Beranda KWI Presiden Komunitas Sant’Egidio: Gereja Harus Keluar Menjumpai Orang Miskin

Presiden Komunitas Sant’Egidio: Gereja Harus Keluar Menjumpai Orang Miskin

Marco Impagliazzo, Presiden Komunitas Sant'Egidio (Tengah)

PRESIDEN Komunitas Sant’Egidio, Marco Impagliazzo mengatakan gereja saat ini harus lebih banyak berjalan keluar dan menjumpai orang-orang miskin. Pendapat ini dikemukakan Marco saat berbicara di sela-sela sidang para uskup Indonesia di Jakarta, Selasa (14/11/2017).

Professor Sejarah dari Universitas Perugia, Italia, mengatakan saat ini ada begitu banyak orang miskin yang tinggal di pinggiran kota. Orang-orang miskin itu hidup dalam  ketidakadilan struktur sosial terutama karena globalisasi.

“Orang miskin adalah gereja itu sendiri, bagian dari gereja, saudara-saudari kita”, ungkap Marco seraya menyebutkan kesenjangan yang terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Fakta kesenjangan yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, anak-anak terlantar, pengangguran di kota negara berkembang mendorong Komunitas Sant’Egidio untuk memperbarui komitmen mereka terhadap orang miskin di perkotaan, khususnya para manula, anak-anak jalanan dan para narapidana.

Marco berpendapat, dengan komitmen seperti itulah Komunitas Sant’Egidio mampu menjembatani setiap perbedaan termasuk kesenjangan sosial tadi.

“Di meja makan sulit ditemukan siapa yang melayani dan siapa yang dilayani karena di situlah semua merasa sebagai satu keluarga keluarga”.

Tapi di antara banyak kerja komunitas, yang paling luar biasa, demikian dikemukakan Marco, yaitu program DREAM, yang memberikan pengobatan gratis kepada 70.000 penderita AIDS di Afrika.

Selain mempromosikan kesejahteraan sosial, Marco juga berbicara tentang dialog antar agama,  keadilan bagi perempuan, pluralisme di masyarakat multi-agama dan kerja sama lintas agama . Ia juga  menyinggung krisis pengungsi Rohingya, di mana lebih dari 800.000 orang telah melarikan diri dari Burma saat ini adalah pengungsi di Bangladesh, dan kini sedang menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat Eropa.

Sebagai komunitas Gerejani, Sant’Egidio hadir untuk berkarya di berbagai bidang kehidupan seperti bidang sosial, pendidikan dan gerakan damai. Hingga kini, Komunitas yang didirikan oleh Prof. Andrea Riccardi tahun 1972 itu telah ada di lebih dari 70 negara di dunia dan memiliki lebih dari 60.000 jumlah anggota.

Di Indonesia, kehadiran Komunitas Sant’Egidio telah dirasakan peranannya karena telah membangun suatu ikatan khusus dengan berbagai komunitas keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadyiah.