MIRIFICA.NET – Jakarta, 23 Mei 2025 – Dalam rangka merayakan Hari Kebangkitan Nasional 2025, Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) menyelenggarakan acara ‘Ekaristi Kaum Muda & Diskusi Birokrat Muda Katolik Indonesia’ jilid dua di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada Selasa, 20 Mei 2025.
Kegiatan ini merupakan rangkaian diskusi menuju 100 tahun Sumpah Pemuda. Diskusi kali ini mengusung tema; “Birokrat Muda Katolik Indonesia, Peziarah Pengharapan dalam Kebangkitan Nasional Indonesia”. Harapannya, diskusi pada Hari Kebangkitan Nasional mendorong refleksi para Birokrat Muda sebagai Peziarah Pengharapan di Tahun Yubileum 2025, sehingga membawa semangat baru bagi Birokrat Muda menjalankan tugasnya.
Sekretaris Komisi Kepemudaan KWI, RD Frans Kristi Adi memimpin Ekaristi Kaum Muda di Kapel Fransiskus. Dalam homilinya, Romo Kristi mengajak orang muda Katolik (OMK) mengingat sejarah Kebangkitan Nasional sebagai bentuk kesadaran generasi muda membangun harapan. Hari Kebangkitan Nasional merupakan hari lahir organisasi pergerakan pemuda Boedi Utomo pada tahun 1908.

Boedi Utomo didirikan oleh Soetomo, Mohammad Soelaiman, Soeradji Tirtonegoro, Mohammad Saleh, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, RM Goembrek, M Soewarno, dan Angka Prodjosoedirdjo, atas dorongan dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter lulusan STOVIA atau Sekolah Kedokteran di Batavia. Romo Kristi mengingatkan bahwa pada momentum Tahun Yubileum ini OMK perlu menyadari bahwa kebangkitan dan harapan membutuhkan gerakan. Itulah yang dilakukan oleh para pendiri Boedi Utomo, bergerak dan membangkitkan harapan.

Setelah misa, para peserta menikmati makan malam dan dilanjutkan diskusi. Sesi diskusi menghadirkan dua pemantik yaitu: Romo Kristi dan juga Stefanus Pramono, Jurnalis Majalah TEMPO dan host siniar ‘Bocor Alus Politik’, serta moderator diskusi Gloria Fransisca, dari Komkep KWI.
Dalam kesempatan tersebut, Stefanus Pramono membagikan sudut pandang sebagai seorang jurnalis senior yang berjibaku di isu politik, hukum, dan sosial. Ia mengakui bahwa kondisi Indonesia saat ini memang tak baik-baik saja. Ragam tantangan berat di depan mata sangat mungkin menyebabkan pesimisme. Sebut saja persoalan tata kelola demokrasi yang memburuk, masalah transparansi dan akuntabilitas yang makin parah akibat lemahnya keterlibatan publik. Kondisi ini juga akibat dari kebiasaan anti-kritik yang menutup ruang kontribusi masyarakat. Implikasinya adalah publik secara umum sulit memaknai kritik sebagai bentuk kepedulian bersama. Kritik dan sikap skeptis justru dianggap sebagai kebiasaan negatif yang menggugurkan harapan. Padahal, skeptis justru sebuah metode yang bagi Pramono bisa merawat harapan.
“Maka sebagai jurnalis saya tetap skeptis. Ingat ya, skeptisisme beda dengan sinisme,” ujar Pramono.
Pria yang akrab disapa Pram atau ‘Uncle Pram’ dalam setiap episode Bocor Alus Politik mengungkapkan bahwa membangun harapan di suasana krisis memang tak mudah. Ia mengakui bahwa membangun harapan sebagai jurnalis dengan ragam ancaman yang dihadapi akibat kritik dan sikap skeptis tidaklah mudah. Contohnya ketika salah satu tim Bocor Alus Politik, Francisca Christy Rosana (Chicha) mendapatkan teror kepala babi dan beberapa jenis teror digital lainnya.
“Bisakah Anda membayangkan jurnalis dan perempuan, masih muda juga, harus menerima teror kepala babi. Tetapi kami di TEMPO sebagai satu organisasi dan komunitas menjaga Chicha, kami melindungi dan saling mendukung agar tetap punya harapan, tidak takut, dan tetap berjalan,” jelasnya.

Komunitas OMK Membangun Harapan
Semangat membangun harapan dan berjalan di situasi dunia yang tidak menyenangkan ataupun ideal membutuhkan nilai. Pram yang sudah melalui masa kerja sebagai jurnalis sejak masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri ini membeberkan pentingnya nilai atau virtue sebagai dasar untuk membangun harapan.
Hal itulah yang menurut Pram menjadi landasan utama ia masih tetap bertahan sebagai jurnalis sekalipun situasi yang ia hadapi di dunia kerja maupun permasalahan publik tidak pernah ideal.
“Alasan saya tetap jadi jurnalis mungkin karena ada nilai. Dalam hal ini nilai saya adalah kebenaran. Maka dengan semangat mencari kebenaran, saya tetap jadi jurnalis dengan kondisi yang tidak ideal ini.”

Sementara itu, Romo Kristi mengingatkan bahwa orang muda adalah masa kini dan masa depan Gereja dan bangsa. Artinya, orang muda bukan obyek tetapi subyek yang membangun harapan dan membawa Gereja bertahan dari masa ke masa. Maka, menyedihkan ketika melihat generasi muda yang tidak memiliki harapan, menghadapi masa depan yang tidak pasti dan tidak menjanjikan, tidak memiliki pekerjaan atau jaminan kerja, atau prospek yang realistis setelah menyelesaikan sekolah. Romo Kristi mengutip dokumen Spes Non Confundit yaitu Bulla Paus Fransiskus menandai Yubileum Biasa Tahun 2025. Tertuang dalam dokumen tersebut bahwa tanpa adanya harapan, impian para orang muda yang tidak pasti menjadi kenyataan membuat mereka akan menjadi putus asa dan lesu.
Untuk itu, bertepatan dengan Tahun Yubileum, Romo Kristi mengingatkan bahwa dengan adanya rahmat penghapusan hukuman atas dosa menunjukkan jika Tuhan pasti campur tangan sekalipun dalam situasi yang tidak ideal. Oleh karenanya, saat ini, Gereja ingin merangkul orang muda hidup dalam pengharapan.
Menjadi Sahabat Peziarah Pengharapan
Dalam sesi pengalaman iman dan tanya jawab, para peserta yang semuanya adalah birokrat muda dari berbagai lembaga seperti kementerian, BUMN, dan pemerintah daerah banyak menanyakan tentang kiat-kiat merawat harapan. Ada juga yang mengapresiasi dokumen Spes Non Confundit, karena dari sekian banyak dokumen terbitan Gereja Katolik, dokumen ini salah satu yang menarik untuk menjadi bahan diskusi, refleksi, dan panduan bagi orang muda dalam berziarah dan berkarya.

Para panitia dan peserta diskusi mengakui bahhwa kegiatan ini membantu OMK saling berbagi sudut pandang. Selain itu, diskusi ini membangun ruang testimoni dua arah dari sudut pandang imam maupun kelompok awam yang bekerja untuk isu-isu publik terutama pada momentum Hari Kebangkitan Nasional.
Akhir diskusi, Pram menganjurkan kepada para birokrat muda peserta diskusi untuk tetap berani membangun langkah, harapan, dan melanjutkan peziarahan. Ia membenarkan pernyataan Romo Kristi, bahwa salah satu harapan yang membuat ia tetap bernyali dalam karya jurnalistik adalah ketika melihat semangat generasi Z (Gen Z) yang kreatif dan proaktif membagikan pendapat mereka untuk perbaikan dan pembangunan bangsa.
“Saya terkesima dengan rekan-rekan Gen Z yang seringkali sebelumnya dipandang jarang membaca, kurang literasi sejarah, ternyata rekan-rekan ini sangat kreatif. Misalnya dengan melakukan aksi demonstrasi membangun tenda di depan Gedung DPR. Itu contoh kecil saja bagi saya, bahwa teman-teman muda ini adalah harapan baru,” pungkasnya.
Romo Kristi menambahkan, tips setia menabur kebaikan dan harapan bagi birokrat muda adalah dengan melakukan refleksi, pemeriksaan batin, dan diskresi. Ia menyebut, tiga langkah ini dikenal sebagai Latihan Rohani dari Santo Ignatius Loyola ini sanggup menambah energi dan daya untuk terus bergerak dan bangkit.
Antusiasme peserta diskusi sangat tinggi karena usai kegiatan, para peserta melanjutkan dengan saling berkenalan dengan para pemantik. Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 18.15 dengan misa dan selesai pada 21.15 WIB. Sesi akhir adalah foto bersama peserta dan pemantik diskusi. Acara ditutup doa bersama dan berkat dari Romo Kristi. Para peserta diskusi pun antusias dan bersepakat untuk bisa terlibat dalam Ekaristi, diskusi, dan model kegiatan lain. Harapannya para Birokrat Muda Katolik ini menjalin suatu jaringan persahabatan dan komunitas dalam Kristus yang setia dan saling mendukung sebagai Peziarah Pengharapan dalam pelayanan kepada publik.
Penulis: Komkep KWI
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.