Wandy Murti (kiri) dan Romo Kristi Adi (kanan) saat talkshow OMK di Keuskupan Malang, jumatn(13/06/2025). Foto : Youtube.

Malang — Ketika algoritma media sosial semakin liar menebarkan sensasi, kebencian, dan polarisasi, suara Gereja Katolik justru mengajak orang muda Katolik menjadi komunikator harapan, bukan peniup gaduh di ruang digital. Inilah pesan utama yang mencuat dalam Talkshow untuk Orang Muda Katolik dalam rangkaian Perayaan Hari Komunikasi Sosial Nasional 2025 di Kampus BINUS @Malang, Jumat (13/6/2025).

“Jangan jadikan jari-jarimu alat kekerasan digital. Kalau mau klik, kliklah yang menebarkan harapan,” tegas Sektretaris Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Frans Kristi Adi Prasetya menanggapi fenomena disinformasi dan kekerasan verbal di media sosial yang belakangan makin brutal.

Menurutnya, Gereja tidak anti-teknologi. AI, media sosial, dan platform digital lainnya adalah anugerah zaman yang bisa dipakai untuk pewartaan kabar baik. Tapi tanpa keterampilan reflektif dan diskresi rohani, teknologi bisa menjadi medan dehumanisasi.

“Kita harus belajar mendengarkan suara hati, bukan sekadar reaktif mengikuti arus medsos. Dalam dunia yang makin bising, kemampuan merawat hati jadi kekuatan,” ujar pastor dari Keuskupan Purwokerto ini, yang menyinggung pentingnya refleksi Ignasian dalam keseharian orang muda.

Lebih dari sekadar mengisi timeline, Romo Kristi mendorong orang muda Katolik untuk tetap otentik. “Eksistensi kita bukan sekadar soal views, likes, atau FYP. Itu jebakan narsisme. Kehadiran kita mesti membangun relasi, memulihkan, bukan merusak,” pesannya.

Suasana semakin hangat saat Wandy Murti, content creator Katolik yang dikenal lewat akun @suka_sembahyang, berbagi pengalamannya. Dulu, Wandy adalah tipikal anak muda anti-nasihat, idealis keras kepala, dan skeptis terhadap gereja. Tapi kejatuhan hidup dan kegagalan bisnis digitalnya jadi pintu balik yang membawanya menemukan makna spiritual di dunia digital.

“Aku mulai upload konten-konten rohani karena awalnya kepepet tugas dari OMK Academy. Eh, malah viral. Dan yang bikin kaget, banyak orang muda di DM nanya soal cara doa, Rosario, sampai novena,” kenangnya.

Bagi Wandy, medsos bukan lagi soal popularitas. “Kita enggak butuh viral kalau itu bikin orang lain remuk. Fokus aja siapa yang betul-betul butuh harapan lewat konten kita. Sekecil apa pun dampaknya, tetap berarti,” katanya disambut tepuk tangan peserta.

Membaca Voice

Ketua Komisi Komunikasi Sosial KWI, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap dalam sambutan yang disampaikan sebelum sesi tanya jawab menegaskan hal serupa. Katanya, setiap tahun, Komisi Komunikasi Sosial menyebarkan Pesan Paus untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia. Tahun ini, temanya berbunyi: “Bagikanlah dengan lemah lembut harapan yang ada dalam hatimu.”

Dalam salah satu poin penting dari pesan tersebut, Paus Fransiskus (alm.), kata Uskup Kornelius mengajak kita semua untuk melucuti agresivitas yang kerap muncul dalam cara kita berkomunikasi. “Dunia yang kita tinggali sekarang ini, menurut beliau, dipenuhi oleh “noise”—kebisingan yang menenggelamkan suara sejati (voice),”ujar Uskup Agung Medan ini.

Akibatnya, ruang komunikasi kita—baik di media, dalam keluarga, maupun dalam kehidupan sosial—terasa penuh dengan ujaran yang merendahkan, memperkeruh suasana, dan memecah belah. Paus menyebut kondisi ini sebagai dipenuhi oleh “maldire”—kata-kata yang busuk, penuh kebencian, dan melemahkan.

“Sebagai umat beriman, kita diundang untuk menjadi pribadi-pribadi yang membawa voice—suara yang otentik dan penuh makna—dan “benedire”, yaitu kata-kata yang memberkati, menguatkan, dan menumbuhkan harapan. Kita diminta untuk menjadi penebar harapan dan kasih, bukan penyebar kutukan dan kebencian,”ujar mantan Minister Provinsial Kapusin Medan.

Menurut Kornelius, ada semacam pertarungan yang sedang terjadi di dunia komunikasi kita: antara “noise dan maldire” melawan “voice dan benedire”. “Dan kita semua, khususnya kaum muda, diajak oleh Paus Fransiskus untuk berdiri di sisi yang benar: menjadi suara yang memberkati, bukan suara yang melukai,”ujar Uskup Agung.