Beranda Jendela Alkitab Ulasan Eksegetis Bacaan Minggu Paskah Tahun A

Ulasan Eksegetis Bacaan Minggu Paskah Tahun A

INJIL MISA MINGGU PASKAH PAGI: Yoh 20:1-9

Yohanes mengisahkan Maria Magdalena yang mengunjungi makam dan melihat batu penutup telah diambil dari kubur. Maka ia segera berlari mendapatkan Petrus dan murid lain yakni “murid yang dikasihi” Yesus dan menyampaikan berita bahwa Yesus diambil orang dan tak diketahui di mana sekarang. Maka Petrus dan murid yang lain itu berlari ke makam. Murid yang lain tadi sampai terlebih dahulu dan menjenguk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah. Petrus datang ke situ dan masuk dan mendapati juga kafan terletak di tanah. Keduanya mendapati makam kosong, kafan pembalut mayat terletak di tanah. Kesimpulan pembaca: ia sudah bangkit.

Murid yang lain yang tadi ada di luar itu kemudian masuk ke makam dan dikatakan “ia melihatnya”, maksudnya “melihat pertanda bahwa Yesus tidak lagi ada di makam, “dan ia percaya”. Ia percaya bahwa ia telah bangkit. Menarik bila kita periksa pengalaman pembaca Injil Yohanes. Di sini sang pembaca lebih dahulu menarik kesimpulan bahwa Yesus sudah bangkit dan baru kemudian Injil mengisahkan murid yang lain yang menjadi percaya. Ini teknik berkisah Yohanes yang pintar. Ia membuat siapa yang mengikuti kisahnya, ikut berlari ke makam bahkan akan dapat datang mendahului murid yang dikasihi dan Petrus sendiri. Dan juga mendahului percaya Yesus sudah bangkit.

Nanti dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa “Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon”. Akan tetapi, Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1Kor 15:5, Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun demikian, apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rasa-rasanya memang dengan sengaja Lukas hanya menyebut Petrus “heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi” (Yunaninya, ”thaumazoon to gegonos”). Pendengar Injil diajak ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai ”apa yang telah terjadi itu”, yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya yang ada di situ. Petrus akan sampai pada kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit.

INJIL MISA MINGGU PASKAH SORE: Luk 24:13-35

Hingga kini dikenal kisah kebangkitan dari pengalaman ketiga perempuan di makam yang kosong yang ingat akan perkataan Yesus dahulu dan pengalaman Petrus menemukan makna peristiwa ini. Dua jalan itu membawa masing-masing dari mereka untuk sampai pada pengalaman iman mengenai kebangkitan. Ada jalan lain, yakni penampakan, seperti yang dialami kedua murid yang berjalan ke Emaus yang diceritakan di dalam Luk 24:13-35.

Kedua murid itu tidak segera sadar bahwa orang yang menyertai mereka dalam perjalanan ke Emaus ialah Yesus yang telah bangkit. Kepada mereka Yesus yang kelihatan sebagai musafir itu menjelaskan kejadian-kejadian mengenai dirinya yang telah dikatakan dalam Kitab Suci. Jadi, sepanjang perjalanan itu kedua murid tadi “membaca kembali” warta Kitab Suci mengenai Yesus. Mereka tidak langsung menyadari bahwa Yesus ada bersama mereka dan menolong mereka agar mengerti lebih dalam warta Kitab Suci. Mata mereka baru terbuka ketika ia makan bersama mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi pada perjamuan terakhir. Akan tetapi, saat itu juga Yesus lenyap. Yang tinggal ialah kesadaran bahwa ia kini hidup. Kesadaran inilah yang membuat mereka gembira dan mengabarkan kepada kesebelas murid di Yerusalem dan orang-orang lain yang beserta mereka.

Ada pelbagai jalan sehingga orang sampai kepada pemahaman bahwa Yesus telah bangkit. Pada intinya, tiap jalan itu membangun hubungan antara kejadian yang mengguncang batin dan kata-kata tentang kejadian yang telah didengar sebelumnya dari Yesus atau dari Kitab Suci atau dari kesaksian orang yang percaya Yesus sudah bangkit. Mungkin kebanyakan dari kita akan menempuh jalan yang ketiga dan jalan kedua. Dalam tiap jalan itu, Tuhan sendiri menolong orang untuk percaya.

 

CATATAN MENGENAI PENAMPAKAN

Dari pembicaraan di atas, jelas penampakan hanyalah salah satu jalan bagi kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Bukan satu-satunya jalan. Berikut ini sekadar catatan mengenai peristiwa penampakan Tuhan. Bila diperhatikan, kisah-kisah penampakan seperti diceritakan dalam Perjanjian Baru memuat tiga unsur utama berikut ini:

Pertama, yang mendapat penampakan tidak segera mengenali Tuhan yang sedang menampakkan diri: kedua murid dalam perjalanan ke Emaus mengira sedang berbicara dengan musafir yang tak tahu apa yang baru terjadi di Yerusalem (Luk 24:13-35, terutama ay. 18), Maria Magdalena mengira bertemu dengan penunggu taman (Yoh 20:11-18, terutama ay. 15), murid-murid yang menjala ikan di Tiberias tak tahu siapa sosok yang menunggu mereka di pantai (Yoh 21:1-14, periksa ay. 4); bahkan dalam kesempatan lain murid-murid mengira Yesus itu hantu (Luk 24:36-37, terutama ay. 37). Dalam keadaan seperti ini, Tuhan sendiri membantu mereka agar mengerti apa yang sedang mereka alami.

Kedua, terjadi dialog antara Tuhan dan orang yang mendapat penampakan. Bisa terjadi sepanjang hari (dua murid dalam perjalanan ke Emaus), bisa juga hanya sekilas (Saulus dalam Kis 9:3-6), tetapi dapat juga terjadi berulang-ulang dalam masa 40 hari (Kis 1:3b). Bagaimanapun juga, hubungan yang terbangun dalam dialog ini mengarah pada perubahan yang besar dan mantap dalam diri orang yang bersangkutan.  Inilah cara Tuhan membantu orang yang percaya agar semakin mengenali yang benar.

Ketiga, penampakan membuat orang mulai memberikan kesaksian. Namun demikian, kesaksian ini bukanlah mengenai penampakan sendiri, melainkan mengenai sebuah pokok kepercayaan, yakni bahwa Yesus bangkit (Mrk 16:9-20, terutama ay. 20; Yoh 20:18, perhatikan secara khusus bagian kedua ayat ini); yang bangkit itu sungguh ada di tengah-tengah para murid (Luk 24:34-35, terutama ay. 35, juga ay. 48); penampakan kepada Saulus menjadi titik balik kehidupannya menjadi Paulus sang rasul. Pembedaan ini penting dan dapat dipakai sebagai pegangan dalam membedakan mana “penampakan” yang hanya menggugah sensasi dan rasa ingin tahu belaka dan mana penampakan yang membangun iman dan memberi rasa aman dan damai dalam batin.

Berbagai pengalaman yang kadang-kadang disebut dengan nama “penampakan” tetapi yang langsung membuat orang “melihat” Tuhan malah mencurigakan. Begitu juga yang tidak ada unsur dialognya sama sekali. Apalagi penampakan yang wartanya hanya mengenai penampakan sendiri dan bukan kesaksian yang membangun iman.

Salam hangat,
Kredit Foto: Servizio Liturgico