak orang menderita karena itu. Kesukaran ini sering tak terkatakan dan hanya bisa dihidupi. Namun bernilai. Sang Firman itu datang bersinar ke dunia yang terkurung kegelapan. Tak semua sisi dunia ini dapat menerima terangnya. Tapi ia terarah bagi semua sisi kehidupan. Inilah yang makin lama makin kumengerti sebagai kebesaran Tuhan. Ia datang kepada siapa saja, baik yang menerima maupun yang tidak segera menerimaNya. Bahkan yang menolakNya pun tidak dijauhiNya. Ia tetap menunggu. Ia membiarkan orang berjalan sampai menemukanNya.

Sekaligus kujawab pertanyaanmu mengenai Yoh 17:24. Memang sejak awal Tuhan itu ada bagi siapa saja. Tak ada yang bisa berada tanpa kehadiranNya. Ini semua kusebut dalam bagian awal Injilku. Dan orang tidak bisa mendiamkanNya saja. Ia mendatangi orang-orangNya. Ia berperhatian. Kalian mungkin belum menyadarinya. Tapi nanti akan kau lihat betapa besarnya perhatianNya kepada kalian, kepada alam ciptaan. Ia memandangi semuanya. Kalian ini menjadi bagian dari dia yang dikasihiNya, dari Yesus yang sekarang mendoakan kalian.

Aku tahu mungkin tidak mudah menyampaikan hal-hal ini kepada rekan-rekan. Tak usah khawatir. Yang Mahakuasa menerangi. Uskup Hipo yang sering kau kutip itu kan pernah merumuskan hal ini dengan jitu. Ada penerangan, ada illuminatio, tulisnya, yang asalnya dari atas sana sehingga orang bisa mengerti makna hal-hal yang pada dirinya sendiri sulit dipahami. Tak usah was-was menjelaskan misteri kehadiran Yang Ilahi. Beri ruang padaNya dan sisanya akan dikerjakanNya sendiri. Ini martyria, ini kesaksian.

Oom Hans yang baik!

Terima kasih banyak. Penjelasan Oom sangat membantu. Tetapi saya ragu-ragu apa bisa semua ini diceritakan begitu saja kepada rekan-rekan. Kok rasanya seperti ajaran mistik. Akan saya coba nanti. Satu hal lagi ingin saya tanyakan. Apa doa Yesus itu juga disampaikan dengan maksud berbagi “sangkan paran”  atau asal dan tujuan dengan siapa saja yang percaya kepadanya, kepada kita-kita ini?

Gus yang baik!

Seperti pernah kau jelaskan kepada rekan-rekan Kamis Putih yang lalu, dalam perjamuan terakhir itu Yesus memang mau berbagi “asal usul” dengan murid-muridnya. Dan dalam doa  yang hari ini kaudengar, ia malah meminta Bapanya agar membuat kalian juga bisa berbagi hidup dengannya. Dan bukan dengan dia saja, melainkan dengan Yang Mahakuasa yang dipanggilnya sebagai Bapa. Lihatlah betapa besar perhatiannya bagi kalian!

Dengan ini bisakah kalian tinggal diam kalau melihat kemanusiaan terpojok oleh tingkah kekerasan manusia sendiri. Jangan salah mengerti. Aku tidak mengajarkan perlawanan. Aku hanya mau menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan betapa rendahnya tindak kekerasan. Jangan dihadapi dengan cara yang sama-sama memerosotkan. Mintalah kepada Bapa di atas sana menyinarkan wajahnya kepada dunia supaya orang-orang yang berkemauan baik makin mengerti.

Oom Hans,

Di Kalender Liturgi petikan yang kita bicarakan ini dibacakan bagi perayaan Hari Komunikasi Sedunia. Apa ada relevansinya? Apa “kebersatuan” yang Oom Hans paparkan dalam petikan ini bisa diutarakan kembali sebagai “komunikasi”? Kan komunikasi itu kayaknya telpon, radio, mass-media dan lain sebagainya yang belum ada zaman itu?

Dear Gus,

Kiramu aku gak tahu hal-hal zaman ini? Kebersatuan yang dimaksud Yesus itu dulu juga bisa terbangun bila ada komunikasi yang berhasil. Maka bila orang sekarang mau mengembangkan komunikasi, ya kembangkan alat-alat komunikasi yang bisa betul-betul membangun kesatuan, bukan untuk membubrahkannya. Namun, alat hanya alat, yang penting orangnya, pikirannya, itikad baiknya. Medsos yang diamburadulkan menghalangi komunikasi. Terlalu latah juga membuat komunikasi urung. Kotbah yang berpanjang-panjang tak membangun komunikasi dengan umat melainkan hanya merangsang rasa bosan. Ah, udahlah, nantai dikira ngritik yang nggak-nggak.

Salam,

Bacaan Kitab Suci Minggu Paskah VII/C: https://www.mirifica.net/2019/06/01/bacaan-mazmur-tanggapan-dan-renungan-harian-katolik-minggu-02-juni-2019/

Baca juga Katekese dan Panduan Misa Hari Minggu Komunikasi: https://www.mirifica.net/2019/03/27/buku-hari-komunikasi-sedunia-ke-53/