MIRIFICA.NET, SORONG – Komisi Liturgi wilayah MAMPU (Manado, Amboina, Makassar, Papua) mengadakan pertemuan rutin pada 2–4 Juni 2025 di Keuskupan Manokwari-Sorong. Kegiatan ini berlangsung di Aula Paroki Emaus, HBM, Kota Sorong, dan dihadiri oleh para ketua Komisi Liturgi dari delapan keuskupan: Manado, Makassar, Ambon, Merauke, Jayapura, Sorong, Timika, dan Agats.
Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI, RP. Riston Situmorang, OSC turut hadir dan memimpin jalannya sesi-sesi utama pertemuan ini. Acara dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Manokwari-Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega, di Gereja Paroki Emaus.
Dalam kata pembukaannya, Mgr. Datus Lega mengajak umat untuk mendoakan agar pertemuan ini menjadi sarana yang memperkaya dan memperkuat pelayanan liturgi di wilayah timur Indonesia. Beliau juga memperkenalkan peserta kepada umat yang hadir, sebagai bentuk penghargaan atas karya dan pelayanan mereka.

Keuskupan Manokwari-Sorong: Dinamika dan Harapan
Mengawali sesi pertama, Mgr. Hilarion Datus Lega memaparkan dinamika pastoral Keuskupan Manokwari-Sorong, yang mencakup dua provinsi: Papua Barat dan Papua Barat Daya. Saat ini, keuskupan memiliki sekitar 90.000 umat, 32 paroki dan 3 pra-paroki, serta ditopang oleh imam-imam diosesan dan berbagai kongregasi religius. Keuskupan memiliki 34 imam diosesan—28 berasal dari keuskupan setempat, dan 6 dari keuskupan lain.
Sejarah keuskupan ini bermula di Manokwari, dengan Uskup pertama Mgr. Petrus van Diepen, OSA, yang resmi menjadi Uskup pada tahun 1966. Pada 1975, pusat keuskupan dipindahkan ke Sorong, dan sejak itu dikenal sebagai Keuskupan Manokwari-Sorong.
Perintis misi di wilayah ini datang dari Ordo Santo Agustinus (OSA) dan Ordo Fransiskan (OFM), kemudian disusul oleh SVD dan Yesuit. Saat ini juga berkarya para imam O.Carm dan CM. Kini, ada 10 kongregasi suster yang berkarya, dan keuskupan berharap kehadiran kongregasi baru seperti FSGM dan P.Karm dapat segera terealisasi.
Uskup juga menegaskan pentingnya keberadaan Seminari Menengah Petrus van Diepen, yang telah melahirkan lebih dari 20 imam dari kalangan diosesan dan religius. “Seminari adalah jantung keuskupan,” tegasnya.

Liturgi: Dari Refleksi Menuju Pembaruan
Rm. Riston, Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI, menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan kegiatan rutin Komisi Liturgi untuk membangun relasi, memperkuat sinergi, dan berbagi pengalaman.
“Tujuan utama dari pertemuan ini adalah mempererat kerja sama liturgi antar-keuskupan di wilayah MAMPU. Sharing pengalaman sangat penting karena setiap keuskupan menghadapi konteks budaya dan pastoral yang kaya dan unik,” ujar Romo Riston.
Ia juga menekankan bahwa dari pertemuan ini diharapkan muncul penyegaran ide, pemutakhiran program, serta penguatan pemahaman akan keunikan dan universalitas liturgi Gereja Katolik.
“Melalui regio seperti ini, kita bisa menjembatani perbedaan, memotivasi sesama pelayan liturgi, dan menggali kekayaan lokal dalam semangat liturgi universal,” tambahnya.
Hari kedua pertemuan diisi dengan pembekalan liturgi praktis bagi para pastor paroki dan para imam yang berkarya di lembaga, di Tim Pastoral Wilayah (TPW) Sorong dan Aimas. Kegiatan ini berlangsung dinamis dan interaktif, membuka ruang diskusi tentang implementasi liturgi dalam konteks pastoral masing-masing paroki.
Sebagai bentuk penyegaran dan bentuk kebersamaan antar peserta, Uskup Manokwari-Sorong juga memfasilitasi untuk melakukan wisata ke Raja Ampat. Peserta sempat menginap semalam di sebuah resort dan mengadakan perjalanan wisata untuk menikmati keindahan alam Raja Ampat, Papua Barat Daya. *Penulis: Komsos Manokwari Sorong
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.