Malang — Di hadapan peserta seminar nasional Pekan Komunikasi Sosial di Malang, Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, menyampaikan sebuah pokok renungan mendasar yang sering kali luput di tengah hingar-bingar dunia digital: bahwa komunikasi sejati bukan sekadar urusan teknis atau sosial, melainkan berakar dalam misteri ilahi itu sendiri.
“Komunikasi bukan hanya soal bagaimana kita menyusun kata dan menyampaikan pesan,” ujar Kornelius di podium. “Dalam pandangan Gereja, komunikasi itu partisipasi dalam hidup Allah Tritunggal.”
Ia menjelaskan, dalam iman Kristiani, Allah bukan pribadi yang beku dan tertutup dalam diri-Nya. Allah adalah relasi — hubungan kasih antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Relasi itulah, menurut Sipayung, yang menjadi inti terdalam dari komunikasi sejati. “Di dalam dinamika Tritunggal Maha Kudus, komunikasi adalah esensi ilahi. Saling memberi diri, saling mendengar, dan saling mengasihi,” katanya.
Mengutip makna Hari Raya Tritunggal Maha Kudus yang akan dirayakan Minggu depan, Ketua Komisi Komsos KWI itu menekankan bahwa komunikasi bukanlah sekadar alat, melainkan cerminan dari relasi Allah sendiri. Setiap tindakan komunikasi yang jujur, penuh kasih, dan membangun relasi sejati adalah partisipasi langsung dalam hidup Allah.
“Yesus Kristus adalah Sabda yang menjadi manusia. Kehadirannya adalah wujud komunikasi total Allah kepada manusia,” ungkapnya. Inkarnasi, lanjutnya, bukan hanya peristiwa spiritual, melainkan tindakan komunikasi Allah yang utuh — hadir secara nyata, menyapa dengan cinta, dan berjalan bersama manusia dalam seluruh dimensi hidup.
Lebih lanjut, Kornelius menerangkan peran Roh Kudus dalam komunikasi Gereja. Roh Kudus, kata dia, menjadi penggerak yang menyatukan hati, melampaui batas bahasa, budaya, dan sekat-sekat sosial. Roh itu pula yang memampukan umat untuk berbicara dengan kasih, kejujuran, dan kebenaran di tengah dunia yang gaduh oleh polarisasi dan ujaran kebencian.
Panggilan Umat: Menjadi Alat Komunikasi Allah
Dalam nada yang teduh namun tegas, Kornelius menegaskan bahwa seluruh umat beriman dipanggil untuk menjadi alat komunikasi Allah di dunia. Komunikasi yang memanipulasi, memecah belah, dan menghancurkan martabat manusia, tegasnya, bertentangan dengan semangat Allah Tritunggal.
Sebaliknya, komunikasi yang mempersatukan, membangun jembatan, dan menumbuhkan harapan adalah tanda kehadiran Allah di tengah dunia. “Setiap orang Kristen, siapa pun dia — imam, biarawan, awam, anak muda, dan orang tua — dipanggil untuk berkomunikasi pertama-tama secara etis, dan yang paling utama, penuh kasih,” katanya.
Baginya, inilah perwujudan iman yang konkret: menjadi komunikator yang tidak hanya pandai berkata-kata, tetapi sungguh menghadirkan wajah Allah yang hidup dalam setiap percakapan, tulisan, dan perjumpaan. Sebuah panggilan luhur di era digital yang sering lebih sibuk berbicara daripada mendengarkan. “Sebab komunikasi yang membangun harapan, itulah tanda kehadiran Allah,” tutupnya.

Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI