popefrancis , rip , papafransesco

Beberapa Catatan Singkat

De Mortuis nihil nisi bene! Tentang orang yang meninggal, kita hendaknya berbicara hal-hal yang baik. Saat ini tentu banyak orang berbicara tentang hal-hal baik yang ditinggalkan oleh Paus Fransiskus. Bukan hal yang berlebihan kalau kita pun berbicara tentang hal-hal baik yang telah dibuat oleh Paus Fransiskus terkait dengan liturgi Gereja. Memang, selama masa kepausannya, Paus Fransiskus telah mencurahkan perhatiannya pada beberapa tema liturgi. Berikut ini adalah beberapa catatan singkat tentang warisan liturgi Paus Fransiskus bagi Gereja.

Liturgi dan Evangelisasi

Beberapa bulan sesudah terpilih, Paus Fransiskus mengeluarkan Surat Apostolis Evangelii Gaudium (26 November 2013). Dalam dokumen tersebut, Paus Fransiskus beberapa kali merujuk pada liturgi, secara khusus menekankan hubungan yang sangat dekat antara evangelisasi dan liturgi.

Evangelisasi dengan sukacita menjadi keindahan dalam liturgi, sebagai bagian dari kepedulian kita sehari-hari untuk menyebarluaskan kebaikan. Gereja mewartakan Injil dan dirinya sendiri menerima Injil melalui keindahan liturgi, yang merupakan perayaan kegiatan evangelisasi sekaligus sumber dorongan pemberian diri yang diperbarui (Evangelii Gaudium, 24).

Dalam dokumen yang sama Paus Fransiskus mengkhususkan satu bab untuk membahas tentang homili sebagai dialog antara Allah dan manusia dalam perayaan. Salah satu kutipannya adalah

“Homili sebenarnya dapat menjadi pengalaman yang mendalam dan membahagiakan akan Roh, suatu perjumpaan dengan sabda Allah yang menghibur, sumber pembaharuan dan pertumbuhan yang tetap” (Evangelii Gaudium 135).

Paus menekankan betapa pentingnya persiapan homili:

Seorang pengkhotbah yang tidak mempersiapkan diri bukan “alat Roh Kudus”; ia tidak jujur dan tidak bertanggung jawab terhadap anugerah-anugerah yang telah ia terima. (Evangelii Gaudium 145).

Maria Magdalena

Paus Fransiskus juga menaruh perhatian pada tokoh wanita penting dalam Kitab Suci. Pada tahun 2016 Paus Fransiskus mengangkat Maria Magdalena sebagai “Rasul dari Para Rasul”:

Maria Magdalena adalah yang pertama di antara para wanita yang mengikuti Yesus untuk mewartakan tentang Dia telah mengatasi kematian. Dia adalah orang pertama yang mengumumkan berita gembira Paskah. Tetapi dia juga membuktikan bahwa dia termasuk di antara mereka yang paling mencintai-Nya ketika dia berdiri di kaki Salib di Gunung Kalvari bersama dengan Maria, Ibunya, dan muridnya, Yohanes. Dia tidak menyangkalnya atau melarikan diri dalam ketakutan seperti yang dilakukan murid-murid lainnya, tetapi tetap dekat dengan-Nya setiap saat, hingga dan termasuk makam.

Paus Fransiskus menaikkan status “Peringatan Maria Magdalena” ke tingkat Pesta pada tanggal 22 Juli 2016 untuk menekankan pentingnya murid Kristus yang setia ini.

Liturgi dan Cinta Kasih: Revisi Rubrik Pembasuhan Kaki

Paus Fransiskus berupaya untuk menghubungkan perayaan liturgis dengan tindakan cinta kasih. Pada tahun 20216, dalam dokumen In Missa in Cena Domini, Paus Fransiskus membuat revisi tata cara pembasuhan kaki.

Dalam melaksanakan ritual ini para Uskup dan imam diundang untuk menyesuaikan diri secara intim dengan Kristus yang «datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani» (Mat 20:28) dan, didorong oleh cinta kasih «sampai akhir» (Yoh 13:1), untuk memberikan hidupnya untuk keselamatan seluruh umat manusia.

Agar makna penuh dari ritus ini dapat diungkapkan kepada mereka yang berpartisipasi, Paus Fransiskus mengubah norma yang ditemukan dalam rubrik Missale Romanum: Imam dapat memilih sekelompok kecil umat beriman untuk menghadirkan keragaman dan kesatuan dari tiap-tiap bagian umat Allah. Kelompok kecil itu dapat terdiri dari pria dan wanita, orang tua dan orang muda, orang sehat dan orang sakit, klerus, biarawan-biarawati dan umat awam.

Promosi Pembaharuan Liturgi

Dalam banyak kesempatan dan juga dalam dokumen-dokumen liturgi, Paus Fransiskus mempromosikan semangat pembaharuan liturgi Konsili Vatikan II. Dalam pertemuan dengan para ahli dan pemerhati Liturgi Italia pada 18 September 2017, Paus Fransiskus menegaskan bahwa reformasi liturgi Konsili Vatikan II tidak dapat diubah. Paus mengingatkan bahwa pembaharuan liturgi Vatikan II bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan hasil persiapan yang panjang.

Dalam dokumen Traditionis Custodes dan Desiderio Desideravi, Paus Fransiskus ini memperlihatkan komitmen pontifikalnya untuk mempertahankan keabsaan dan validitas pembaharuan Liturgi Konsili Vatikan II demi menjaga kesatuan Gereja.

Dalam pertemuan dengan anggota Dikasteri untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen pada 8 Februari 2024, Paus Fransiskus mendiskusikan pentingnya reformasi liturgi sebagai karakteristik yang esensial dari pembaharuan Gereja yang lebih luas.  Paus Fransiskus menegaskan bahwa tanpa pembaharuan liturgi tidak ada pembaharuan Gereja. Reformasi liturgi menggarisbawahi tujuan dari para Bapa Konsili untuk membaharui dimensi fundamental dari hidup Gereja, seperti karya spiritual, ekumenis, pastoral dan misioner.

Terjemahan Teks Liturgi

Berkat Motu Proprio Magnum Principium (3 September 2017) dan Dekret Postquam Summus Pontifex (22 Oktober 2021) Konferensi Uskup dapat menerjemahkan buku-buku liturgi yang dipublikasikan dalam bahasa latin ke dalam bahasa-bahasa lokal secara cepat dan mandiri:

Tujuan dari terjemahan teks liturgis dan teks alkitabiah untuk Liturgi Sabda adalah untuk mewartakan sabda keselamatan kepada umat beriman dalam ketaatan kepada iman dan untuk mengungkapkan doa Gereja kepada Tuhan. Untuk tujuan ini perlu untuk berkomunikasi dengan orang-orang tertentu yang menggunakan bahasanya sendiri semua yang dimaksudkan Gereja untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa Latin. Sementara kesetiaan tidak selalu dapat dinilai dari masing-masing kata, tetapi harus dicari dalam konteks seluruh tindakan komunikatif dan sesuai dengan jenis sastranya, namun beberapa istilah khusus juga harus dipertimbangkan dalam konteks seluruh iman Katolik karena setiap terjemahan teks harus sesuai dengan doktrin yang sehat (Magnum Principium).

Salah satu keputusan yang penting dalam dokumen ini adalah”:

Adalah tugas dari Konferensi Uskup untuk dengan setia menyiapkan versi buku-buku liturgis dalam bahasa lokal, yang diakomodasi dengan tepat dalam batas-batas yang ditentukan, dan untuk menyetujui dan menerbitkan buku-buku liturgis untuk wilayah-wilayah yang menjadi tanggung jawab mereka setelah konfirmasi dari Tahta Apostolik” (Magnum Principium).

Kehadiran umat Allah dalam Liturgi

Paus Fransiskus juga mengusahakan agar umat awam lebih terlibat di dalam liturgi, yakni dalam arti “partisipasi aktif seluruh umat beriman”. Secara khusus pada tahun 2021, keinginan ini direalisasikan melalui dua dokumen.

Dengan Motu Proprio Spiritus Domini (10 Januari 2021) Paus Fransiskus membuka pintu masuk bagi wanita untuk pelayanan sebagai lektor dan akolit. Dalam rangka itu, Paus Fransiskus mengubah Kanon 230, paragraf 1:

“Orang awam yang memiliki usia dan kualifikasi yang ditetapkan oleh dekret Konferensi Para Uskup dapat diterima secara tetap melalui ritus liturgi yang ditentukan ke dalam pelayanan lektor dan akolit” (Spiritus Domini).

Dengan Motu Proprio Antiquum Ministerium, Paus Fransiskus mengakui peranan katekis dalam Gereja:

 Perlu untuk mengakui kehadiran umat awam yang berdasarkan baptisan mereka merasa terpanggil untuk bekerja dalam pelayanan katekes (Antiquum Ministerium).

Paus Fransiskus menaruh kepedulian terhadap liturgi yang terarah pada persekutuan umat beriman. Kepedulian Paus ini menjadi salah satu alasan penting untuk mengeluarkan Motu Proprio Traditionis Custodes (16 Juli 2021). Melalui dokumen ini, Paus Fransiskus membatasi penggunaan liturgi Romawi dalam bentuk sebelum reformasi tahun 1970. Paus merumuskan kepedulian pastoral-liturgisnya dengan kata-kata berikut:

Setelah mempertimbangkan harapan-harapan yang diungkapkan oleh para uskup dan setelah mendengarkan pendapat Kongregasi untuk Ajaran Iman, saya menghendaki dalam Surat Apostolik ini untuk melanjutkan pencarian terus menerus demi persekutuan gerejawi (Traditionis Custodes).

Salah satu ketetapan dalam Traditionis Custodes adalah

Buku-buku liturgi yang dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus II, sesuai dengan dekrit Konsili Vatikan II, adalah ungkapan khas lex orandi dari ritus romawi (Traditionis Custodes).

Formasio Liturgis Umat Beriman

Warisan liturgis terakhir dari Paus Fransiskus adalah pengajarannya tentang Formasio Liturgis Umat Beriman. Surat Apostolik Desiderio desideravi (29 Juni 2022) mengungkapkan keprihatinan besar Fransiskus untuk mempromosikan pembinaan liturgis yang mengarah pada perayaan liturgis yang sadar, baik, dan indah:

Di sini saya tidak bermaksud membahas secara mendalam tema yang sangat kaya tentang pembinaan Liturgi. Saya hanya ingin menawarkan beberapa titik awal untuk refleksi. Saya pikir dua aspek dapat dibedakan: formasio terhadap Liturgi dan formasio oleh Liturgi. Yang pertama tergantung pada yang kedua (Desiderio Desideravi 34).

Dalam menjelaskan tentang makna teologis dari liturgi, Paus Fransiskus secara jelas mengacu pada semangat pembaharuan liturgi Konsili Vatikan II. Paus Fransiskus mengatakan:

Kita berhutang kepada Konsili — dan kepada gerakan liturgi yang mendahuluinya — terhadap penemuan kembali pemahaman teologis tentang Liturgi dan pentingnya hal itu dalam kehidupan Gereja” (Desiderio Desideravi 16).

Dalam beberapa kesempatan, Paus Fransiskus masih terus memberikan katekese tentang pentingnya formasio liturgi umat beriman. Pada tanggal 8 Februari 2024, dalam pertemuan dengan anggota Dikasterium Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen, Paus Fransiskus menekankan lagi pentingnya reformasio liturgis:

Tanpa pembaharuan liturgi, tidak ada pembaharuan di dalam Gereja.

Pada saat yang sama Paus Fransiskus mengangkat kembali peranan formasio liturgis dalam implementasi semangat reformasi liturgi konsili vatikan II:

Agar semua ini terjadi, maka, formasio liturgi diperlukan, yaitu, formasio dalam liturgi (formation in liturgy) dan dari liturgi (through liturgy). Ini bukan spesialisasi untuk beberapa ahli, melainkan disposisi batin dari semua umat Tuhan.

Paus Fransiskus juga menaruh perhatian pada formasio liturgi para kaum tertahbis:

Penting untuk memastikan bahwa formasio liturgis bagi mereka yang ditahbiskan juga semakin memiliki jejak liturgis-kebijaksanaanl, baik dalam kurikulum studi teologi maupun dalam pengalaman hidup di seminari seminari”. 

Keprihatinan yang sama sudah diungkapkan terlebih dahulu oleh Paus Fransiskus dalam Desiderio Desideravi:

Suatu rencana yang liturgis-bijaksana dari studi-studi dalam formasio teologis seminari tentu akan berdampak positif dalam tindakan pastoral” (Desiderio Desideravi 37).

Keprihatinan Paus terhadap pelanggaran perayaan liturgis

Paus Fransiskus juga mengungkapkan secara jelas keprihatinannya terhadap cara merayakan liturgis yang tidak efektif dan tidak berbuah.

Perayaan yang tidak menginjili tidak otentik, sama seperti pewartaan yang tidak mengarah pada perjumpaan dengan Tuhan yang bangkit dalam perayaan itu tidak otentik. Dan kemudian keduanya, tanpa kesaksian kasih, adalah seperti gong yang berkumandang atau canang yang gemerincing. (1 Kor 13:1) (Desiderio Desideravi 37).

Sehubungan dengan itu, Paus Fransiskus juga menyoroti keprihatinan terkait ars celebrandi:

Ars celebrandi tidak dapat direduksi hanya menjadi mekanisme rubrik, apalagi dianggap sebagai kreativitas fantasi— terkadang liar — kreativitas tanpa aturan (Desiderio Desideravi 48).

Paus Fransiskus menekankan inti dari perayaan liturgi bukan semata-mata sebagai tindakan manusia, tetapi terutama karya Roh Kudus dalam setiap perayaan:

Ars celebrandi harus selaras dengan tindakan Roh. Hanya dengan cara ini, ia akan bebas dari subjektivisme yang merupakan buah dari dominasi selera individu. Hanya dengan cara ini akan bebas dari invasi unsur-unsur budaya yang diambil tanpa discernment dan yang tidak ada hubungannya dengan pemahaman yang benar tentang inkulturasi (Desiderio Desideravi 49).

Paus Fransiskus, selamat memasuki Liturgi Surgawi bersama Para Malaikat di altar surgawi!

Oleh. S.V. Pondaag